NovelToon NovelToon
Jalanan Sang Ratu

Jalanan Sang Ratu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Balas Dendam / Gangster
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Khara-Chikara

Dia seorang wanita yang begitu dihormati dalam jalanan bebas harga diri. Dia bisa menjadi wanita yang begitu unik dengan tertawa gila nya. Ia juga Menjalankan tugas dengan berat.

Ini kisah dari Chandrea. Wanita licik dari tempat yang jauh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 32

Sudah jelas pria itu mati di tempat, dan Jake terlihat tenang menyalakan rokoknya.

"Kau sudah menemukan informasi soal... Chandrea..." Bein menatap dengan senyuman liciknya.

"Jika aku benar, pada saat di mana wanita itu bertanding di atas ring, Chandrea ada di sana. Aku yang seharusnya menangkap Chandrea, kenapa malah teralihkan oleh wanita di atas ring?" tatap Jake.

"Kau tertarik padanya? Siapa tahu dia bisa menjadi umpan untuk menangkap Chandrea... Untuk bertemu Chandrea saja kita tidak bisa memprediksi apa pun, kita akan sangat beruntung jika bertemu Chandrea..."

"Kau pikir wanita itu ada di tempat seperti ini?"

"Aku dengar dari tempat di mana Chandrea tinggal sebelumnya, ada yang mengatakan bahwa Chandrea pergi entah ke mana... Sudah pasti mencari seseorang, bukan? Aku tahu Chandrea sangat kenal dengan wanita di atas ring itu. Dia juga harus kita manfaatkan..." kata Bein, membuat Jake terdiam memikirkan wajah Alexa di pikirannya.

--

Malam itu, Alexa tersiram air dingin dengan tubuh yang terikat. Ia terbangun dan membuka mata karena siraman tadi. Tubuhnya sekarang benar-benar basah, dan di hadapannya berdiri tiga orang preman yang ia temui siang tadi.

"Lihat dia... Seperti orang malas yang tertidur sampai malam ini," kata salah satu dari mereka.

"Tapi lihatlah tubuhnya. Setelah terkena air, bajunya menempel..." tambah yang lain.

"Dadanya juga besar. Cepat, gasak dia!" seru mereka sambil mendekat.

Alexa terdiam, kesal. Ia tidak bisa bergerak karena tubuhnya terikat.

Mereka mulai menyentuh pahanya, dadanya, dan lehernya.

"Lepaskan aku... Kalian bangsat! Apa yang harus kulakukan..." pikir Alexa, tak berdaya. Tangan dan kakinya terikat di belakang menggunakan tali. Seharusnya ia bisa melepaskannya dengan kekuatannya, tetapi rasa sakit di leher belakang akibat pukulan tadi membuatnya lemah.

"Haha... Aku sudah tak tahan lagi," ujar salah satu preman sambil mencoba membuka celana Alexa. Tapi tiba-tiba, sebuah peluru menghantam kepalanya dari belakang. Darahnya terciprat ke tubuh Alexa yang kaku.

"Hoi! Siapa itu?!" teriak salah satu preman yang tersisa sambil mencari asal tembakan.

Jake berdiri di sana, memegang pistol dengan wajah dingin.

"Kenapa... Dia ada di sini?" pikir Alexa, terkejut.

"Aku hanya kebetulan lewat untuk bertemu seseorang, tapi ternyata ini yang kulihat," pikir Jake dengan tatapan serius.

"Hoi! Kami tanya sekali lagi, siapa kau?!" bentak preman, sambil mengacungkan tongkat kayu dengan waspada.

"Nothing," jawab Jake singkat. Ia segera melepaskan dua tembakan yang langsung menghantam kepala mereka berdua. Alexa yang melihat itu semakin tidak percaya.

"Apa tadi... Dia menembak tepat sasaran? Apa dia seorang penembak jitu?!" pikir Alexa dengan wajah tak percaya.

Jake menyimpan pistolnya dan berjalan mendekati Alexa.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Jake dengan suara datar. Alexa menatapnya, tapi tubuhnya gemetar lemas.

"Ugh... Ini dingin," pikirnya sambil menggigil. Tubuhnya basah kuyup, dan angin malam membuatnya semakin kedinginan.

Jake berlutut di depannya, mengeluarkan pisau, dan memotong tali yang mengikat tangan dan kaki Alexa.

"Huff... Sangat dingin," gumam Alexa dalam hati sambil terus gemetar, masih terduduk di tanah. Jake kemudian mengeluarkan ponselnya dan berkata, "Jika aku tidak datang, apa mereka akan merampas harga dirimu itu?" Ia menyimpan kembali ponselnya, menyalakan sebatang rokok, dan berdiri sambil memandang rendah Alexa.

