NovelToon NovelToon
Love After Marriage

Love After Marriage

Status: tamat
Genre:Tamat / nikahmuda / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Caroline Gie White

Indira dan Devian sama-sama dihadapkan pada kondisi traumatik yang sama. Sama-sama harus menelan pil pahit perselingkuhan. Indira memergoki pacarnya, Gilang berselingkuh dengan teman sekampusnya dan Devian dengan tragisnya melihat Mamanya berselingkuh dengan mata kepalanya sendiri, dirumahnya. Perasaan itu yang akhirnya bisa lebih menguatkan mereka untuk saling bantu melewati kenangan buruk yang pernah mereka alami.

Dan, takdir lebih punya rencana untuk lebih menyatukan mereka dalam sebuah pernikahan yang tidak mereka inginkan. Menikah di usia muda dan tanpa berlandaskan rasa cinta. Namun, Indira tidak pernah menyangka bahwa rasa nyaman yang ditawarkan oleh Devian pada akhirnya bisa membuat Indira tidak mau melepaskan Devian.

Akankan hubungan mereka baik-baik saja? Ataukah banyak konflik yang akan mereka hadapi dan semua itu berhubungan dengan rasa trauma mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caroline Gie White, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KESALAHPAHAMAN

“Kuliah gue selesai jam 3an, gak pa-pa kalau lo menunggu gue dulu?”

“Gak masalah, kabarin saja ya kalau sudah selesai, oh iya, tangan kanan lo mana?”

Devian memberikan tangan kanannya dengan tampang kebingungan. Tanpa dia duga, Indira meraih tangan Devian lalu mencium punggung tangannya.

“Ini bakal jadi hal wajib buat gue sekarang, mencium tangan suami gue.”

Devian tersenyum lalu meraih kepala Indira dan mencium keningnya. “Dan ini hal wajib yang bakal gue lakukan, mencium kening istri gue.”

Indira tertawa. “See you later (Sampai ketemu nanti.)”

“Bye, love you.”

Dengan tersipu malu, Indira keluar dari mobil dan setengah berlari masuk ke dalam kampus. Devian pun tersenyum lalu turun dari mobilnya kemudian menuju kelasnya karena jadwal kuliah mereka sedang berbeda.

***

Indira keluar dari perpustakaan kampus setelah Devian mengabarkan kalau kuliah dia selesai lebih cepat. Tapi saat di belokan koridor menuju lift, dia melihat Devian di kejauhan.

Itukan Ian, dia mau kemana? Dan itu..

Indira melihat Devian berjalan beriringan dengan Marsha.

Ada urusan apa mereka? Dan kenapa Ian kaya terpaksa gitu?

Akhirnya Indira pun mengikuti Devian dan Marsha yang ternyata menuju tangga darurat tanpa sadar Gilang membuntutinya.

“Lo mau apa sih, Sha, mengajak gue ke sini? Gue sudah ditunggu sama istri gue.”

“Gue masih sayang sama lo, Ian.”

Devian tersenyum sinis. “Jangan ngaco lo, Sha.” Devian ingin keluar namun Marsha menahannya.

“Hal yang paling buat gue happy adalah waktu gue balik ke Jakarta dan ketemu sama lo lagi. Dan hal yang paling buat gue sedih dimana gue dapat kenyataan kalau lo sudah menikah.”

“Dan harusnya lo sadar dan lupakan perasaan lo ke gue, karena gue sayang banget sama istri gue.”

“Tapi Yan, gue yakin, gue bakal jauh lebih sempurna dari istri lo, gue yang paling kenal lo dari dulu.”

Devian menggeleng. “Gue gak butuh istri sempurna, Sha, karena gue banyak kekurangan, tapi Indi bisa menerima semua kekurangan gue yang gue yakin banget, cewek manapun gak akan bisa kaya dia.”

“Gue gak bakal melupakan perasaan gue sama lo, gue bakal tunjukkan ke lo, kalau gue yang pantas buat lo dan lo bakal menerima gue.”

“Jangan buang waktu lo untuk hal yang gak akan pernah terjadi. Harusnya lo masih ingat, gue cowok gak normal yang susah banget jatuh cinta, tapi pertama kali gue lihat Indi, tanpa ragu gue langsung bisa jatuh cinta sama dia, jadi mau sampai kapanpun lo berusaha, gue gak akan pernah berpaling dari Indi.”

