Menceritakan seorang laki-laki dingin yang jatuh cinta terhadap seorang wanita…….
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hotler Siagian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
ternyata cinta hanya sebuah awal dari rasa sakit dan kehilangan" ujar Alika lirih sambil menatap sedih handphonenya. Alika menangis mengingat hari-hari selama mereka bersama.
Masih teringat jelas bagaimana Calvin mengatakan kepada Alika untuk tidak takut dan khawatir karena dia akan selalu menjaga dirinya disampingnya. Tapi, ternyata kejadian hari ini benar-benar menghancurkan Alika.
Alika menangis sejadi-jadinya, "Hiks...hiks kenapa kamu harus bersikap seperti itu, kalau kamu sudah punya hubungan dengan orang lain, Vin... hiks...hiks?!" teriak Alika sambil memukul tumpukan bantal yang ada disampingnya.
"Kenapa kamu harus mengatakan semua hal itu!?" serak suara Alika menangis menumpahkan seluruh kekesalannya. Biarlah untuk hari ini saja, dia membiarkan dirinya untuk merasa lemah.
"Aku wanitamu? wanita yang keberapa maksud kamu, Vin?!?" tangis Alika.
Saat acara tadi, Calvin benar-benar tidak memikirkan perasaanya sama sekali meskipun dia tahu kalau Alika juga ada disitu. Miris, padahal Alika juga sudah menaruh banyak harapan kepada Calvin. Bahkan, harapan masa depannya.
Ya. Mungkin saja Alika salah karena sudah menaruh banyak harapan kepada orang baru. Tapi, hati Alika tidak bisa memilih siapa orang yang harus dia percayai.
Alika melepas handuk di kepalanya. Dengan rambut yang masih basah, Alika akhirnya tertidur sambil menangis karena kesedihan yang ia rasakan.
***
Calvin pov
Lancaster memeluknya dengan sangat erat, sehingga Calvin tidak bisa menolaknya. Yasha membisikkan sesuatu di belakangnya, "Vin, disini banyak media. Ada Alika juga. Kontrol diri lo!" marah Yasha kepada Calvin. Yasha memang harus meluruskan Calvin, karena untuk masalah Lancaster sudah menjadi titik kelemahan Calvin sejak dulu.
Calvin mengangguk, dan langsung menggandeng Lancaster keluar dari ruangan auditorium perusahaan itu. Diikuti oleh papanya dan seluruh dewan direksi utama.
Calvin membawa Lancaster dan mengarahkan semua direksi untuk memasuki ruangan VIP di restoran perusahaannya. "Sebelumnya saya berterimakasih kepada seluruh dewan direksi dan pemegang saham yang sudah hadir untuk press conference perusahaan kita hari ini. Sedikit rangkaian acara penutup hari ini sekaligus perayaan pembukaan cabang perusahaan baru saya, disini sudah saya sediakan special dinner untuk kita semua" Ujar Calvin yang langsung disambut tepuk tangan oleh mereka semua.
"Kami selalu percaya dengan kemampuan kamu memimpin perusahaan ini, Vin. Kamu bahkan sudah hampir mampu menyaingi kemampuan ayahmu hahaha" gurau salah satu direksi bernama Bapak Sitompul. Papa Calvin tertawa mendengar candaan Bapak Sitompul, "like father, like son" saut Mr. Waymond.
Mereka semua makan dan membicarakan beberapa obrolan ringan seputar desain interior perusahaan baru, material, arsitekur, dan sebagainya. Calvin dan Lancaster tidak bergabung obrolan tersebut. Mereka fokus dengan pikiran mereka sendiri.
Setelah, acara makan malam selesai. Calvin membawa Lancaster keluar perusahaan. "Lancaster, sekarang ikut saya keluar" panggil Calvin.
Lancaster mengangguk dan mengikuti Calvin keluar perusahaan. Sesampainya di lobby utama, Calvin berhenti dan berbalik kepada Lancaster.
"Sekarang tidak ada media disini. Tolong, jelaskan mau apa kamu kesini?" tanya Calvin tegas pada Lancaster.
