NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia tetap pewarisnya

"Akhir-akhir ini kamu jadi jarang dirumah, Mas. Kamu kemana aja sebenernya?" Ucap Renata, wanita berparas ayu dengan warna kulit kuning Langsat itu sedang mengotak-atik bahan masakan di dapur.

Di sebelahnya ada Sang suami yang juga menyiapkan kopinya sendiri sementara dia sibuk memasak. Sebenarnya, Renata tak bisa memasak atau bisa di bilang tak pernah berurusan dengan dapur. Tapi, Haris paling tidak suka makan di luar, jadi dia yang harus berusaha memenuhi kebutuhan perut suaminya.

"Aku mau pergi ke luar kota hari ini." Tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya, Haris langsung mengutarakan keinginannya.

Pisau yang sedang mengiris bawang itu terhenti, "Apa? Kok bisa?" Tanya Renata, sedikit keberatan.

"Urusan kantor lah, pake di tanya lagi!" Balas Haris cukup ketus. Pasalnya sekarang Renata sudah menatapnya seperti tersangka penipuan.

"Iya, tapi kenapa mendadak? Bisanya kamu bilang hari ini, besok baru berangkat." Protes wanita itu.

Haris mendengus sebal, sedang tak ingin di tanya-tanya. "Urusan pekerjaan, mana bisa aku atur sesuka hati. Iya kalau aku bos, ini cuma kacung!" Dumel lelaki itu.

Renata mendesah panjang, suaminya mulai berubah ketus sejak beberapa bulan lalu. Dan Renata tak tau sebabnya. Andai dia masih bekerja sebagai sekretaris suaminya, pasti dia tak perlu merasa curiga seperti sekarang.

"Yaudah, pakaiannya sudah di siapin?" Renata mencoba tersenyum, menelan rasa curiga dan patah hatinya.

"Sudah," balas Haris singkat, setelahnya berlalu meninggalkan Renata di dapur sendirian.

Karena tak mau memusingkan kepala dengan firasat-firasat aneh, Renata memutuskan fokus meracik bumbu untuk nasi gorengnya. Hanya itu yang dia bisa dan cukup mudah di pelajari, selain itu Renata juga bisa menggunakan bumbu instan dengan tambahan bawang serta cabai.

Selang beberapa saat kemudian, setelah menyiapkan hidangan dan menikmatinya bersama dalam keheningan, Renata mengantar Suaminya sampai depan pintu.

"Hati-hati, kalau sudah sampai kabarin aku, Mas." Haris hanya mengangguk tanpa jawaban. Setelah mengusap pelan puncak kepala Renata, lelaki itu langsung melesat pergi dengan mobilnya sendiri.

Renata terus mengawasinya sampai mobil Haris menghilang di balik tikungan, wanita itu merasa hangat dengan perlakuan suaminya, meskipun ketus dan cuek, Haris tetap tak menghilangkan kebiasaanya mengusak puncak kepala Renata dengan sayang.

Setidaknya, masih ada yang bertahan meskipun sikapnya mulai berubah.

Sementara itu, Haris melajukan kendaraan roda empatnya ke tempat Danu sebelum benar-benar berangkat menuju lokasi Ayudia yang sudah di kirimkan oleh Firman. Tak tanggung-tanggung, Firman juga menunjukan foto lokasi tersebut yang memang berada di perkotaan, tapi untuk titik tempat memang belum di ketahui secara pasti.

"Lo beneran nggak mau pakai mobil? Yakin nggak susah Lo, bro?" Tanya Danu khawatir, pasalnya Haris berniat meninggalkan mobilnya di garasi rumah Danu.

Padahal tinggal di bawa saja, apa susahnya?

"Nggak, kebetulan gue juga udah pesen tiket kereta, lebih cepet juga dari pada pakai mobil." Ujar Haris. Memang setelah di telusuri, kota tempat Ayudia bersembunyi sekarang cukup memakan waktu di perjalanan. Jadi, dari pada capek di jalan lebih baik Haris menggunakan Kereta.

"Yaudah deh, hati-hati ya bro, gue doain semoga sukses memperjuangkan bayi kalian." Danu menyemangati. Haris memeluk Danu ala laki-laki. Menepuk pundak masing-masing sebagai bentuk dukungan.

"Thanks, bro. Kalau nggak ada Lo, gue udah kehilangan arah banget." Ujar Haris tulus. Memang benar, Danu sudah selayaknya saudara, padahal dulunya hanya teman sekerjaan.

Kadang, saudara tak harus lahir dari rahim yang sama.

"Bukan apa-apa."

"Yaudah, kalo gitu gue berangkat sekarang." Haris pamit. Tapi Danu mencegatnya. "Bareng gue aja, kebetulan gue juga mau ke rumah ortu gue, ada urusan."

