Ji Fan, seorang pemuda dari clan ji yang memiliki mata misterius, namun akibat mata nya itu dia menjadi olok-olokan seluruh clan.
Didunia yang kejam ini, sejak kecil dia hidup sebatang kara tanpa kultivasi, melewati badai api sendirian. Sampai pada akhirnya dia tanpa sengaja menemukan sebuah buku tua yang usang. Buku itu adalah peninggalan ayahnya yang didapat dari seorang laki laki paruh baya dimasa lampau. Awalnya dia tidak mengerti buku apa itu, Tetapi setelah mempelajari bahasa dewa kuno, dia mulai mengerti, buku itu adalah buku Teknik Terlarang Kultivasi Naga Kegelapan. Dalam buku itu tertulis berbgai ilmu pengetahuan dan langkah-langkah jalan kultivasi, sejak saat itu Ji Fan berubah dari yang awalnya sampah menjadi kultivator puncak yang ditakuti di seluruh alam. Dan orang-orang memanggilnya dengan sebutan 'Orang Buta Dari Kegelapan Naga' .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bingstars, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
Bau obat-obatan herbal yang tajam dan menyengat hidung adalah hal pertama yang menyambut kesadaran Ji Fan. Bau itu seperti campuran akar busuk dan alkohol murah.
Ji Fan mencoba membuka mata, tapi kelopak matanya terasa seberat timah.
"Jangan bergerak," suara wanita tua terdengar serak di samping telinga Ji Fan. "Kecuali kau mau tulang keringmu geser lagi dan kau jadi pincang seumur hidup."
Ji Fan memaksakan matanya terbuka. Cahaya lampu minyak yang suram menyinari langit-langit kayu yang berjamur. Ji Fan berbaring di atas dipan kayu keras di Balai Pengobatan Akademi.
Rasa sakit itu langsung datang. Bukan nyeri tumpul, tapi denyutan tajam yang berirama dari kaki kanan Ji Fan, seolah-olah ada palu yang memukul tulangnya setiap detik.
Ji Fan menoleh ke bawah. Kaki kanannya dibungkus gips tebal yang terbuat dari lumpur obat yang mengeras. Warnanya hitam pekat dan baunya membuat perut mual.
"Kau gila," ucap Naga Kecil di kepala Ji Fan, nadanya terdengar antara kagum dan jengkel. "Kau benar-benar menghancurkan tulangmu sendiri sampai retak seribu. Aku butuh waktu seminggu penuh untuk menyambungnya dengan Qi, itu pun kalau kau tidak melakukan hal bodoh lagi."
"Aku menang," batin Ji Fan lemah.
"Kau menang, dan sekarang kau cacat sementara. Chen cuma patah hidung. Siapa yang rugi?" cibir Naga Kecil.
Seorang tabib wanita tua dengan wajah penuh keriput mendekat. Tabib itu membawa mangkuk berisi cairan hijau pekat.
"Minum," perintah tabib itu tanpa basa-basi. "Ini Sari Tulang Ular. Rasanya seperti meminum empedu, tapi ini satu-satunya yang bisa menyelamatkan kakimu."
Ji Fan menurut. Ji Fan menelan cairan itu. Rasanya benar-benar menjijikkan, membuat Ji Fan ingin muntah, tapi Ji Fan menahannya. Panas menjalar ke kakinya, meredakan sedikit denyutan menyakitkan itu.
"Biayanya 50 Poin Kontribusi," ucap tabib itu datar sambil mencatat di papan tulis.
Ji Fan tersedak. "Berapa?"
"50 poin. Perawatan tulang retak, gips lumpur hitam, dan Sari Tulang Ular. Kau pikir Balai Pengobatan ini panti sosial?"
Ji Fan meraba sakunya. Lencana poin Ji Fan ada di meja samping. Ji Fan baru saja mendapat hadiah 100 poin dari misi Hutan Berbisa, dikurangi 50 untuk obat sebelumnya, sisa 50. Ditambah hadiah kemenangan Ujian Bulanan... berapa hadiahnya?
"Hadiah juara satu Ujian Bulanan grup utara adalah 50 poin," jelas tabib itu seolah membaca pikiran Ji Fan. "Jadi total poinmu sekarang seratus. Dikurangi biaya pengobatan ini, sisa lima puluh. Kau masih miskin, Nak."
Ji Fan menghela napas panjang. Ji Fan bertaruh nyawa, mematahkan kaki, dan hasilnya Ji Fan hanya untung nol besar setelah biaya medis. Dunia kultivasi ini benar-benar lintah darat.
"Berikan poinnya," kata Ji Fan pasrah.
Setelah tabib itu pergi, pintu ruang perawatan terbuka pelan.
Su Meng masuk. Gadis itu tidak membawa bunga atau buah tangan. Su Meng hanya berdiri di kaki ranjang Ji Fan, menatap gips hitam itu dengan wajah datar.
"Investasiku berhasil," ucap Su Meng. "Chen dipermalukan. Klan Chen sedang panik menarik kembali reputasi mereka di pasar dagang. Harga saham Klan Wang naik pagi ini."