Lancaster tersenyum, mendengar pertanyaan Calvin
"Hei, Tentu saja untuk melanjutkan hubungan kita. Kamu ingat? hubungan kita tidak pernah putus sekalipun Calvin?" jawab Lancaster.
Calvin mengepalkan tangannya, menahan emosi
"hubungan kita sudah putus sejak kamu meninggalkan saya, kamu tau?" sarkas Calvin.
Raut wajah Lancaster langsung berubah total mendengar jawaban dari Calvin. "Calvin, ada apa sama kamu? bukannya kamu selalu menunggu aku untuk kembali?" tanya Lancaster memastikan. Calvin tidak bisa berkata tidak, karena pernyataan Lancaster juga tidak salah. Butuh waktu 10 tahun bagi Calvin untuk melupakan dendam kemarahannya pada Lancaster.
Calvin terdiam. Lancaster kembali berbicara,
"benar bukan? sekarang aku sudah kembali kesini, di depan kamu, Vin. Tolong maafin aku" ujar Lancaster yang masih mencoba membujuk Calvin agar memaafkannya
Calvin meringis dan menggelengkan kepalanya mendengar ucapan maaf dari Lancaster.
"Seharusnya kamu berpikir seperti itu dulu, sebelum kamu memilih untuk meninggalkan saya. Karena kamu tidak bisa sembarangan keluar masuk hidup orang lain sesuka kamu" ujar Calvin mengakhiri pembicaraan meninggalkan Lancaster
Lancaster tetap tidak terima dan berusaha mengejar Calvin,
"Calvin! Tunggu, kamu harus dengar penjelasan aku" teriak Lancaster di belakang memanggil Calvin.
Namun, Calvin tidak sedikitpun memperlambat ataupun menghentikan langkahnya.
"CALVIN!!! AWHSSS!" Teriak Lancaster menjerit kesakitan.
Calvin langsung berbalik,
"LANCASTER" teriak Calvin yang langsung berlari kebelakang. Calvin panik.
"Kamu tidak apa-apa? ada yang luka?" ujar Calvin melihat apakah Lancaster terluka saat terjatuh tadi. Lancaster meringis,
"awhsss... kaki aku sakit, Vin. Aku ngga bisa berdiri" jawab Lancaster.
Tak pakai lama, Calvin langsung menggendong Lancaster ala bridal style. "Aku antar kamu pulang, sekarang" ujar Calvin. Lancaster tersenyum,
"Terimakasih, Vin. Karena kamu masih peduli sama aku" ujar Lancaster. Calvin hanya membuang wajahnya menanggapi ucapan terimakasih Lancaster.
Pada saat Calvin dan Lancaster keluar gedung perusahaan Waymond Group, seluruh papparazi yang bersembunyi menunggu di luar perusahaan Calvin sampai malam menangkap foto Lancaster yang saat di gendong Calvin sebanyak mungkin, tanpa Calvin ketahui.
Calvin pov ends
***
Alika terbangun dari tidurnya. Handphone-nya menunjukkan jam 7 malam. Terdengar suara gaduh dan gedoran pintu seseorang memanggil dirinya dari luar kamar berkali-kali. Saat, Alika mencoba berdiri kepalanya begitu pusing, " Awhhsss... " erang Alika memegang kepalanya kesakitan. Alika membuka handphone-nya, mencoba menelfon ayahnya.
Tapi, ternyata ada notifikasi panggilan tak terjawab beberapa kali dari Dian, Kak Alina, Mamanya, Ayahnya hampir 100 kali. Tak lama, Handphone Alika kembali berdering. Ayahnya menelfonnya.
"Halo, Dek. Kamu kenapa kamarnya dikunci? Ayah mama manggil kamu dari tadi, nggak ada sahutan. Kamu gapapa?" tanya Ayah Alika khawatir. Terdengar juga suara mamanya yang ikut bicara di handphone ayahnya, "Bukak dulu aja pintunya, Al. Kita semua disini khawatir. Ini ada Dian juga lagi main" pinta mama Alika agar Alika segera membuka pintunya.
"Mah, Alika meriang, pusing banget kepala Alika. Maaf, tadi pintunya Alika kunci. Minta tolong mama bukain pake kunci cadangan aja ya, mah?" tanya Alika.
