Dinda Lestari baru saja diterima di sebuah Perusahaan Multinasional sebagai Intern. Di hari pertamanya bekerja, seorang pria dewasa menarik perhatiannya. Dia adalah Arya Pradana, Kepala Divisi Business and Partners yang kabarnya sudah pernah menikah dan bercerai. Dia cerdas, berwibawa, dan tegas.
Baru beberapa minggu bekerja, Bunda Dinda menjodohkannya dengan putera temannya, penyelamat keluarga mereka saat diambang kehancuran dulu. Siapa sangka putera yang dimaksud adalah Arya Pradana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hermosa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Sakit Bagian 2
Pagi menjelang, Arya mengerjap - ngerjapkan matanya untuk bangun. Ia merasa badannya mulai lebih baik dan ringan. Tapi rasa pegal luar biasa masih terasa di beberapa bagian tubuhnya.
Arya mengedarkan pandangan ke segala arah dan mendapati kepala Dinda sudah berada di sampingnya sambil menggenggam tangannya.
Arya baru saja ingin menyibak rambut yang menutupi wajah gadis itu, tetapi Dinda sudah terlanjur bangun. Ia meletakkan telapak tangannya di kening Arya dan mengangguk - angguk sambil tersenyum.
“Akhirnya turun juga panasnya. Ujar Dinda.
Dia kemudian bangun dari tempat tidur dan mengambil mangkok berisi kompresan menuju kamar mandi. Tak lama, suara shower terdengar yang menandakan gadis itu sudah memulai rutinitas paginya.
“Dindaa.. Arya.. buka pintunya sayang.” Ujar Inggit dari luar pintu kamar.
Dinda masih di kamar mandi. Sehingga, Arya harus bangun dan membukakan pintu.
Rupanya Inggit sudah ada bersama Bi Rumi yang membawakan sarapan mereka langsung ke kamar. Bi Rumi menaruh sarapan itu di meja ruang tamu di dalam kamar Arya. Sementara Inggit memeriksa suhu tubuh puteranya.
“Demam kamu sudah turun? Gimana badan kamu, sudah mendingan?”, tanya Inggit.
“Hm. Sudah jauh lebih baik” Jawab Arya.
Suaranya masih lemah, matanya juga masih sayu, tetapi wajahnya sudah tidak pucat lagi.
“Bener kan mama. Kamu gak bakal menyesal mama jodohkan dengan Dinda. Mama yakin semalaman dia gak tidur karena sibuk mengecek kondisi kamu” Kata Inggit dengan bangga.
“Asal kamu tahu, dini hari tadi, dia bangunin mama untuk tanya tentang kamu. Apa yang harus dia lakukan dan pastikan. Apa harus pastikan kamu makan, suhu tubuh harus berapa, AC harus dinyalakan atau engga.”, Terang Inggit.
Arya hanya menyimak.
“Mama jamin. Ga ada yang setulus dia, Arya. Hm… Mama senang, mama gak salah pilih menantu.” Kata Inggit memuji dirinya sendiri.
Inggit memang sangat kagum dengan sikap Dinda. Dia tahu Dinda anak yang tidak macam - macam. Setidaknya tidak seperti gadis - gadis dulu yang pernah dekat dengan Arya termasuk mantan istrinya. Tapi Inggit sama sekali tidak mengira, Dinda setulus ini.
Arya kembali memikirkan momen tadi malam. Sesaat dia mengakui bahwa perkataan mamanya benar. Tapi Arya hanya diam dan memilih untuk tidak menanggapinya.
Inggit tak berlama - lama. Ia pamit keluar untuk sarapan bersama yang lain di bawah. Ia memerintahkan Arya untuk mengambil cuti sakit hari ini. Istirahat total.
Meski sempat uring - uringan. Akhirnya Arya setuju. Toh, dia bisa tetap lanjut di ruang kerjanya secara virtual.
30 menit kemudian, Dinda keluar dari kamar mandi lengkap dengan handuk kimononya. Dia sudah mengeringkan rambutnya yang basah tetapi belum sempurna.
Dinda, gadis ini memang sangat konservatif terhadap hubungan pria dan wanita. Setidaknya itu yang Arya rasakan saat bersamanya.
Arya juga mulai memperhatikan Dinda di kantor. Meski rekan sesama timnya kebanyakan adalah pria, tetapi Dinda memastikan untuk menjaga jarak saat bersenda gurau atau berkomunikasi dengan mereka.
