🏆 Novel Lomba Menulis Tahun 2022 🏆
Kisah seorang ratu yang bereinkarnasi ke masa depan menjadi gadis biasa yang lugu untuk menebus segala dosanya yang telah lalu akibat kegemarannya yang suka berperang dan membunuh ribuan orang dalam perang kerajaan yang di pimpinnya.
Bertemu seorang pria berondong yang bodoh yang tak sengaja ia temukan di depan toko roti tempatnya bekerja.
Ternyata pria tersebut seorang CEO Amnesia yang tidak diketahui identitas pribadinya sampai CEO Amnesia itu mendapatkan ingatannya kembali setelah jatuh dari toilet.
Tetapi CEO itu hanya mengingat wanita lain dan menganggap gadis itu sebagai pengganti wanita lain itu.
Bagaimana kisah kasih ideal mereka akankah keduanya bersama dan menikah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 BERTENGKAR...
Batang Dewi berlari cepat memasuki rumah mewah milik Magani Ogya yang berlantai tiga seraya melewati jalan luas di area ruangan menuju ke lantai atas.
Magani Ogya mengejar Batang Dewi yang terlihat emosi dengan kejadian di Restauran tadi.
''Batang Dewi !'', panggil Magani Ogya.
Namun, Batang Dewi tidak menghiraukan sama sekali panggilan dari Magani Ogya kepadanya dan terus berlari cepat menuju tangga luas ditengah ruangan rumah.
''Batang Dewi !'', panggil Magani Ogya sekali lagi.
Pria tampan itu sejenak menghela nafasnya seraya berhenti lalu menatap ke arah Batang Dewi yang telah berlari menaiki anak-anak tangga.
Magani Ogya menggelengkan kepalanya pelan lalu mengusap kepalanya seraya mengacak-acak rambutnya.
Mendengus kesal saat melihat sikap Batang Dewi yang membuat dirinya bingung.
''Fuih !? Ada apa ini !?'', keluh Magani Ogya. ''Kenapa dengan dia ? Sejak tadi menekuk wajahnya terus !?'', sambungnya.
Magani Ogya mendongakkan kepalanya ke arah atas lalu menghembuskan nafasnya kuat-kuat.
''Batang Dewi ! Tunggu !'', panggil Magani Ogya.
Seorang wanita yang melihat kejadian diantara Magani Ogya dan Batang Dewi berjalan cepat menghampiri Magani Ogya yang berdiri tepat di depan tangga naik.
Magani Ogya hendak melangkahkan kakinya menaiki anak tangga tetapi urung dilakukannya karena seseorang mencegahnya.
''Magani Ogya !'', panggil suara seorang wanita. ''Berhenti !''
Wanita itu menahan tangan Magani Ogya ketika pria muda itu akan naik ke atas.
Magani Ogya menghentikan langkah kakinya seraya menoleh ke arah suara wanita yang berdiri disampingnya.
''Bibi Donna Cara !'', ucap Magani Ogya.
''Untuk apa kamu mengejarnya ?'', kata Bibi Donna Cara.
Tatapan wanita paruh baya itu terlihat tidak senang dengan sikap yang ditunjukkan oleh Batang Dewi kepada Magani Ogya.
Magani Ogya terdiam lalu berdiri tegak sambil mengusap rambutnya sedangkan salah satu tangannya berada di dalam saku celananya.
Ekspresi wajah Magani Ogya tampak resah ketika bibinya mencium hubungan dia dan Batang Dewi tidak seperti yang dia katakan bahwa mereka memiliki hubungan cinta tapi sebaliknya.
''Ehk !? A--da apa bibi memanggilku ?'', ucap Magani Ogya.
''Ada apa denganmu Magani Ogya ?'', kata Bibi Donna Cara. ''Tidakkah kamu berpikir bahwa perempuan itu tidak menyukaimu ? Untuk apa kamu mempertahankannya ?'', sambungnya.
Tampak Bibi Donna Cara marah terhadap Magani Ogya yang tidak tegas pada dirinya sendiri.
''Kamu berusaha meyakinkan bibimu ini atau kau ingin berpura-pura pada bibi jika semua yang kalian lakukan hanyalah sandiwara ?'', kata Bibi Donna Cara. ''Atau apa ?''
Bibi Donna Cara menatap tajam Magani Ogya sembari memegangi tangan keponakan tersayangnya kuat-kuat.
''Sudah aku katakan padamu jika perempuan itu tidak pantas untukmu, Magani Ogya !'', kata Bibi Donna Cara. ''Dia terlalu bodoh dan hina !''
Magani Ogya tersentak kaget mendengar ucapan dari Bibi Donna Cara tentang caranya menyebut Batang Dewi.
''CUKUP, BIBI !!! CUKUP !!!'', sahut Magani Ogya.
Kedua tangan Magani Ogya terangkat ke atas lalu dia usapkan kembali ke rambutnya dengan asal.
