Steven adalah seorang CEO perusahaan besar dipaksa menikah dengan gadis desa karena Stevan menabrak calon suami wanita tersebut.
Apa yang akan dilakukannya? padahal dia sudah mempunyai tunangan dan dalam waktu dekat dia akan menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon umi ayi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur sekamar
Ana membangunkan Stevan karena sudah waktunya maghrib dan menyuruh Stevan untuk mandi.
"Ini handuknya, tuan mandilah dulu." ana memberikan handuk bersih pada Stevan.
"Baiklah" Stevan bangun dari tempat tidur kemudian pandangannya menelisik kamar tapi ia tidak menemukan adanya kamar mandi.
"Tuan sedang mencari apa?" ana heran melihat Stevan seperti mencari sesuatu.
"Mana kamar mandinya?"
"Kamar mandinya diluar, dekat dapur."
"Ha? jadi tidak ada kamar mandi dikamar kamu?"
"Emang tuan pikir ini rumah tuan yang bisa bikin kamar mandi di dalam kamar?, kami cuma orang kampung yang sederhana tuan, jadi gak bisa buat kamar mandi di kamar seperti rumah tuan."
Stevan menghela nafas merasa enggan mandi di luar, ia malas jika harus membawa pakaian ganti dan ia paling tidak suka berganti pakaian di kamar mandi.
"Jadi aku mandi diluar ni?" tanya nya lagi.
"Ya iya lah, emangnya mau mandi dimana?" ana merasa lucu dengan mimik wajah Stevan, ia tahu jika Stevan tidak suka berganti pakaian dikamar mandi, itu sebabnya ia selalu melihat pemandangan tubuh atletis Stevan.
"Oke, baiklah. nanti akan ku buatkan kamar mandi dikamar mu agar aku gak mandi diluar lagi." ucap Stevan sembari melangkahkan kaki nya, ia berjalan ke dapur dan masuk kamar mandi disebelah dapur.
"Sayang." teriak Stevan membuat ana langsung berlari mengetuk pintu kamar mandi.
"Ada apa tu_" ucapnya terhenti, ia takut jika ibu dan bapak tahu ia memanggil Stevan dengan sebutan tuan. "Ada apa?" tanya ana mengetuk pintunya dan Stevan langsung keluar.
"Kamu nyuruh aku mandi air es?" ucap Stevan mengelap wajahnya dengan handuk. Baru saja ia mencuci wajah tanpa merasakan lebih dulu airnya langsung ia guyur ke wajahnya membuat ia memekik karena kedinginan.
"Bukan air es, tapi disini air nya memang dingin." jelas ana.
"Aku gak mau, aku bisa membeku mandi air dingin begini. Apa gak ada air panas?" tanya Stevan.
"Ada apa nak? kok heboh banget." ibu menghampiri penasaran kok rame banget dikamar mandi.
"Enggak papa buk, mas Stevan nya aja lebay, kena air dingin langsung menjerit." jelas ana.
"Aku gak biasa mandi air dingin buk" timpal Stevan.
"Ya udah, kamu masakin air panas untuk suami mu na." saran mama kemudian pergi lagi masuk kekamar nya.
Dengan terpaksa ana memasak air panas untuk mandi suaminya, Setelah mendapat air panas barulah Stevan mandi. Ia keluar kamar mandi dengan sudah rapi,mengenakan celana chinos selutut warna navy dan kaos putih.
Ana melihat Stevan tersenyum terpesona dengan ketampanan suaminya, Stevan memang selalu tampil memukau dengan pakaian apa pun. Sungguh beruntung bisa bersuamikan seorang Stevan, tampan plus tajir melintir.
"Kenapa liatnya begitu? aku tahu aku sangat tampan." ucap Stevan merasa percaya diri.
"Yee, siapa juga liatin tuan, orang aku liat baju tuan yang kekecilan kok." elak ana.
"Kekecilan? apa yang kecil?" Stevan menarik bajunya.
"Yah kekecilan nama nya kalo gak longgar."
"Ini bukan kekecilan sayangku, ini ngepas body." jelas Stevan tertawa.
"Tau ah, ya sudah sana sholat dulu." ana menunjukkan sajadah yang sudah ia gelar untuk Stevan.
"Kamu gak sholat?"
"Gak, lagi cuti." jawab ana.
"Ooh.." Stevan hanya ber oh ria kemudian memakai perlengkapan sholat dan melaksanakan sholat Maghrib.
"Assalamualaikum warahmatullah, assalamualaikum warahmatullah" selesai sholat ia menengadahkan tangannya berdoa, tidak tahu apa yang di do'akan nya, hanya dia dan tuhan lah yang tahu. Hehehe.