Mendengar itu, Alexa memasang wajah murung.

"Hanya karena aku menyelamatkan Mixa, aku jadi korban seperti ini... Bukankah ini keberuntungan bahwa aku diselamatkan olehnya? Tapi, siapa yang mengharapkan dia datang..." pikirnya sambil membuang wajah, memeluk dirinya sendiri untuk menghangatkan tubuh.

Jake, yang melihat Alexa gemetar, melepas mantelnya dan menjatuhkannya ke tubuh Alexa. Mantel itu mengenai punggung dan kepala Alexa, membuatnya terdiam. Ia menengadah, memperhatikan Jake, yang mengenakan holster di punggung dan bahunya untuk menyimpan senjata.

Saat Alexa melirik sekeliling, ia melihat mayat-mayat preman yang terbunuh oleh Jake.

"Kau membunuh orang. Aku tidak mau terlibat... Sebaiknya aku pergi saja," ucap Alexa dingin.

"Tak akan ada yang datang," balas Jake singkat. "Membunuh untuk pertahanan diri masih bisa dimaklumi polisi."

"Lalu sekarang, apa?" tanya Alexa, membuang pandangan, enggan menatap Jake setelah melihat cara dinginnya membunuh.

"Berdirilah. Aku akan mengantarmu," ujar Jake sambil mengulurkan tangan.

Namun, Alexa langsung berdiri sendiri, menatap tajam.

"Tak ada yang suka pembunuh, berseragam polisi, atau penipu yang hanya mencari keuntungan seperti dirimu," kata Alexa. Jake terdiam, apalagi saat Alexa langsung berjalan melewatinya. Ia tampaknya berniat pulang sendiri, meninggalkan Jake yang masih terdiam di tempat.

"Jadi, dia sudah mendapatkan informasi tentangku? Tapi dia tidak tahu bahwa aku juga akan segera mendapatkan informasi tentangnya..." pikir Jake sambil tersenyum kecil.

Sementara itu, Alexa membuka pintu rumah kecilnya yang gelap, baik di luar maupun di dalam. Ia melepas mantel Jake dan menggantungnya di belakang pintu. Lalu, ia memperhatikan pakaiannya yang masih basah.

"Ugh... Ini terlalu dingin." Dia terjatuh begitu saja di lantai, lalu mencoba menyeret tubuhnya yang gemetar dan menarik sebuah selimut di atas ranjang hingga selimut itu jatuh. Ia lalu menyelimuti dirinya sendiri dengan napas berat.

"Ini sangat aneh... Aku memang kedinginan, tapi kenapa di dalam tubuhku rasanya sangat panas? Kepalaku sedikit pusing dan aku benar-benar haus... Aku terlalu lemas." Dia gemetar di balik selimut, perlahan meletakkan kepalanya di ranjang sementara tubuhnya duduk di lantai.

Tiba-tiba, ia mendengar sesuatu dari pintu rumahnya. Ia melirik dengan waspada, mendengar seperti suara langkah kaki seseorang. Seketika ia berdiri dengan kewaspadaan tinggi, tapi ternyata itu hanya Jake.

Alexa terkejut. "Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanyanya dengan tatapan kaget. Namun, tiba-tiba ia lemas dan bernapas berat. Jake memperhatikan Alexa yang masih memakai pakaian basah.

"Apa kau keberatan jika harus berganti pakaian terlebih dahulu?"

"Aku... hanya tak punya... tenaga," balas Alexa dengan napas tersengal.

"Jika kau tak mau, aku bisa melakukannya," ujar Jake sambil mendekat, tetapi Alexa langsung menepis tangannya.

"Jangan coba-coba menyentuhku!" Dia berusaha terlihat kuat meskipun terus bernapas berat.

"Sepertinya kulitmu cukup sensitif saat dingin, dan sekarang kau demam," kata Jake, lalu perlahan menyentuh pipi Alexa dan memeriksa keningnya, sementara Alexa bersandar pada pintu untuk menopang tubuhnya.

"Bisa aku minta tolong?" Alexa menatapnya dengan wajah lemah.

"Obat? Aku akan membelinya. Tapi setelah aku kembali, kau harus sudah mengganti baju dengan yang kering," jawab Jake tegas. Alexa hanya diam dengan napas berat.

Setelah Jake pergi dan menutup pintu, Alexa segera menguncinya dan bersandar di pintu. "Bajingan sialan... Siapa yang mau kau datang ke sini..." gumamnya kesal.