Devian ingin pergi namun Marsha malah memeluknya. “Please, Yan, gue sayang banget sama lo, kasih gue kesempatan.”

Devian berusaha melepaskan pelukan Marsha tapi Marsha kembali memeluknya.

“Lepasin suami gue!” Indira setengah berteriak.

Devian dan Marsha terkejut melihat Indira sudah berdiri di ambang pintu. Devian pun menjauhkan Marsha lalu menghampiri Indira yang ternyata malah berbalik pergi.

“Indi, tunggu..”

Indira berpapasan dengan Gilang yang langsung menangkap tangannya dan Indira menatapnya.

“Ndi, kamu baik-baik saja? Ada masalah apa?”

Devian menghampiri lalu menggandeng tangan Indira yang satunya. Indira menoleh ke Devian. “Gue jelaskan di rumah, oke?”

Indira menatap Devian lalu perlahan melepaskan tangan keduanya dan beranjak. Devian pun kembali menahannya.

“Please, gue jelaskan di rumah ya?”

“Gue mau menenangkan diri dulu.”

Indira pun pergi dan Devian hanya bisa menatapnya menjauh. Gilang pun bergantian menatap Indira dan juga Devian.

Ada apa masalah apa mereka?

Tidak lama kemudian, Devian pun pergi.

***

Devian memasang Bluetooth headsetnya kemudian menghubungi seseorang sambil tetap mencoba fokus dengan kemudi dan jalanan di depannya. setelah berdering 3x nomor yang dia tuju menjawab.

“Indi sudah pulang belum, Bi?”

“Belum, Mas, kan biasanya bareng sama Mas Ian.”

“Kalau Indi pulang, kabarin aku ya, Bi.”

“Iya, Mas.”

Devian mengakhiri sambungan teleponnya dan menambah kecepatan mobilnya. Kamu dimana, Ndi?

Setelah beberapa tempat dia datangi, Devian menghentikan mobilnya di parkiran pinggir pantai. Dia menelungkupkan kepalanya di kemudi sambil mencoba mengatur nafasnya yang sedikit sesak. Setelah merasa agak tenang, dia keluar dari mobil dan berjalan menuju pinggir pantai, tanpa tahu kalau Indira sedang duduk termenung menatap pantai dari pojokan meja café tidak jauh dari posisi Devian sekarang.

Devian berpaling dari TVnya ketika melihat Indira membuka pintu lalu masuk dan langsung mengunci pintu. Devianpun menghampirinya.

"Lo darimana saja? Gue khawatir banget sama lo."

Indira hanya tersenyum sinis lalu berjalan menuju tangga namun tangan Devian menahan lengannya.

"Kasih gue kesempatan buat menjelaskan semuanya."

"Gue capek banget dan gue mau langsung tidur."

Indira melepaskan pegangan tangan Devian lalu kembali beranjak dan kemudian menghela nafas ketika melihat Indira masuk ke dalam kamar tamu yang ada di samping kamar mereka.

Indira meletakan tasnya di tempat tidur setelah menyalakan lampu lalu duduk di karpet sambil menatap balkon kamarnya. Airmata pun menetes tanpa bisa dia tahan lagi. Terdengar ketukan dan suara Devian di depan pintu kamar namun dia menghiraukannya. Indira menelungkupkan kepalanya dan menangis.

Devian membuka pintu balkon kamarnya dan menoleh ke arah balkon kamar Indira yang terlihat terang karena lampu dari dalam kamar yang menyala. Ingin rasanya dia menyebrang ke sana dan menemui Indira namun niatnya dia urungkan karena ingin memberi waktu Indira agar merasa lebih tenang. Diapun menghela nafas lalu duduk di bangku balkon dan terdiam menatap langit yang terlihat gelap tanpa bintang.

Maafin gue, Ndi...

Keesokan paginya Devian kembali mengetuk pintu kamar di samping kamarnya namun tidak ada respon dari dalam. Devian menghela nafas lalu beranjak turun menuju ruang makan dan melihat Bibi sedang mengatur sarapan di meja. Devian pun duduk di salah satu bangku.