"Yallah, Nak... Iya, iya mama sama ayah bukain. Kamu tunggu sebentar ya, papa lagi ambilin kuncinya" ujar Mamanya menenangkan Alika
Ayah Alika datang dengan membawa kunci cadangan dan langsung terburu-buru membuka kamar Alika.
Ayah, mama, Kak Alina, dan Dian buru-buru masuk ke kamar Alika. "Yallah, Nak. Kamu kenapa kok bisa begini???" panik mama Alika menanyai dirinya sambil mengecek suhu tubuhnya yang sangat tinggi.
Ayah Alika langsung mendudukkan Alika dengan menggunakan tumpuan bantal,
"ke rumah sakit ya , Dek" ujar ayah Alika menawari. Alika menggelengkan kepalanya.
"Alika, ngga apa-apa kok, Mah. Paling cuman meriang aja kaya biasa" jawab Alika menolak.
Kak Alina juga panik,
"kamu ini jangan bilang, nggak apa-apa mulu. Ini suhu tubuh kamu tinggi banget. Kita ke rumah sakit, ya" ujar Kak Alina yang masih berusaha membujuk Alika.
Dian yang juga panik memijat-mijat kaki Alika, ikut membujuk Alika,
"Iya, Al... bener kata Kak Alina, mending lo ke rumah sakit aja, Deh. Telapak kaki lo juga panas banget ini" katanya.
Namun, Alika masih tetap menggeleng-gelengkan kepala,
"Engga, Mah. Serius, Alika beneran ngga apa-apa. Gamau ke rumah sakit... hiks...hiks", tolak Alika yang tiba-tiba langsung menangis.
Biasanya jika tubuh meriang dan sakit, menangis itu sudah wajar karena merasakan kepala yang pusing sekali. Tapi, untuk Alika. Entah dia menangiskan hal yang sama, atau menangiskan masalah Calvin. Atau mungkin dua-duanya. Yang jelas, kepalanya terasa sangat begitu pusing.
Ayah Alika mengambil tindakan, "Sekarang jam 8 malam. Kalau sampai, panas kamu nggak turun, pusing kamu nggak berkurang. Ayah bawa kamu ke rumah sakit", ujar ayah Alika mengambil keputusan tegas karena tidak bisa melihat putrinya merasa kesakitan.
Mama Alika mengambil obat untuk Alika,
"Kamu minum paracetamol dulu, ya? tapi makan dulu", tawar mama Alika.
Alika mengangguk, "iya mah" jawab Alika singkat.
Kak Alina memberi Alika pilihan makanan, "kamu mau makan apa, mau makan dirumah apa makanan diluar? nanti kak Alina sama Dian yang cariin" ujar Kak Alina.
Alika menolak,
"Alika mau makan bubur aja gapapa, Mah? Bikin sendiri ngga usah keluar rumah" pinta Alika.
Mama Alika tersenyum lega, untung Alika tidak menolak makan
"Iya, Nak. Mama bikinkan sekarang, ya" jawab mama Alika girang.
Dian menyaut pembicaraan,
"Dian izin jaga Alika ya, Tante" ujar Dian.
Mama Alika tersenyum, "iya Dian. Kamu, menginap disini juga ngga apa-apa, kok.
Kasian kalo pulang malem-malem" jawab mama Alika memperbolehkan. Memang sejak SMA dulu, Dian sering menginap di rumah Alika untuk mengerjakan tugas atau sekedar menghabiskan waktu bersama.
Karena jarak rumah Alika dan Dian yang tidak terlalu jauh, bahkan orang tua Alika dan Dian juga dekat satu sama lain.
Jadi, Dian sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Mama Alika yang tadi sudah sampai di depan pintu kembali lagi,
"Dian, jangan lupa ngasih kabar suami kamu ya, kalau kamu nginep disini. Nanti, kalo urusan orang tua kamu gampang" ujar mama Alika mengingatkan.
Dian tersenyum, "Iya, Tan. Hari ini Dian udah izin suami Dian kok, kalau malam ini mau nginep disini nemenin Alika" jawab Dian menghilangkan kekhawatiran mama Alika.