"Setelah kau membunuh orang di depanku, apalagi setelah kau banyak bermain-main denganku, kau pikir aku tidak akan menganggapmu licik? Dia pasti punya maksud lain untuk mendekatiku... Aku harap dia tidak akan menerobos masuk..." Dengan pikiran itu, ia berjalan lemas ke arah ranjang. Dengan sisa tenaganya, ia berganti baju dan langsung terbaring di ranjang, tapi tetap saja itu tidak cukup hangat. Ranjangnya justru membuatnya semakin kedinginan.

Karena terus merasa dingin, ia mencoba duduk, tetapi mendengar suara pintu dari luar. Tentu saja pintunya terkunci, dan Jake yang berada di luar tidak bisa membukanya.

"Hei, kau menguncinya?" Suara Jake terdengar. Alexa berpikir sejenak sebelum memutuskan membuka pintu karena merasa tidak nyaman. Saat membuka pintu, ia melihat Jake membawa bungkusan kecil.

"Minum obat ini," ujar Jake sambil menyerahkan plastik berisi obat.

Alexa menerimanya, tapi ia menatap Jake, memperhatikan bahu lebar dan dada bidangnya. Ia menatap dengan napas berat.

"Ada apa? Kenapa tidak langsung tidur?" tanya Jake.

"Ranjangku terlalu dingin. Aku butuh sesuatu yang hangat... Bisakah kau memelukku sebentar?" Alexa menatapnya lemah.

Jake terdiam sejenak sebelum mendekat dan memeluk Alexa. Alexa langsung melingkarkan tangannya ke punggung Jake. "Sudah kuduga... Ini sangat hangat..." Ia menikmati kehangatan itu, lalu tanpa sadar tertidur dalam pelukan Jake.

--

Sementara itu, Chandrea tampak mengambil beberapa snack di supermarket, di sisi lain, Jangmi mengambil dua kaleng bir, lalu mereka meletakkan apa yang mereka ambil di meja kasir.

"Keluarlah duluan, aku akan membayarnya," kata Chandrea.

"Oke..." Jangmi keluar duluan, lalu kasir yang merupakan seorang lelaki menatapnya sambil mengatur harga.

"Nona, apa kau tidak takut berbelanja di sini malam hari? Tempat ini adalah tempat di mana jalanan adalah yang terluas. Banyak pekerjaan jalanan di sini, kau tahu kan ada banyak pria jahat? Untuk apa wanita keluar malam-malam?" Lelaki itu menatapnya dengan penasaran. Sepertinya dia tidak merasa aneh dengan sikap Chandrea yang akhir-akhir ini tenang.

"Ehehehmmm... kita memiliki alasan untuk tidak takut..." balasnya singkat membuat lelaki itu terdiam agak tidak mengerti, setelah itu keluar.

Rupanya, Jangmi menunggu di luar supermarket yang terdapat meja dan kursi berpasangan. Dia menunggu sambil bermain ponsel dengan santai di malam yang gelap itu. Chandrea lalu duduk di kursi sampingnya sambil mereka menatap ke arah jalanan.

"Hei, apa Alexa tidak mencari kita kalau kita mencari makan di sini?" tanya Jangmi.

"Hmm... dia mungkin juga tidak mau diganggu. Ini baik-baik saja... Kalau perlu, hubungi saja dia untuk kemari..."

"Sepertinya jangan, ini sudah larut. Aku yakin dia lelah dan tertidur..." kata Jangmi, menatap jam di ponselnya. Lalu terlihat Chandrea menyalakan rokoknya dan merokok.

"Chandrea, apa kau punya alasan lain kenapa kau mengajakku kemari?" tanya Jangmi.

"Ehehemmm... alasan apa? Aku hanya ingin memeriksa kondisi Alexa..."

"Aku yakin kau memiliki masalah lain di sini. Kepentingan apa itu?" Jangmi menatap curiga.

"Ehehemmm... ketahuan ya... Ehehemmm... Aku dengar dari Black dan White, di sini ada seseorang yang berada di sebuah organisasi ternama. Dia mencariku dan ingin bertemu denganku, tapi aku tidak tahu tempatnya. Mungkin kita akan bertemu secara kebetulan..."

"Ada keperluan apa kau ingin bertemu dengannya?"

"Tawaran kerja sama... Siapa tahu Black dan White menyukainya..." kata Chandrea. Rupanya, dia juga bisa berbicara serius pada hal seperti itu.

"Hm, itu terlihat aneh..." gumam Jangmi sambil meminum birnya.

1
Tara
smoga sampai tamat ya kak🤔👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!