Dinda juga tidak semudah itu membiarkan Arya menyentuhnya meski status mereka sudah menikah. Dengar dari mamanya, Dinda juga belum pernah pacaran sampai mereka menikah.
“Kenapa Pak Arya?” Tanya Dinda.
“Oh?” Tanpa sadar, Arya memperhatikan Dinda begitu intens.
Merasa diperhatikan, Dinda memperbaiki letak handuk kimononya. Ia memastikan tidak ada yang terbuka.
“Heh.. kamu pikir saya mau ngapain?” Protes Arya saat melihat tindakan istrinya.
“Habis Pak Arya melihat saya seperti itu.” Balas Dinda.
Arya tidak berkomentar lagi dan duduk manis di kursinya.
“Wah… sarapannya sudah ada.. Wah bubur ayam. Aku suka”, kata Dinda girang dan segera duduk di hadapan Arya.
Belakangan ini, dia sudah mulai bisa mengeluarkan isi hatinya terhadap hal yang dia sukai di depan Arya.
“Saya gak nanya makanan kesukaan kamu. Lebih baik kamu kenakan baju kamu. Baru duduk yang rapi dan makan.” Balas Arya tegas.
‘Sepertinya pak Arya sudah sembuh total. Buktinya dia sudah bisa ketus.’ Dinda tersenyum.
“Pak Arya hari ini ke kantor?” Dinda memberanikan diri bertanya. Aneh rasanya makan berdua dalam keheningan. Biasanya mereka selalu makan di meja makan bawah.
Ada Inggit, Kuswan, dan Bi Rumi yang berseliweran. Ada Ibas yang rame dan Andin yang sibuk dengan kedua puteranya.
“Saya online dari rumah saja. Kamu minta antar pak Cecep.” Balas Arya singkat di sela - sela suapan bubur-nya.
“Gapapa Pak. Saya naik ojol aja. Lebih cepat.” Jawab Dinda yang tidak dibalas lagi oleh Arya.
“Bi Rumi hebat, ya. Beliau bisa masak semua menu tradisional. Mulai dari rujak, pempek, tahu gimbal, bubur ayam, soto, aku berasa makan di restoran setiap hari.” Ungkap Dinda. Tanpa sadar dia sudah berceloteh panjang.
“Pak Arya, saya boleh bertanya sesuatu?”, Tanya Dinda.
“Ngomong aja. Dari tadi kamu ga berhenti ngomong, kan!”, Jawab Arya.
“Di kantor lagi ribet, ya? Sampai Pak Arya harus lembur kaya tadi malam?” Tanya Dinda sambil memasukkan satu sendok bubur ke dalam mulutnya.
“Emang kantor gak pernah gak ribet? Selalu ribet, kan?” Balas Arya dengan nada ketusnya.
“Tapi saya gak pernah lihat pak Erick sampai lembur tengah malam.” Ujar Dinda.
“Tahu apa kamu? Jam 6 sudah pulang. Lagian, gaji saya sama Erick memangnya sama?” Sahut Arya.
“Hmm.. iya juga sih. Pak Arya udah lama ya kerja di kantor yang ini?” Dinda mulai nyaman untuk melontarkan beberapa pertanyaan lagi.
“Kamu lagi interview saya? Udah sana habiskan makanannya dan cepat berangkat ke kantor.” Sayangnya, Arya tak lagi menjawab pertanyaannya.
Dinda hanya bisa menunjukkan wajah cemberut. Dinda ingin sekali bisa mengobrol santai dengan Arya. Dia ingin mencoba mengetahui lebih dalam tentang pria itu.
Hubungan ini tidak bisa mengambang tanpa tujuan begitu saja. Sampai sekarang, sikap Arya juga masih abu - abu. Dinda tidak tahu apakah Arya serius dengan pernikahan ini atau tidak.
Akhirnya pagi itu dilewatkan dengan sarapan bersama di kamar mereka. Sejam kemudian Dinda bergerak ke kantor diantar oleh Pak Cecep. Dinda awalnya bersikeras ingin menggunakan ojek online tetapi Inggit memaksa pak Cecep saja yang mengantar.
Berkat hal itu, Dinda bisa menambah jam tidurnya. Ia menghabiskan sepanjang perjalanan dengan tidur di dalam mobil, hal yang selama ini sekuat tenaga ia tahan saat berangkat bersama Arya.
Disisi lain, Arya hanya bisa minum obat dan istirahat sebentar sebelum masuk ruang kerja di kamarnya.