Dhea mencintai Vean, tapi Vean menjalin kasih dengan Fio—sahabat Dhea.
Mencintai seseorang sejak masih SMP, membuat Dhea terus saja berharap kalau cintanya akan bersambut. Sampai akhirnya gadis itu menyerah dan memilih pergi saat pria yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 Kelabu (Revisi)
Mereka akhirnya pergi meninggalkan Jakarta. Meninggalkan kenangan selama beberapa hari ada di sini.
Jam delapan, Fio pergi ke rumah sakit ditemani oleh Vean dan Arya.
Fio membuka pintu kamar Dhea.
"Kok sepi?"
Tidak ada satu orang pun yang ada di kamar itu, bahkan mereka melihat kalau barang-barang Dhea dan Clara sudah tidak ada lagi.
"Kamu tahu kalau mereka sudah pulang?" tanya Fio pada Arya.
"Kalau aku tahu, mana mungkin aku ada di sini."
"Kita ke kosan Dhea saja."
Satu jam lebih mereka tiba di kosan Dhea. Ternyata pemilik kos bilang kalau mereka sudah pergi.
"Aku juga tidak tahu," ucap Arya sebelum Fio bertanya.
"Apa kita ke bandara saja?"
"Mereka pasti sudah pergi, Fio," ucap Vean.
"Coba kamu telepon!" Fio meminta Arya untuk menghubungi Dhea, tapi ponsel gadis itu sudah tidak aktif.
Sekali lagi Dhea pergi tanpa pamit, dan sekali lagi mereka ditinggalkan begitu saja.
Tiga hari kemudian, mereka ada acara makan malam bersama, merayakan hari ulang tahun Bram.
"Kenapa sih, kamu murung terus?" tanya Mila.
"Ck, kenapa Dhea harus pergi lagi tanpa pamit?" Jujur saja, Fio benar-benar kecewa. Merasa tidak dianggap, dihargai, dan benar-benar dicampakkan. Persis seperti seorang kekasih yang ditinggalkan oleh kekasihnya.
"Sudahlah Sayang, ada bagusnya juga dia pergi, kan."
"Mama kok bicaranya begitu?"
"Kamu tidak lupa kan, kalau Dhea itu menyukai Vean?"
Arya langsung menoleh pada Mila.
"Jangan sampai dia menjadi duri dalam hubungan kamu dengan Vean." Mila memang tidak menyukai Dhea yang menyukai tunangan dari anaknya. Bisa saja kan, Dhea merebut Vean dengan cara apa pun.
"Dia itu gadis miskin, bermimpi menggapai langit!"
"Nyonya, jaga bicara Anda!" bentak Arya.
Suasana langsung sunyi. Benar-benar sunyi.
"Kamu berani membentak saya?"
"Memangnya kenapa saya harus takut?"
"Kamu! Jangan karena kamu sudah mendonorkan ginjal pada Vean, maka kamu menjadi besar kepala!"
"Mila!" ucap Bram
Brak
Arya menggebrak meja hingga makanan yang ada di atas meja berantakan.
"Dan jangan mengira, karena Anda orang kaya, maka pantas menghina kami karena kami miskin. Apa Anda tahu bagaimana kehidupan Dhea selama ini?"
"Memangnya apa yang kamu tahu?"
"Tentu saja banyak, bahkan lebih dari yang kalian tahu, karena kami dibesarkan di panti asuhan yang sama sejak kecil."
Mereka langsung terdiam, tidak menyangka dengan apa yang Arya katakan. Fio dan Vean melihat Arya. Mereka pikir, mereka adalah orang yang paling tahu tentang Dhea, orang yang paling dekat dengannya, dan mungkin orang yang paling mengerti Dhea.
"Dan untuk apa yang saya terima dari kebaikan Tuan Vean, bukan saya yang memintanya. Kalian yang memaksa saya untuk menerima pekerjaaan itu, dan semua fasilitas yang kalian berikan."
Arya lalu meletakkan key card dan kunci mobil di atas meja.
"Saya kembalikan semuanya, dan mulai saat ini kita tidak perlu bertemu lagi. Saya berhenti kerja pada Anda, Tuan. Untuk masalah kuliah, saya mendapatkan dari beasiswa."
"Arya ...."
"Maafkan saya, Dokter Bram. Terima kasih atas kebaikan dan perhatian Anda kepada Saya."
"Arya, tunggu!" Vean dan Juna mengejar Arya, tapi pria itu pergi dengan cepat.
"Kamu tidak sepantasnya berkata seperti itu, Mila."
"Aku hanya khawatir gadis itu akan merebut Vean."
"Kalau dia mau, pasti sudah dia lakukan sejak dulu," ucap Bram yang mengemukakan pendapatnya.
Akhirnya acara keluarga itu gagal. Rusak oleh perkataan seseorang yang tidak melihat waktu dan tempat, yang menyakiti perasaan orang lain demi melindungi anak kandungnya sendiri.
Beberapa bulan kemudian
Waktu berlalu semakin cepat, hujan turun dengan derasnya, membasahi jalanan kota di tengah kemacetan lalu lintas.
Vean tidak tahu apa yang terjadi dalam hidupnya. Arya benar-benar pergi, dan juga sama seperti Dhea, tidak bisa dihubungi sama sekali. Mereka memang sudah lulus kuliah, tidak membutuhkan waktu lama untuk otak cerdas seperti mereka.
Apa mungkin dia kembali pergi untuk mencari keluarganya?
Vean ingat apa yang Bram katakan, kalau dia hanya minta didoakan agar bisa segera bertemu dengan keluarganya. Dan perkataan Arya yang mengatakan kalau dia lebih suka kerja lapangan, lebih suka bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya.
Hampa
Itulah yang Vean rasakan.
Dia seperti hidup tapi tak hidup
Bernyawa tapi tak berjiwa
Fio hanya bisa menghela nafas, semakin hari sikap Vean semakin dingin. Bukan hanya padanya, tapi juga orang-orang sekitarnya.
Juna sebagai saudara dan sahabat juga tak bisa melakukan apa-apa.
Apa kita merasakan kelabu yang sama?
Di tempat Dhea, ternyata juga sedang turun hujan. Dia menulis di jendela yang berkabut.
Miss you ....
Lalu dia mengusap jendela berkabut itu. Cuaca seperti ini memang bisa membuat siapa saja menjadi melankolis.
Langit kelabu, begitu juga dengan hatiku.
sy mencari2 cerita yg berbeda..kebanyakan sama....hy beda nama tokok dan sedikit alur..trus klaim mrk yg awal membuat cerita..muak saya.
terima kasih thor,membuat cerita yg bagus..ah,knp baru nemu sy cerita bagus gini
cintanya dipupuk hingga subur
dimana nih rasa malunya
aku juga pernah lho namnya cinta dalam diam sama pacarnya sahabat sendiri tapi gk kyk Dhea terang²an dengan mengejar seseorang yang tak pasti!!
sakit hati kan rasanya ditolakk !!,,
udah baca 3 kali, udah tau Endingnya kek mana, tapi kenapa gk bisa nahan air mata