''Biarkan aku dengan urusanku sendiri ! Tolong bibi ! Aku ingin sendiri !'', ucap Magani Ogya.
Wanita paruh baya itu tersentak lalu menatap dingin ke arah Magani Ogya sambil menengadahkan kepalanya tegak.
Donna Cara menggenggam erat kedua tangannya seraya berkata.
''Aku telah lama bersamamu dan membesarkanmu hingga kau dewasa... Tidak satupun balas jasa yang aku harapkan darimu, keponakanku ! Karena aku telah menganggapmu seperti anak kandungku sendiri...''
Donna Cara menahan gemuruh hatinya saat dia merasa kecewa.
''Oh, bibi ! Bukan seperti itu maksudku !'', kata Magani Ogya membela diri.
''Tapi kau telah berubah !'', sahut Bibi Donna Cara.
''Apa maksudmu, bibi ?'', ucap Magani Ogya.
''Sejak kau menghilang selama dua bulan lebih lalu membawa perempuan itu ke rumah ini tanpa memberi kabar apapun yang membuat kami cemas... Kau berubah, Magani Ogya !'', kata Bibi Donna Cara.
''Tidak, bibi ! Aku tidak pernah berubah sama sekali seperti yang kamu maksudkan !'', jawab Magani Ogya.
''Tidak ? Tidak katamu ?'', kata Bibi Donna Cara.
Donna Cara tersenyum tipis seraya memalingkan muka sekilas lalu menatap kembali Magani Ogya.
''Iya'', sahut Magani Ogya datar.
''Lepaskan dia, Magani !'', kata Bibi Donna Cara. ''Apa kau tidak pernah menyadari bahwa perempuan itu tidak layak untukmu ?''
Magani Ogya menghela nafas panjangnya lalu terpejam.
''Dengarkan aku, Magani Ogya !'', ucap Bibi Donna Cara mencoba menyadarkan keponakan tersayangnya.
''Aku mohon bibi... Aku tidak ingin bertengkar denganmu... Tolong biarkan aku sendiri...'', kata Magani Ogya.
''Magani Ogya ! Lihat aku, nak !'', ucap Bibi Donna Cara.
''Bibi... Aku mohon...'', sahut Magani Ogya malas.
Donna Cara menggenggam kedua lengan Magani Ogya kuat-kuat seraya menatapnya serius.
''Magani Ogya ! Lepaskanlah perempuan itu ! Dan mulailah hidup baru ! Dia tidak pantas untukmu, nak !'', kata Bibi Donna Cara. ''Apa yang telah meracuni pikiranmu itu ?'', sambungnya.
''Bibi...'', gumam Magani Ogya lirih.
Donna Cara terus mengguncangkan lengan Magani Ogya agar keponakannya itu sadar dengan keputusannya yang mempertahankan Batang Dewi yang menurutnya tidak pantas bagi Magani Ogya.
Dilihat dari status mereka yang jauh berbeda bahkan cara mereka hidup sangatlah tidak sama dan benar-benar tidak cocok jika keduanya disandingkan meski itu hanya lewat sebuah foto bergambar sekalipun.
''Aku mohon, Magani ! Apapun yang kau minta dariku akan bibi turuti, nak... Tapi aku memohon padamu dengan sangat agar kamu melepaskan perempuan itu !'', ucap Bibi Donna Cara memohon.
Donna Cara hampir putus asa melihat keponakannya harus jatuh karena peristiwa silam yang melukainya.
Wanita itu tahu kalau Magani Ogya sebenarnya terluka atas pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan tunangannya dulu yang meninggalkannya di hari pertunangan mereka hingga dia mengalami trauma serta peristiwa yang pahit.
Donna Cara menahan tangisannya sambil mencoba memeluk keponakan tersayangnya tetapi Magani Ogya menolaknya dengan menjauhkan dirinya dari Bibi Donna Cara.
''Tolong menjauhlah dariku, bibi...'', ucap Magani Ogya lesu.
''Tidak, keponakanku ! Tidak, nak !'', sahut Bibi Donna Cara. ''Aku mohon, tolong dengarkan bibi ! Aku tahu kau masih frustasi dengan kejadian yang menimpamu...'', sambungnya.
''Bibi... Aku mohon...'', ucap Magani Ogya.
''Kau masih tidak bisa melupakan Ananta Brasco karena itu kau membuat dirimu hancur dan terpuruk tapi cobalah kamu membuka kedua matamu lebar-lebar bahwa kau lebih pantas untuk hidup bahagia, nak !'', tegas Bibi Donna Cara.
''Apa maksud perkataanmu, bibi ?'', kata Magani Ogya terperangah kaget.
''Kau masih mencintai Ananta Brasco ! Dan kau membuat hidupmu sendiri sulit karenanya ! Sadarlah Magani Ogya !'', sahut Bibi Donna Cara.
''Aku !?'', ucap Magani Ogya dingin.
Magani Ogya berjalan menjauh dari Donna Cara, bibinya yang berdiri menatapnya.
