NovelToon NovelToon
Brondong Untuk Kakak Cantik

Brondong Untuk Kakak Cantik

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Anak Genius / Anak Kembar / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kehidupan seorang balita berusia dua tahun berubah total ketika kecelakaan bus merenggut nyawa kedua orang tuanya. Ia selamat, namun koma dengan tubuh ringkih yang seakan tak punya masa depan. Di tengah rasa kehilangan, muncullah sosok dr. Arini, seorang dokter anak yang telah empat tahun menikah namun belum dikaruniai buah hati. Arini merawat si kecil setiap hari, menatapnya dengan kasih sayang yang lama terpendam, hingga tumbuh rasa cinta seorang ibu.

Ketika balita itu sadar, semua orang tercengang. Pandangannya bukan seperti anak kecil biasa—matanya seakan mengerti dan memahami keadaan. Arini semakin yakin bahwa Tuhan menempatkan gadis kecil itu dalam hidupnya. Dengan restu sang suami dan pamannya yang menjadi kepala rumah sakit, serta setelah memastikan bahwa ia tidak memiliki keluarga lagi, si kecil akhirnya resmi diadopsi oleh keluarga Bagaskara—keluarga terpandang namun tetap rendah hati.

Saat dewasa ia akan di kejar oleh brondong yang begitu mencintainya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Halaman rumah Bagaskara sore itu terasa lebih tegang daripada biasanya. Aroma bunga yang dibawa Juan masih menyengat, tapi terhenti di udara karena pekikan Cakra yang memecah suasana. Semua orang membeku di tempat masing-masing.

Cakra berdiri di depan Celin, tubuhnya tegak seperti tameng. Nafasnya tersengal, bukan karena lelah, melainkan karena dadanya penuh emosi.

“Aku nggak akan biarin orang asing seenaknya deketin dia,” suaranya pecah tapi mantap.

Celin masih menatap dengan mata membesar, tangannya refleks menahan lengan Cakra. “Cakra… cukup,” bisiknya. Tapi suara lirih itu tak mampu meredam kobaran yang sudah keluar.

Juan tersenyum miring, wajahnya tetap tenang seolah menikmati pertunjukan. “Kamu masih kecil, Cakra. Dunia Celia bukan dunia kamu.”

Tatapan Cakra tajam, bibirnya bergetar menahan kata. “Aku nggak peduli dunia. Aku cuma peduli dia.”

Sekejap, hening menyelimuti teras. Hanya terdengar suara angin sore yang menggoyang dedaunan mangga.

----

Arka langsung maju, menarik bahu Cakra ke belakang. “Lo gila, Cak? Lo tahu barusan lo ngomong apa?” bisiknya, cemas sekaligus kaget.

Aksa menahan napas, matanya melirik ke arah Papa mereka. Bagaskara masih berdiri dengan tangan terlipat, ekspresinya tidak mudah dibaca.

Arini, sang mama, justru yang pertama bicara. “Cakra… nak, kenapa sampai segini?” suaranya lembut, penuh keibuan, berusaha menenangkan.

Cakra menggertakkan gigi, tidak menjawab. Matanya masih tertuju ke Juan, tidak mau kalah sorot.

Juan seolah sengaja menambah panas suasana. Ia menyodorkan bunga ke arah Celin, pura-pura tidak terganggu. “Untuk Anda, Celia. Hanya tanda hormat kecil dari saya. Semoga tidak salah arti.”

Celin menatap lama bunga itu, kemudian menurunkannya perlahan. “Terima kasih, Juan. Tapi saya tidak bisa menerimanya.”

Kalimat itu membuat Cakra menoleh cepat. Hatinya bergetar. Namun Juan hanya tertawa pelan, menarik kembali bunga. “Baiklah. Saya mengerti. Saya pamit dulu, Pak Bagas, Bu Arini.”

Bagaskara mengangguk singkat. “Baik. Hati-hati di jalan.”

Saat Juan melangkah keluar pagar, ia sempat menoleh sekilas. Matanya bertemu mata Cakra. Ada senyum samar, penuh tantangan, seolah berkata: Kita lihat siapa yang menang.

----

Begitu Juan pergi, suasana meledak.

“Cakra!” Arka nyaris berteriak. “Lo itu barusan—”

“Arka,” potong Bagaskara, suaranya berat. Semua langsung terdiam.

Pria paruh baya itu melangkah mendekat, menatap Cakra dalam-dalam. “Nak, kamu berani berdiri dan berkata seperti itu… apa artinya?”

Cakra menelan ludah. Dadanya naik turun. Ia ingin bicara, tapi lidahnya kelu.

Celin buru-buru maju. “Papa, jangan salahkan Cakra. Dia hanya terlalu emosi. Mungkin karena… dia menganggapku seperti kakaknya.”