Mama Alika, Ayah Alika, dan Kak Alina pergi meninggalkan Alika dan Dian di kamar. Alika mengambil handphone yang ada di sebelahnya, dan melihat notifikasi berita baru. 'Ceo Waymond group diduga menghabiskan malam bersama Lancaster' kata berita itu. Alika menombolnya, dan benar saja foto yang diambil oleh papparazi itu membuat Alika kembali menangis.
"Hiks...hikss... hiks" tangis Alika terasa tertahan menahan kesedihan begitu besar yang ada di dadanya.
Dian mendekat, dan mengelus punggung Alika
"Kamu mau cerita, Al?" tanya Dian yang ikut merasakan rasa sakit Alika.
Dian tau, Alika tidak hanya menahan sakit fisiknya tapi juga hatinya. Selama ia mengenal Alika, ia belum pernah melihat Alika seterpuruk ini sehingga kondisi Alika sekarang sangat membuatnya khawatir. Semoga saja, Alika mau berbagi cerita agar beban dihatinya sedikit lebih berkurang.
Alika mengangguk dan memeluk Dian, "Calvin jahat, Di... hiks... hiks" tangis Alika tersedu-sedu.
"Selama gue di Papua kemarin, dia selalu ada disamping gue, jagain gue, nolong gue setiap waktu karena dia bilang gue orang terdekatnya, wanita nya. Hubungan kita sudah dekat. Gue bahkan punya harapan masa depan gue dalam diri, Calvin. Tapi, kenapa dia nggak bilang kalau dia sudah punya orang lain sebelumnya... hiks...hiks" tangis Alika menceritakan kesedihannya kepada Alika.
"Lo punya hubungan baik sama Calvin? orang lain?" tanya Dian yang masih belum mengerti perkembangan hubungan mereka berdua, karena terakhir Alika cerita kalau Calvin mungkin akan jadi musuh besarnya Alika.
Alika menjelaskan,
"Iya, Di. Kita sudah baikan satu sama lain. Kita juga pergi ke Papua bareng kemarin" Jawab Alika.
Dian mulai mengerti, akar permasalahannya Alika.
"Lalu, orang lain itu siapa?" tanya Dian. Lidah Alika merasa kelu jika harus menyebut nama wanita itu, Lancaster.
Alika membuang wajahnya, "Dia Lancaster, tunangan Calvin" jawab Alika singkat.
Lancaster?
Dian kembali mengingat nama itu, sepertinya dia sudah pernah mendengar nama itu sebelumnya. "Bukannya dia yang dibilang Calvin, saat dia ngehina lo wanita peniru, Al?" tanya Dian memastikan ingatannya.
Alika terdiam, memikirkan apa yang dikatakan Dian juga ada benarnya. Alika memegang tangan Dian, "Di, dia beneran mirip gue" kata Alika.
Dahi Dian berkerut, "Maksutnya, Al?" tanya Dian kebingungan dengan jawaban Alika.
Lalu, Alika menceritakan Dian, mengenai seluruh kejadian di Waymond group saat ia melakukan liputan kemarin dan juga berita-berita terbaru tentang Calvin dan Lancaster yang beredar.
Begitu juga hubungan yang ada di antara Calvin dan Lancaster (menurut berita).
Dian menganga, tak percaya dengan apa yang sudah diceritakan Alika. "Al, gue nggak tau ini bener atau enggak.
Tapi, gue harap dia nggak ngedeketin lo hanya karena wajah lo yang mirip sama tunangannya dulu, Lancaster" ujar Dian berhati-hati.
Jantung Alika berdegup kencang. Air matanya kembali menetes mendengar pernyataan Dian,
"Maksud kamu, dia nggak beneran cinta sama aku, Di?" tanya Alika.
Dian mengangguk dan memeluk Alika. "Itu cuman persepsi kita, Al. Kamu masih harus dengar penjelasan Calvin juga" jawab Dian yang berusaha untuk tetap positive thingking, agar Alika juga bisa ikut positive thingking.
Alika termenung, 'Apa mungkin, kamu hanya melihatku sebagai orang yang mirip Lancaster, Vin?'