''Tidak, bibi !'', sahut Magani Ogya. ''Itu tidaklah benar yang kamu katakan !'', sambungnya.
Magani Ogya membalik badan lalu memandang dingin wanita paruh baya yang telah membesarkan dirinya sejak masih kecil ketika ibu kandungnya tiada.
Pria tampan maskulin itu yang masih muda kemudian menarik nafasnya dalam-dalam sembari memejamkan kedua matanya.
Diusapnya sudut matanya yang berair lalu dia menoleh kembali kepada Bibi Donna Cara.
''Aku tidak pernah lagi mengingat wanita itu bahkan sedetikpun dari waktu yang ada, aku tidak pernah lagi memiliki perasaan apapun pada Ananta, seiring kepergiannya dari hidupku... Dia... Telah lama aku lupakan dalam hatiku, bibi...'', ucap Magani Ogya.
Kata-kata Magani Ogya dingin, sedingin tatapan matanya saat memandang kosong Donna Cara.
''Aku tidak pernah lagi mencintai wanita seperti itu... Buatku dia telah mati ribuan kali bahkan jutaan tahun lamanya... Aku tidak akan pernah ingin berurusan dengannya !'', lanjut Magani Ogya.
''Magani... !?'', ucap Bibi Donna Cara lirih.
''Dia bukan siapa-siapa buatku ! Jangankan niat memikirkannya, tidak sebersitpun itu ada atau terlintas dalam pikiranku, bibi !'', sahut Magani Ogya.
''Nak... '', ucap Donna Cara cemas.
''Dan sejak dia pergi meninggalkanku maka sejak itu pulalah hatiku telah mati untuknya ! Dan perlu bibi ketahui bahwa aku telah lama melupakannya serta meninggalkannya !'', kata Magani Ogya.
''Haruskah kamu menjatuhkan dirimu dalam pelukan perempuan seperti dia ? Tidak adakah yang lebih baik untukmu selain dia ?'', ucap Bibi Donna Cara.
Kedua tangan Donna Cara bergetar hebat saat saling menggenggam erat sedangkan bibirnya gemetar pucat.
''Aku tidak pernah menjatuhkan diriku dalam keterpurukan karena Batang Dewi bagiku adalah sumber hidupku..., semangatku... Bahkan mungkin jiwaku yang tidak akan pernah tergantikan dalam hatiku...'', sahut Magani Ogya.
''Nak ! Sadarlah !'', ucap Bibi Donna Cara memohon.
Magani Ogya hanya menjawab dengan gelengan kepala pelan seraya tersenyum tipis.
''Sekali aku memutuskan untuk mempertahankannya maka aku akan terus mempertahankannya, bibi !'', sahut Magani Ogya. ''Tolong, maafkan aku...''
Di atas terlihat sosok Batang Dewi yang bersembunyi di balik pilar ruangan yang kokoh.
Mendengarkan pembicaraan antara Magani Ogya dengan Donna Cara.
Tampak ekspresi wajah Batang Dewi yang muram ketika mendengarkan semua pembicaraan keduanya yang membicarakan tentang dirinya.
Pandangan Batang Dewi berubah sendu ketika nama Ananta Brasco diangkat dalam topik pembicaraan mereka yang tentunya membuat luka hati Batang Dewi atas sikap penolakan yang dilakukan oleh Donna Cara kepada dirinya.
Terdengar kembali suara Donna Cara saat Magani Ogya hendak naik.
''Magani Ogya ! Aku tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian !'', kata Bibi Donna Cara.
Nada bicara yang coba diucapkan oleh Donna Cara seakan-akan dia tekankan agar Magani Ogya mengubah pikirannya.
''Aku sebagai bibimu dengan tegas menolak hubungan diantara kalian yang aku pikir tidaklah pantas buat kalian !'', ucap Bibi Donna Cara kesal. ''Dia hanya perempuan biasa, Magani Ogya !''
''Apapun yang bibi katakan, aku tidak akan pernah mengubah keputusanku, bibi !'', sahut Magani Ogya sembari memalingkan muka ke arah wanita paruh baya itu.
''Magani Ogya !!!'', ucap Bibi Donna Cara marah.
Berusaha menahan Magani Ogya tetapi pria muda itu berhasil menghindar dari Donna Cara dan buru-buru naik ke atas.
Magani Ogya berlalu tanpa memperdulikan lagi ucapan Bibi Donna Cara yang berteriak keras memanggilnya dari bawah tangga.
Pada saat Magani Ogya berjalan di tengah-tengah anak tangga lalu mendongakkan kepalanya ke atas tanpa sengaja, dia melihat Batang Dewi yang berdiri di balik pilar ruangan.
Menatapnya dingin dengan bibir mengatup rapat.
Magani Ogya terhenyak sesaat ketika menyadari kehadiran Batang Dewi di lantai atas lalu berlari menyusulnya cepat-cepat seraya memanggil namanya keras.
''Batang Dewi !!!''