Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Jelita menggeliat pelan, tubuhnya terasa hangat dan nyaman dalam dekapan tubuh kekar Evan. Dia masih belum begitu sadar situasinya saat ini. Separuh ingatannya masik milik kemarin.
Tubuh Jelita tersentak kaget saat jemarinya menyentuh jari-jari Evan yang memeluk pinggangnya.
"Hey, ini aku sayang. Kau sudah bebas sekarang." bisik Evan dengan suara pelan.
"Evan?"
"Iya sayang," sahut Evan sembari mencium rambut hitam Jelita.
"Jam berapa sekarang?"
"Jam lima sore, ada apa bertanya jam?" Evan balik tanya dengan mata menyipit.
"Jam lima sore? Itu berarti kalian sudah menikah tadi pagi?!" seru Jelita sembari mendorong tubuh Evan menjauh dari tubuhnya. Evan terbahak sembari kembali meraih tubuh istrinya. Tapi Jelita kembali mendorong tubuh Evan.
"Jangan dekat!" sungut Jelita kesal.
"Hey, siapa yang menikah tadi pagi?"
"Kamulah!" sungut Jelita sembari menatap jengkel.
"Bagaimana mau menikah, kalau pengantin wanitanya saja menghilang dan masih belum ketemu." sahut Evan.
"Calon istrimu hilang?" tanya Jelita sembari membulatkan matanya.
"Calon istri apa? yang ada hanya istri bukan calon istri. Sayang mau di madu? kalau aku punya calon istri." protes Evan.
"Bukannya kamu kemarin sangat setuju menikahi Kalista." sungut Jelita masih merasa kesal dengan keputusan Evan kemarin.
"Itu karena terpaksa sayang, tapi dia memang cantik bukan?" goda Evan. Wajah Jelita seketika berubah masam.
"Cih! Cantik!"
Evan tertawa melihat wajah cantik istrinya terlihat masam. Terlihat jelas kalau dia sedang dilanda cemburu dengan Kalista.
"Aku mana mungkin menduakanmu sayang. Tapi pada saat itu kamu masih berada digenggaman mereka. Aku mana ada pilihan selain mengiyakan kemauan lelaki tua itu. Jangan berpikir macam-macam. Suamimu ini bukan tipe lelaki yang suka mendua hanya karena wanita cantik. Paham." Kecupan hangat mendarat dikening Jelita diakhir kalimat Evan.
"Lalu, hilangnya Kalista apa itu perbuatanmu?" selidik Jelita.
Evan menarik napas berat. "Iya, aku akan melepasnya saat kita sampai di kota A. Untuk saat ini dia masih kita butuhkan untuk meredam pergerakan orang-orangnya Frans." Jelas Evan. Dia takut istrinya salah paham dengan tujuannnya menahan Kalista.
"Bukan karena kau memendam maksud lain?" tanya Jelita masih tak puas dengan jawaban Evan.
"Ayolah sayang, aku ada maksud apa?"
"Mana ku tau..."
"Dasar wanita. Susah mandi sana, bau mu menusuk hidungku sayang." goda Evan menyudahi pembahasan tentang kalista.
"Cih! Tadi aja nyium gak mau lepas." sungut Jelita sembari beranjak bangkit dari ranjang.
Evan menatap istrinya gemas. Andai tidak ingat kondisi istrinya yang terkena bius, mungkin dia sudah melampiaskan hasratnya saat ini.
Dia harus sedikit bersabar, lagi pula dia masih memiliki banyak waktu di pulau D ini. Ada banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan sembelum kembali kekota A.
*****
Hotel bintang lima milik keluarga Frans tampak di penuhi wartawan dari berbagai media oneline. Berita hilangnya pengantin wanita membuat gempar tamu undangan juga para wartawan.
Akad yang rencananya dilaksanakan pagi ini, gagal total oleh karena hilangnya Kalista. Ruangan mewah bernuansa putih yang sudah disiapkan jadi ajang pengambilan foto berita heboh di pulau D.
Panggung besar yang sudah disiapkan untuk resepsi terlihat lengang. Hanya wartawan ada beberapa wartawan yang mengabadikan kemegahan dekorasi panggung untuk bahan beritanya.