"Bagus untukmu," balas Ji Fan serak. "Ada lagi? Aku mau tidur."
Su Meng melempar sebuah kantong kecil ke pangkuan Ji Fan. Bunyinya gemerincing berat.
"Apa ini?"
"Dividen," jawab Su Meng singkat. "Aku tidak suka berhutang. Kau memenangkan pertarungan, aku dapat untung. Itu bagianmu. Seratus koin emas. Gunakan untuk membeli makanan layak atau peti mati yang bagus."
Ji Fan menatap kantong itu. Seratus koin emas. Itu jumlah yang banyak bagi Ji Fan sekarang.
"Satu hal lagi," tambah Su Meng, kali ini nadanya lebih serius. "Tetua Zhen mencarimu. Dia tahu kau sudah sadar."
Jantung Ji Fan berdegup kencang. Pelindung sekaligus pemilik barunya memanggil.
"Sekarang?" tanya Ji Fan.
"Sekarang. Petugasnya ada di depan pintu."
Ji Fan mengutuk dalam hati. Ji Fan bahkan belum bisa berdiri tegak.
Ji Fan turun dari dipan, kakinya yang digips terasa berat seperti batu. Ji Fan mengambil tongkat kayu yang bersandar di dinding sebagai penopang. Setiap langkah mengirimkan sengatan listrik ke syaraf kakinya.
"Nikmati jalan-jalannya, Pincang," ejek Naga Kecil.
Ji Fan keluar dari Balai Pengobatan, terpincang-pincang mengikuti petugas berjubah hitam menuju Menara Pengawas.
***
Ruang Pribadi Tetua Zhen.
Ruangan itu gelap, hanya diterangi satu lilin di atas meja. Tetua Zhen berdiri membelakangi pintu, menatap keluar jendela ke arah hamparan pegunungan utara yang tertutup kabut.
Ji Fan masuk, napasnya tersengal menahan sakit setelah menaiki tangga menara dengan satu kaki.
"Duduk," perintah Tetua Zhen tanpa menoleh.
Ji Fan menjatuhkan diri ke kursi. Keringat dingin membasahi punggungnya.
"Kau menang dengan cara yang menarik," ucap Tetua Zhen, berbalik perlahan. "Mematahkan kaki sendiri untuk mendapatkan kecepatan sesaat. Brutal. Efektif. Aku suka."
"Terima kasih, Tetua," jawab Ji Fan singkat.
"Tapi tubuhmu rusak. Kau butuh waktu seminggu untuk pulih total. Sayangnya, aku tidak punya waktu seminggu."
Ji Fan menegang. "Maksud Tetua?"
Tetua Zhen melempar sebuah gulungan peta ke meja. Peta itu menunjukkan wilayah di luar perbatasan utara Kerajaan Qin, sebuah lembah yang ditandai dengan tinta merah.
"Lembah Kabut Hitam," tunjuk Tetua Zhen. "Tiga hari yang lalu, tim pengintai Akademi mendeteksi fluktuasi Qi aneh di sana. Qi yang bersifat korosif, dingin, dan mematikan. Mirip dengan... 'warisan ayahmu'."
Mata Ji Fan menyipit. Qi Kegelapan?
"Akademi ingin mengirim tim investigasi resmi. Tapi aku menahannya. Jika Paviliun Pusat tahu ada jejak Klan Naga Kegelapan, mereka akan mengirim Inkuisitor, dan itu akan merepotkan," lanjut Tetua Zhen. "Aku ingin kau yang memeriksanya."
"Saya?" Ji Fan menunjuk kakinya yang digips. "Dengan kondisi begini? Lembah itu sarang binatang buas Tingkat 5 dan 6. Saya akan jadi makanan ringan sebelum sampai ke sana."
"Kau tidak akan bertarung. Kau akan mengintai," Tetua Zhen mengeluarkan sebuah kotak kecil dari laci meja.
Di dalamnya terdapat sebuah topeng kulit tipis dan jubah hitam polos.
"Ini adalah Topeng Seribu Wajah dan Jubah Penahan Aura. Kualitas rendah, tapi cukup untuk menipu binatang buas dan kultivator di bawah Tingkat 7. Tugasmu sederhana: Masuk ke lembah, cari sumber Qi itu, pastikan apakah itu benar peninggalan klanmu atau hanya fenomena alam, lalu lapor padaku. Jangan ambil apa pun. Jangan bertarung."
"Kalau saya menolak?" tanya Ji Fan.
Tetua Zhen tersenyum tipis. "Maka perlindunganku hilang. Dan aku dengar Klan Chen baru saja menyewa pembunuh bayaran dari Geng Serigala Merah untuk membalas dendam padamu. Tanpa namaku, kau mati malam ini di asrama."
Ji Fan mengepalkan tangan di atas lututnya yang sehat. Ini pemerasan. Murni pemerasan. Tapi Ji Fan tidak punya kartu untuk dimainkan.