Tak ada alasan untuk menolak, Haris pun akhirnya menyetujui dan keduanya sekarang sudah dalam kendaraan yang di bawa oleh Danu. Keduanya menikmati perjalanan sembari mengobrol, diskusi tentang apa saja yang akan Haris lakukan seandainya benar-benar bertemu Ayudia.

"Itu mantan adek ipar Lo, kan?" Di tengah perjalanan, Danu menunjuk seseorang yang memang di kenal Haris. Dia Julian. Pemuda itu terlihat baru saja keluar dari sebuah toko dan masuk ke dalam mobil Jenggala dengan menenteng banyak kresek.

"Iya, Julian. Dulu dia paling lengket sama gue, tapi semenjak perceraian gue sama Dia, Juli jadi jutek banget sama gue," Haris menghela nafas panjang di akhir kalimatnya. Lagi-lagi menyesal akan semua yang telah terjadi.

...****...

"Udah semua? Yakin nggak ada yang ketinggalan?" Tanya Jenggala, lelaki itu menatap adiknya yang sibuk memasukan barang belanjaan kedalam kursi belakang.

"Udah, paling tinggal Strawberry sama buah-buahan yang lain. Kata Ibu besok aja, biar sampai kota ayu masih fresh." Jenggala mengangguk. Setelahnya segera melajukan kendaraan kembali ke rumah.

Mereka memang baru selesai membeli oleh-oleh yang akan di bawa ke kota ayu, sekaligus membeli titipan Ayudia. Niatnya Julian akan pergi esok hari, dia juga sudah menghubungi kakaknya.

"Mas sudah kabarin temen di sana, nanti kalau udah deket bisa hubungin dia," petuah Jenggala pada adiknya.

"Siapa emang? Bukannya Mas Gala nggak pernah ke Kota Ayu? Kok bisa punya temen?" Julian kepo. Pasalnya mereka bertiga memang sangat jarang mengunjungi kota ayu, bisa di katakan tiga sampai empat tahun sekali. Itupun hanya saat lebaran.

"Ada lah kalau satu dua. Namanya Linggar, dia anak temennya Ayah ibu kalau nggak salah. Usianya juga sama kaya Mas."

Julian mangut-mangut, tak terlalu penasaran dengan sosok yang Jenggala ceritakan.

"Dulu dia pernah kuliah di Jakarta juga, tapi setelah lulus langsung pulang ngurus perkebunan Bapaknya." Jenggala mengimbuhi.

"Eh, yang katanya anak juragan itu bukan?" Julian mengingat sesuatu.

Jenggala mengangguk pelan, tanpa menoleh melanjutkan. "Iya, dulu juga pernah ketemu kamu, tapi sekali dua kali, sekitar empat lima tahun lalu kalau nggak salah. Mas juga masih kuliah, setelah lulus itu udah nggak pernah kumpul lagi."

"Pantes lupa, orang aku aja masih SMA waktu itu," Julian ingat, dulu Mas-nya pernah membawa satu lelaki yang katanya dari desa yang sama dengan Utinya.

Sempat berkenalan juga, tapi Julian lupa karena waktunya pun sudah cukup lama. Dulu Julian mungkin baru SMA kelas dua, dan sekarang kuliah hampir selesai. Lama, kan?

"Nanti lah, di sana kenalan lagi." Jenggala memarkirkan mobilnya di halaman rumah, kemudian melanjutkan. "Kalau mau, bisa ngelobi juga. Siapa tau dia tertarik jadiin kamu asisten kebunya,"

Julian tiba-tiba tertarik mendengar kata kebun tersebut. Seperti yang di ketahui, Julian memang kuliah pertanian. Waktu di tanya kenapa, katanya mau jadi juragan sayur.

Cukup aneh, tapi kalau sudah cita-cita dan dia enjoy, mau bagaimana lagi?

"Emang, perkebunan Bapaknya sudah jadi milik dia?"

Jenggala mengangkat bahu, "Nggak tau, tapi mau sudah atau belum, dia tetap pewarisnya. Lagian, Mas denger dia juga yang ngelola dari bibit sampai penjualan,"

Julian angguk-angguk, benar juga apa kata Mas-nya. "Boleh lah, siapa tau lulus kuliah bisa langsung kerja. Nggak apa-apa di desa juga, sekalian nungguin mbak Dia sama calon pona'an."

Dan mulai saat itu juga, tujuan masa depan Julian berubah haluan. Desa atau kota sudah bukan masalah, selagi bisa berpenghasilan. Pun, menurut Julian, biaya hidup di desa tak akan seboros di kota. Jadi, akan Julian pertimbangkan matang-matang usulan Jenggala.

###

Author sibuk guyss maaf yaa kalau jadi jarang up😔🙏

1
@Biru791
ning belum up lagi
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!