"Tadi pagi-pagi sekali, Mbak Indi masak nasi goreng dan sandwich kesukaan Mas Ian."

"Trus dia sudah sarapan?"

"Bibi cuma lihat dia minum susu sedikit setelah itu pergi. Bibi tanya kenapa gak bareng Mas Ian, dia cuma senyum saja. Kalian... Berantem lagi?"

Devian terdiam sambil menyendok sedikit nasi goreng ke piringnya. Bibi pun mengelus kepala Devian lalu pergi ke dapur meninggalkan Devian dengan lamunannya.

Indira memutar pelan cangkir teh yang ada di depannya tanpa ada niat meminumnya. Ponsel yang ada di samping cangkirnya kembali berdering tanpa ada niat juga dijawab olehnya. Sudah beberapa kali Devian menelepon dan juga mengirim pesan tapi dia masih bersikeras dengan pendiriannya karena rasa kecewanya walaupun dia percaya sekali dengan Devian. Indira akhirnya memutuskan untuk beranjak dari duduknya dan pergi tanpa sadar Gilang memperhatikannya terus.

Devian kemana? Tumben banget dia sendirian. Sebenarnya ada masalah apa mereka? Apa karena masalah kemarin?

“Kenapa rasanya sakit banget, Vi?”

Viana mengelus tangan Indira yang duduk di sampingnya.

“Gue yakin rasanya lebih sakit dibanding waktu lihat Gilang selingkuh.”

“Itu karena sekarang Ian suami lo, bukan cuma sekedar pacar lo. Siapapun pasti merasakan hal yang sama kaya lo pas lihat suami lo sama cewek lain, dan ditambah lo sudah jatuh cinta sama dia.”

“Apa benar gue sudah bisa menerima dia?”

“Cuma lo yang bisa jawab itu, dengar apa kata hati kecil lo, jangan lo tepis perasaan lo ke Ian dan kalau boleh kasih saran, selalu percaya kalau Ian gak bakal mengkhianati lo.”

"Gue mau banget percaya dia gak selingkuh, Vi, tapi saat ini gue merasa kecewa."

"Sekarang lo tenangin diri lo dulu ya, karena gue gak mau lo gegabah mengambil keputusan."

Indira lalu menyandarkan kepalanya di bahu Viana dan terdiam. Gilang hanya bisa terdiam mendengarkan mereka dari sebuah rak buku gak jauh dari tempat mereka.

Jadi Devian selingkuh? Dan Indi.. Dia benar-benar sudah jatuh cinta sama Devian?

***

"Ohh jadi karena itu kenapa Indi bisa marah banget sama lo?"

Devian berhenti melangkah menuju lift dan menoleh ke arah Gilang yang berjalan dari arah kantin. "Jangan sok tahu sama semua urusan dan masalah gue." Devian kembali berjalan.

"Tapi benarkan kalau lo itu.. selingkuh?"

Devian menghela nafas lalu berbalik menuju Gilang dan mencekal kerah kemejanya. "Gue sudah bilang dengan amat sangat jelas, jangan sok tahu."

Gilang mendengus sinis sambil melepaskan cekalan tangan Devian. "Dari awal sudah gue duga, lo bakal menyakiti Indi dan dugaan gue terbukti."

"Gue gak perlu menjelaskan apa-apa ke lo. Ini urusan gue sama Indi."

"Tapi gue gak terima lo selalu buat dia sedih dan harusnya dia memilih gue yang gak bakal pernah mengecewakan dia."

"Tapi buktinya apa, Lang? Dia lebih memilih menikah sama guekan daripada balik ke lo?"

"Gue bakal buat mata dan hatinya terbuka karena salah sudah memilih lo. Jadi jangan salahkan gue kalau someday gue bakal rebut dia dari lo, jadi mendingan lo sama selingkuhan lo saja dan Indi sama gue."

Devian tersenyum lalu memukul pipi Gilang yang membuat beberapa orang di sekitar mereka terkejut dan mengerubungi mereka.

"Jaga omongan lo. Indi bukan barang yang bisa lo ambil seenaknya. Dia istri gue dan selamanya bakal jadi istri gue."