Sementara Frans yang berada diruang kerjanya tampak terdiam pasrah. Rekaman Video kegiatan dimarkasnya membuatnya tak mampu berbuat banayak. Dia sudah kalah, Evan sudah memegang kendali atas semuanya. Dan dia yakin kalau Evan masih akan memberinya shock terapi.
Dengan gerakan lesu dia meraih gawainya diatas meja. Lalu mencoba menghubungi Evan sekali lagi, setelah sedari pagi dia tak merespon panggilan Frans.
"Ada apa ayah?" suara datar dan berat terdengar di ujung telpon.
"Sudahi permainan ini, kembalikan Kalista. Ibunya sudah hampir gila karena ulahmu." ujar Frans tak kalah dingin.
Evan terkekeh. "Nikmati saja ayah, aku masih belum ingin berhenti bermain. Lagi pula jangan hanya aku saja yang merasa hampir gila karena kehilangan istri. Bukankah adil kalau kalian juga merasakan hal yang sama."
"Jason, Kalista tidak tau apa-apa. Dia hanya mengikuti kemauan ku, jadi bersikap lunaklah sedikit pada Kalista." bujuk Frans akhirnya.
"Apa wanita pilihanmu benar-benar sebodoh itu ayah. Kau tau aku bukan lelaki sembarangan. Bagaimana bisa kau jodohkan aku dengan wanita bodoh." ejek Evan. Membuat Frans menggeram penuh emosi.
"Aku peringatkan padamu Jason. Kau antar sendiri apa aku yang mencarinya sendiri."ujar Frans berbau ancaman.
Evan terbahak mendengar ancaman Frans. "Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan ayah. Aku juga ingin melakukan apa yang harus aku lakukan dan kau tidak punya kuasa melarangku. Pulau D ini aku bisa menguasainya dalam semalam. Apa ayah tidak yakin aku mamapu melakukannya." ujar Evan dengan suara dingin.
Frans terdiam, apa yang sudah dilakukan Evan bukan hal main-main. Menguasai pulau D dalam semalam tentu saja dia tak meragukannya.
"Jangan serakah, Jason. Aku hanya akan memberikan bagianmu saja. Jangan mengusik yang bukan milikmu."
"Haaa Frans Malik! Kau yang memancing jahatku bukan? Lalu kenapa kau merasa takut sekarang. Sudahlah aku masih banyak pekejaan." ujar Evan sembari mematikan panggilan.
Frans mendesah lirih. Harusnya dia senang dengan sikap Evan. Tapi kenapa dia malah merasa sangat khawatir saat ini.
"Tuan, Nyonya Delia datang mencari anda." ujar salah satu anak buah Frans memberitau. Delia adalah ibu dari Kalista. Dia datang dengan berurai air mata kesedihan. Putrinya semata wayang masih belum juga ditemukan.
"Suruh dia masuk." Sahut Frans dengan tak bersemangat.
***
Ruang rapat dereksi masih menyisakan satu kursi untuk tamu penting. Dia adalah pemegang tiga puluh persen saham Lindo group. Orang itu adalah pemilik Air langga group yang berasal dari kota A. Sementara kursi kepimpinan diduduki oleh Frans. Dia harus melupakan sejenak insiden gagalnya pesta pernikahan putranya yang mencoreng mukanya.
"Perwakilan dari Air langga group sudah hadir." bisik sekretaris Frans saat pintu ruang rapat terbuka. Mata Frans terbelalak lebar menatap sosok yang baru masuk ke ruang rapat yang katanya pemilik tiga puluh persen saham.
"Kau!" seru Frans dengan wajah pasih.
"Apa kabar ayah. Apa kesehatanmu sedang buruk saat ini. Wajahmu terlihat pucat sekali." sapa lelaki itu yang tak lain adalah Evan.
"Bagaimana bisa kau pemilik dari Air langga graoup? Kau mempermainkan aku hah!" bentak Frans sembari menggebrak meja penuh emosi.
"Tuan." bisik sekretaris Frans. Berusaha mengingatkan sikapnya. Sementara Evan menatapnya dengan air muka sangat tenang.
"Aku satu-satunya pemilik Air langga group. Apa yang salah." ujarnya sembari menempatkan tubuhnya di kursi yang tersisa.
Dada Frans terasa sesak seketika. Evan sudah melangkah terlalu jauh melampuinya, dia takut tak mampu menghentikan langkahnya.
To be continuous.