Bagaskara mengernyit. “Begitukah, Cakra?”

Cakra terdiam. Matanya melirik Celin sebentar, lalu menunduk. “Iya, Om. Saya… hanya nggak suka kalau Kak Celin diganggu.”

Arini menepuk bahu Cakra lembut. “Kami tahu kamu baik, Nak. Tapi jangan sampai sikapmu bikin salah paham. Celin sudah dewasa, dia bisa jaga diri.”

Cakra mengangguk, meski dalam hati ia menolak keras.

----

Malam itu, kamar Cakra gelap gulita. Ia duduk di tepi ranjang, tangan menutupi wajah. Semua adegan tadi berulang di kepalanya.

Kenapa dia bisa kehilangan kendali? Selama ini ia selalu tenang, selalu bisa menyembunyikan. Tapi begitu melihat Juan menatap Celin seperti itu, ia tak bisa menahan diri.

“Bodoh…” gumamnya. “Aku bikin Kak Celin repot.”

Namun di sisi lain, ada percikan kecil: saat Celin menolak bunga Juan. Itu seperti udara segar di tengah sesak. Berarti dia juga nggak suka, kan? pikirnya, meski buru-buru menepis harapan itu.

--

Di tempat lain, Juan duduk di dalam mobilnya, menatap bunga yang kini tergeletak di kursi. Senyum tipis terukir.

“Anak kecil itu lumayan berani,” gumamnya. “Tapi justru itu yang akan jadi kelemahannya.”

Keesokan harinya di kantor, Juan sengaja mendekati Arini yang sedang meninjau divisi. Dengan gaya sopan ia berkata, “Bu Arini, saya minta maaf soal kejadian kemarin. Sepertinya kehadiran saya membuat Cakra salah paham.”

Arini tersenyum ramah. “Ah, tidak apa. Anak muda memang kadang emosional.”

Juan menunduk hormat. “Saya hanya ingin Ibu tahu, niat saya tulus. Saya ingin membantu perusahaan ini berkembang, dan tentu, menghormati Celia sebagai rekan kerja. Tidak lebih.”

Kalimat itu terdengar manis, tapi di balik mata Juan ada kilatan lain. Ia sedang merajut citra baik, menyiapkan posisi nyaman di hati keluarga.

---

Sementara Celin duduk di ruang kerjanya, jari-jarinya menekan pelipis. Pikirannya kacau.

Bayangan Cakra berdiri di depannya, kalimat yang keluar begitu jujur— Aku nggak peduli dunia. Aku cuma peduli dia.

Kenapa hatinya berdegup kencang setiap mengingat itu? Kenapa pipinya panas? Padahal itu Cakra. Anak pendiam, adik kelas, yang seharusnya hanya dianggap adik.

Ia mengguncang kepala. “Tidak boleh. Jangan terbawa perasaan. Fokus ke kerja.”

Tapi semakin ia menepis, semakin kuat gema itu di dadanya.

----

Malamnya, di kamar kembar, Arka dan Aksa duduk dengan laptop terbuka.

“Gue udah coba telusuri nama Juan Adrian,” kata Arka, jari-jari mengetik cepat. “Memang ada rekam jejak bisnis di Eropa, tapi anehnya… beberapa datanya kayak sengaja disembunyikan.”

Aksa mengernyit. “Gue udah bilang dari awal. Orang itu nggak bersih. Kita harus hati-hati. Gue nggak mau Kak Celin kejebak.”

“Masalahnya, Papa terlalu percaya. Juan itu pinter jilat.”

Aksa menutup laptop keras-keras. “Berarti tugas kita jelas. Kita lindungi Kak Celin. Dan kalau perlu, kita manfaatin Cakra.”

Arka melotot. “Lo serius?”

“Ya. Anak itu jelas punya rasa. Biarkan dia jadi tameng. Sementara kita gali semua kebusukan Juan.”

Arka terdiam, tapi dalam hati setuju.

----

Hari-hari berikutnya, semua orang mulai menyadari perubahan Cakra.

Ia lebih sering muncul di kantor dengan alasan mengantar makanan atau menjemput Aksa yang sudah mulai ikut kerja di kantor, Ia berdiri diam di sudut lobi, matanya selalu mengawasi Celin.

Saat Juan menawarkan mengantar Celin, Cakra selalu muncul. Saat Juan mengajak rapat privat, Cakra tiba-tiba “nyasar” membawa map.

Lucunya, sikap protektif itu malah membuat beberapa karyawan bisik-bisik.

“Itu adik Celin, ya? Manis banget perhatian.”

“Kayak bodyguard pribadi.”

