Tukar Suami?

Arah rumah Amanda berlawanan dengan rumah Karel jadi aku diantar Amanda sampai di halte bus trans yang rutenya keliling kota. Dan kalau aku naik ini akan sampai di dekat rumah Karel. Walaupun harus muter-muter kota dulu, tidak masalah lah.

Begitu bus kota tiba aku segera naik, kebetulan agak sepi jadi masih bisa dapat tempat duduk. Katika sudah naik seseorang mendekat, dia nggak duduk disampingku malah disebrang. Orang itu Pak Zain.

"Tumben naik bis ini Bu Ruby? " tanya Zain.

"Iya Pak, bis ini melewati rumah suamiku. " jawabku.

Dia manggut-manggut.

"Saya denger bu Ruby dijodohkan ya? " dia kali ini nanya hal sensitif. Sebenarnya aku agak malu dengan istilah dijodohkan kesannya aku nggak bisa nyari jodoh sendiri.

"Iya Pak"

"Apa bu Ruby baik-baik saja? " tanyanya yang membingungkan. Emang dia nggak bisa lihat apa aku baik-baik saja begini.

"Iya"

"Apa bahagia? " apa sih maksud ini orang ngapain nanya perasaan ku segala.

"Alhamdulillah"

"Syukurlah saya jadi lega. " lah ngapain dia lega segala. Aneh!.

Lalu kami saling diam. Sebenarnya kata Amanda, Zain ini suka sama aku. Tapi ya gitu dia nggak pernah bilang, kalau bilang sebelum aku nikah aku juga bakalan nolak sih. Banyak yang bilang dia ganteng, tubuhnya memang atletis dia mantan atlit basket yang nyasar jadi guru olah raga. Murid-murid yang sudah memasuki masa puberitas remaja pada ngefan sama guru mereka ini. Dan ada juga yang ngeshipin ke aku, hah mereka kira gurunya artis kali ya di shiperin. Tapi aku nggak pernah menganggap dia lebih dari rekan kerjaku saja. Bukan tipe ku soalnya.

Tidak terasa sudah dekat tujuanku, aku berdiri dan entah kenapa Zain juga ikut berdiri.

Ah, bodo amat ah.

Setelah bis berhenti aku turun dan Zain juga turun.

"Loh daerah sini juga rumah kamu? " tanya Zain sepertinya juga terkejut kita turun di halte yang sama.

"Iya Pak, itu masuk perumahan. " Tunjuk ku pada gerbang besar.

"Ohhh rumah nomer berapa? aku juga tinggal diperumahan itu. " hah ternyata kami bertetangga?

Iya sih Zain ini kalau ke sekolah motornya bagus mirip punya Karel, nggak kaget juga kalau dia tinggal di perumahan elit ini.

"Nomer dua ratus lima puluh." jawabku mengingat nomer rumah Karel.

"Kaya ya ternyata suami bu Ruby, aku yang dibelakang kok. Bukan yang didepan sini, kalau didaerah nomer dua ratusan emang tajir-tajir."katanya.

Lalu kami berjalan memasuki perumahan.

"Biasanya naik motor Pak? "

"Iya,lagi diservic seharusnya kemarin jadi malah molor. Sebel juga saya" dia curhat gitu nggak sih.

Kami sudah sampai didepan gerbang rumah Karel.

"Loh kamu istrinya Keenan ya?"pertanyaan Zain bikin aku kaget.

"Lah pak Zain kenal Keenan? "

"Saya temen SDnya Karel, saya kenal keduanya tapi ya nggak deket sih. " jawabnya. Ini gimana sih katanya temen Karel kenapa malah nebak aku istrinya Keenan.

"Saya istrinya Karel pak"

"Hah? " dia kaget.

Kenapa juga dia mesti kaget segala. Apa aku nggak pantes buat jadi istrinya Karel?

"Oh maaf, kenapa bukan Keenan saja? " lah kok aneh pertanyaan ini orang.

"Memang kenapa pak kalau saya istrinya Karel?"

"Ya agak tidak imbang saja, Bu Ruby wanita baik dan bersahaja. Karel tidak pantas buat bu Ruby, dia brandalan gitu. Apa Bu Ruby yakin? seharusnya ibu menolak dulu. Karel bukan pria baik buat bu Ruby. Dia jauh sekali menyimpang dari kita." aku sampai melongo denger Zain mode ghibah.

Dia memang pria alim dan kelihatan baik-baik dan hidup sehat tapi ternyata mulutnya juga bisa julid.

"Bapak nggak bisa menilai orang dari covernya saja. Saya sebagai istrinya tersinggung loh anda menjelekkan suami saya"

"Maaf bu, cuma saya bilang apa adanya saja. Nanti bu Ruby juga bakalan tahu seperti apa Karel itu, dia bisa dikatakan anak nakal. Cuma karena orang tuanya kaya saja bisa menyelamatkan dia dari hukum. " Zain membuat ku bertanya-tanya apa maksud nya.

"Memang dia berbuat kriminal? "

"Bu Ruby tanya saja sama suami ibu, saya duluan ya bu. Maaf nggak bisa menyelamatkan ibu dari perjodohan waktu itu. Karena saya pikir bu Ruby dijodohkan dengan pria baik-baik. " Zain lalu pergi setelah membuat kepalaku bertanya-tanya.