"Tapi lo gak pantas buat dia, gue yang pantas!"

Devian kembali ingin melayangkan pukulannya namun tertahan ketika mendengar teriakan Indira. Devian dan Gilang melihat Indira menghampiri mereka bersama Viana. Indira menjauhkan Devian dari Gilang.

"Lo sudah janji sama gue buat gak memukul siapapun dengan alasan apapun." Indira berpaling ke Gilang yang memegang rahangnya. "Kamu gak papa, Kak?"

Gilang tersenyum sambil menggeleng. Indira kembali menatap Devian yang masih mencoba menstabilkan emosinya.

"Puas lo?"

Devian masih menatap Gilang dengan tangan terkepal. "Tapi gue punya alasan biar dia gak ngomong seenaknya lagi."

"Tapi lo sudah janji sama gue."

Devian berpaling ke Indira lalu tersenyum sinis. "Belain saja terus mantan lo itu." Devian lalu berbalik menerobos kerumunan orang yang pada akhirnya bubar dengan sendirinya.

Indira menatap Devian yang berjalan menuju pintu keluar lalu kembali berpaling ke Gilang. "Kamu beneran gak papa, Kak?"

"Aku gak papa kok, Ndi."

"Neng.." Viana menghadapkan Indira ke arahnya. "Kejar Ian, mau gimanapun lo harus dengar penjelasan dia dulu."

"Tapi gue gak membenarkan sikap dia, Vi."

"Tetap saja lo harus kejar dia."

"Kamu gak perlu kejar dia, Ndi." Indira berpaling ke Gilang. "Jelas-jelas dia sudah mengecewakan kamu lagi. Emang harusnya dari awal kamu gak memilih dia, tapi aku."

"Jangan sampai lo menyesal sudah melepas Ian." Sahut Viana lagi.

Indira terdiam sejenak lalu menghela nafas. "Maafin sikap Ian ya, Kak, dan aku duluan."

"Tapi, Ndi.."

"Bye." Indira lalu berlari keluar dari lobby.

"Lo sudah ngomong apa ke Ian sampai-sampai dia semarah itu?"

"Gue gak ngomong apa-apa." Gilang lalu pergi menuju kantin.

Gak berapa lama, sebuah pesan masuk ke dalam aplikasi chat Viana. Sebuah video dan dia langsung membuka dan menontonnya. Diapun tersenyum sinis sambil meneruskan video tersebut ke Indira.

Cara lo childish banget, Lang.

To be continued...

1
Zaza Eiyna
gilang vs Marsha
Yvonne Dumais
Episode nya tolong diterbitkan semua sekaligus donk...jangan satu2 setiap hari. terima kasih
Yvonne Dumais
episode nya tolong diterbitkan sekaligus semuanya donk....jgn satu persatu...terima kasih
Càröliné Gie White
Terimakasih bwt yang sudah baca story aku sampai sini... 🙏🥰
Putu Sriasih
Luar biasa
Càröliné Gie White
Jadi makin semangat buat up terus..
Càröliné Gie White
Iya kak, makasih buat supportnya ya 🙏
mustaqim jm
Masih baca sampe sini thor. semangat upnya
Pena Hitam
di ikalnin terus kak..
semangat yaa semoga booming
Galuh Jennaira
Mereka yang berantem, gw yang baper /Sob/
Galuh Jennaira
Ayo devian, buat indira jatuh cinta sama kamu
Galuh Jennaira
Bibit hadirnya pelakor
Galuh Jennaira
Devian cowok gentle bgt
mustaqim jm
Semangat upnya thor.
Pena Hitam
Bagus ko kak, penempatan kalimat maupun tanda baca juga tepat.
Cuma tambahan aja kak untuk dialognya di kurangi jd biar balance dengan penjelasan latar dll. Biar pembaca tidak bosan 🙏
Pena Hitam: sama-sama ka 🙏
Càröliné Gie White: Terimakasih kak masukannya..
total 2 replies
Càröliné Gie White
Selalu berusaha lebih baik dalam menulis.. Saran kalian amat sangatlah berarti.. Terimakasih sudah mampir utk membaca story aku..
Galuh Jennaira
Penggunaan gaya bahasa yang sederhana jd bisa dengan mudah diikuti.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!