Celin sendiri bingung antara jengkel dan… tersentuh. Setiap kali ia memandang sorot mata Cakra yang diam-diam cemburu, dadanya terasa aneh.

----

Suatu sore, Celin akhirnya menegur. Mereka berdua berada di balkon rumah, langit mulai jingga.

“Cakra,” ucap Celin pelan.

Cakra menoleh cepat. “Ya, Kak?”

“Kamu… kenapa jadi seperti ini? Selalu ada di mana pun aku berada. Selalu menatapku seperti aku bakal hilang.”

Cakra tercekat. Matanya bergetar. “Aku… aku cuma nggak mau Kak Celin kenapa-kenapa.”

Celin menghela napas. “Aku bisa jaga diri. Kamu bikin orang salah paham.”

“Aku nggak peduli orang lain salah paham. Aku cuma—” ia berhenti, menutup mulut.

Celin menatapnya lama. “Kamu cuma apa?”

Cakra menunduk, bahunya kaku. “Cuma… pengen Kak Celin nggak jauh dariku.”

Senja menelan kata-kata itu. Celin terdiam, hatinya berdentum keras.

----

Malam itu, Aksa mendekati Cakra yang sedang duduk di taman.

“Lo tahu kan, Juan itu bahaya?” katanya tiba-tiba.

Cakra menoleh cepat. “Apa maksud lo?”

“Gue nggak bisa jelasin sekarang. Tapi gue butuh lo. Lo satu-satunya yang bisa selalu deket sama Kak Celin tanpa dicurigai. Jadi… terusin aja. Jangan biarin Juan punya celah.”

Cakra membeku. Hatinya berdesir. “Lo… percaya sama gue?”

Aksa mengangguk singkat. “Untuk kali ini, iya. Tapi inget, jangan bikin Kak Celin repot lagi.”

Cakra menatap tanah, bibirnya mengeras. “Gue janji.”

Hari-hari berikutnya, benih persaingan makin nyata. Juan semakin licin dengan citranya di depan keluarga, sementara Cakra semakin terbuka dengan cemburu dan perhatiannya.

Celin, di tengah pusaran itu, mulai goyah. Ia tahu harus fokus pada bisnis, harus menjaga wibawa, tapi di dalam hatinya… ada bisikan lembut yang semakin keras:

Mungkin… aku memang nyaman kalau ada dia.

Namun ia juga tahu, badai belum benar-benar datang.

Karena Juan, dengan semua senyum manisnya, menyimpan sesuatu yang jauh lebih berbahaya.

Bersambung…

1
Tiara Bella
Juan bahayain ya tktnya Celin kejebak aja
Noey Aprilia
Hhhmmm....
cakra msti lbih crdik dong....ga cma mlindungi celin,tp jg nyri tau spa juan sbnrnya....mskpn s kmbar udu nyri tau jg sih....
Noey Aprilia
Mngkn tu orng emng brmsalah d luarn sna,tp krna mlutnya mnis ky gula jd dia bsa bkin orng lain prcya....mga aja celin ga kna bjuk rayu setan.....😁😁😁
Tiara Bella
tw²hbs aja hehehe..
Dewi Nafiah
terus lah berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari celin dan ortunya
Mochika mochika
ok
Noey Aprilia
Mngkn juan sngja dtng buat mnghncurkn kluarganya celin,enth dndm msa lalu atw apa....tp yg psti,cakra bkln sllu mlindungi celin.....
Noey Aprilia
Hhhmmm.....
nmanya jg cnta.....ttp brjuang cakra,kl jdoh ga bkln kmna ko....
Cindy
lanjut kak
Noey Aprilia
Smngt trs y cakra.....
kjar celine mskpn cma dgn prhtian kcil,ykin bgt kl klian brjdoh suatu saat nnti.....
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
/Determined//Determined//Determined/
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Aiih jadi inget dulu 😄 kalo soal bintang berjejer 3 🥲
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Kasian juga ga bisa menikmati masa remaja
Noey Aprilia
Diam2 suka y cakra....
ga pa2 sih mskpn beda usia,yg pnting tlus....spa tau bnrn jdoh....
Tiara Bella
wow brondong makin didepan.....
🟢≛⃝⃕|ℙ$ Fahira Eunxie💎
akhirnya muncul juga nih cowoknya, uhhh... Cakra sedang jatuh cinta... cinta pada pandangan pertama/Shy/
Noey Aprilia
Waahhhh....
nongol jg nih clon pwangnya celine.....
msih pnggil kk sih,tp bntr lg pnggil ayang....🤭🤭🤭
Cindy
lanjut kak
Tiara Bella
ehhhh brondongnya si Cakra ini kah
Fransiska Husun
up up lagi semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!