Ana hanya melihat Stevan, jantung nya berdebar, ada rasa bahagia melihat Stevan ada dirumah nya.Ingin sekali ana egois ingin memiliki Stevan menjadi suami seutuhnya untuk nya. Namun itu hanyalah mimpi ana yang tak mungkin tercapai. Ada seseorang diluar sana yang sudah melekat di hati suami nya.
Selesai sholat, ana mengajak Stevan untuk makan malam bersama orang tua nya. Mereka berempat sedang duduk menyantap makan malam mereka. Menu nya sangat sederhana namun entah mengapa itu membuat Stevan sangat menyukainya, Stevan sangat lahap memakan makanan yang ada didepannya. Seumur nya ia belum pernah memakan makanan sederhana seperti ini,namun rasa sangat luar biasa.
"Tambah lagi mas?"
"Boleh." jawabnya dan ana menuangkan nasi kedalam piring Stevan. " Kerang nya juga."
"Bagaimana nak Stevan? maaf cuma lauk sederhana saja." tutur bapak.
"Ini sangat enak pak, aku menyukainya." jawabnya tersenyum.
"Syukurlah kalo nak Stevan suka." timpal ibu.
"Kenapa gak pernah masak beginian dirumah?"
"Mana kita tau, aku pikir orang kaya gak akan suka dengan makanan seperti ini."
"Nanti dirumah masakin lagi seperti ini."
**
Disisi lain Stella uring-uringan karena Stevan yang tidak pulang sedari pagi. "Kemana sih kamu stev, masa aku ditinggal. Pernikahan kita baru aja sehari." Stella mencoba menghubungi nomer telepon Stevan namun tidak aktif.
"Aargggghh...." teriak Stella kesal, ia menyambar tas nya beranjak pergi, ia ingin melampiaskan kekesalannya namun saat dibawah ia dihentikan mama Inggrid.
"Mau kemana kamu malam malam begini Stella?" tanya mama Inggrid.
"Eh, mama. Cuma mau cari angin aja kok ma." jawab Stella santai.
"Stell, suami kamu lagi gak ada, sebaiknya kamu jangan keluyuran, gak baik."
"Ma, aku bosan dirumah terus, Stevan juga tidak kembali sedari pagi membuat akau kesal."
"Stevan kan ada kerja di luar kota, masa kamu gak tahu!"
"Apa? keluar kota?" tanya kaget, pasalnya Stevan tidak memberi tahu nya juga tidak mengabarinya.
"Sudah, sebaiknya kamu masuk, jaga lah Marwah suami mu, jangan keluar tanpa dampingan suami." ucap mama Inggrid kemudian meninggalkan Stella.
"Argh..dasar, gak mama gak anak sama saja." kesal ana memberengut kemudian kembali ke kamarnya.
*
"Tuan, apa sebaiknya tuan tidur diluar ya" ana merasa gelisah, ia tidak mungkin tidur sekamar dengan Stevan.
"Apa kamu mau orangtua mu tau masalah pernikahan kita?" Ana menggeleng membuat Steven tersenyum.
"Sinilah duduk dulu, aku mau bicara" Stevan menepuk tempat tidur sebelah ia duduk menyuruh ana duduk disebelahnya.
"Tuan mau bicara apa?"
"Ana, bisakah kau tidak memanggilku tuan. Aku suami mu bukan majikan mu."
"Bu..bukankah tuan yang mengatakan jika aku hanya pembantu dirumah tuan?" ana gugup dengan posisi sedekat ini dengan Stevan. Hawa nya terasa panas dan membuat ia sesak.
"Ana" Stevan menggenggam tangan ana.
"Bisakah kita lupakan itu? lupakan apa yang pernah aku tekankan sama kamu. Aku ingin kita menjalankan pernikahan kita yang sesungguhnya." Stevan mendekatkan wajahnya dengan wajah ana.
Menyadari apa yang akan Stevan lakukan ana langsung berdiri dan menaiki tempat tidur. Ia berbaring membelakangi Stevan dan menarik selimut menutupi tubuhnya sampai kepala.
Stevan menghela nafas, ternyata susah untuk meluluhkan ana, kemudian ia juga ikut membaringkan tubuhnya ditempat tidur yang sama, ia hanya memandangi ana yang berselimut tanpa berani dekat. Ia takut ana akan marah.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya para readers tercinta🥰🥰
Beri vote,like nya agar aku tetap bisa lanjut nulisnya.🥰🥰
