Alexis seorang ilmuwan wanita dan juga ahli beladiri yang berhasil menciptakan sebuah ruang penyimpanan ajaib ke dalam sebuah kalung.
Namun, dia di khianati dan meninggal secara tragis oleh orang kepercayaan nya sendiri.
Dan siapa sangka, jiwa nya justru masuk ke dalam tubuh wanita lemah yang teraniaya. Yang juga memiliki nama yang sama dengannya.
Rencana balas dendam pun di mulai melalui tubuh wanita yang bernama Alexis itu.
Berhasilkah Alexis membalas dendam? Kalau penasaran, baca yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Tidak ada hubungannya dengan dunia nyata dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
"Bagaimana Nyonya, apa urusan sudah selesai?" tanya Bibik.
"Sudah Bik, akhirnya aku dapat akta cerai," jawab Alexis.
Bibik tersenyum, dia tahu selama ini nyonya nya tidak bahagia saat bersama Damian. Hanya karena tidak ada tempat untuk kembali, jadi nyonya nya bertahan sebagai seorang istri.
"Nyonya terlihat sangat bahagia sekarang," batin Bibik dengan tersenyum.
"Bibik kenapa?" tanya Alexis.
"Tidak. Tidak ada apa-apa," jawab Bibik.
Alexis pun masuk ke dalam kamarnya setelah menyimpan barang yang di belinya. Dia langsung merebahkan diri di tempat tidur.
Alexis melihat kembali akta cerai nya lalu tersenyum. Sekarang dia benar-benar bebas dari keluarga suaminya yang toksik.
"Aku tidak ingin main-main lagi. Aku akan serius membalas dendam pada Merlin dan profesor Ar," gumam Alexis.
Ya, Alexis baru menakut-nakuti mereka, terutama Merlin. Agar mental Merlin terganggu.
Ponsel Alexis berdering. Alexis melihat nama pemanggil yang ternyata adalah Raymond. Alexis langsung menjawab panggilan tersebut.
"Kamu di mana?" tanya Raymond langsung ke intinya tanpa embel-embel halo sebagai sapaan.
"Di apartemen. Kenapa?"
"Tidak ada, hanya ingin memastikan kamu ada di mana sekarang? Aku akan tenang jika ternyata kamu sudah ada di apartemen."
Kemudian Raymond pun mengakhiri panggilannya. Ia berpikir Alexis masih di gedung pengadilan negeri.
Jika iya, dia ingin menyusul ke sana. Namun Alexis ternyata sudah pulang dan berada di apartemen.
"Dia tidak sedang kesambet, kan?" gumam Alexis. Kemudian menyimpan kembali ponselnya di nakas.
Beberapa jam kemudian bel pintu berbunyi. Alexis yang sedang santai sambil makan cemilan pun segera membuka pintu.
"Nenek? Bagaimana Nenek tahu aku tinggal di sini?" tanya Alexis sedikit kaget saat melihat yang datang ternyata Agatha.
"Nenek bertanya kepada anak nakal itu. Awalnya dia tidak ingin kasih tahu, tapi setelah di desak barulah dia mengatakannya," jawab Agatha.
Alexis melihat tidak ada siapa-siapa, hanya Agatha seorang saja. Alexis pun mempersilakan nya masuk.
"Nenek, lain kali jangan jalan sendiri, bawa teman untuk mengantar Nenek."
"Nenek bersama sopir. Dia di bawah menunggu Nenek. Lagipula Nenek kangen sama kamu."
Bibik menyajikan minuman untuk tamunya. Tanpa di perintahkan pun Bibik tahu apa yang akan dilakukan?
"Silakan Nyonya," ucap Bibik.
"Terima kasih," balas Agatha.
Agatha memegang tangan Alexis. Dia tersenyum sambil mengelus tangan itu. Alexis membalas senyuman Agatha. Alexis merasa senang karena merasa di sayang oleh orang tua itu.
Bel pintu kembali berbunyi. Kali ini Bibik yang membukakan pintu. Raymond segera masuk tanpa di minta.
Setelah tadi mendengar sang nenek ingin ke tempat Alexis, Raymond segera menghentikan pekerjaannya.
Tidak perduli sepenting apa pekerjaan itu. Yang penting ia harus pulang untuk menemui sang nenek.
"Nenek, kenapa kemari?" tanya Raymond.
"Apa tidak boleh nenek mengunjungi cucu menantu? Kamu ini, kenapa juga kemari?"
"Aku khawatir saja dengan nenek, takut kenapa-napa."
Agatha mencebikkan bibirnya. Dia tahu modus anak itu. Namun tangannya tidak lepas dari menggenggam tangan Alexis.
"Bik, siapkan makanan kita makan bersama," pinta Alexis.
"Baik Nyonya," jawab Bibik.
"Biar aku bantu," kata Agatha.
"Tidak usah Nyonya, aku bisa sendiri," ujar Bibik.
Alexis juga mengatakan jika sang nenek tidak perlu membantu. Alexis tidak ingin sang nenek kelelahan.
"Kita di sini saja Nek, biarkan Bibik yang masak. Lagipula tidak lama kok," kata Alexis.
Akhirnya Agatha menurut saja. Mereka mengobrol dan sesekali bercanda. Hingga Raymond merasa di abaikan oleh keduanya.
Tanpa terasa masakan Bibik pun siap. Mereka pun makan bersama seperti sebuah keluarga. Biasanya Alexis makan bersama Bibik, kadang kala dia makan sendiri.
Setelah selesai makan, mereka kembali mengobrol sebentar. Hingga akhirnya Agatha pun pamit pulang.
Raymond dan Alexis mengantar Agatha hingga ke parkiran. Mereka khawatir jika sang nenek sendirian.
"Lain kali nenek akan ke sini lagi," kata Agatha saat di parkiran.
"Iya Nek, tapi kabari aku dulu kalau mau berkunjung," ujar Alexis. Agatha mengangguk, lalu memeluk Alexis sebelum dia masuk ke dalam mobil.
Raymond membuka pintu untuk sang nenek. Kemudian berpesan kepada sopir untuk menjaga nenek nya dengan baik.
Sopir pun mengiyakan. Lagipula sang sopir sudah cukup lama bekerja dengan Agatha. Jadi, sudah pasti ia akan patuh kepada majikannya.
Agatha melambaikan tangannya saat mobil mulai bergerak. Alexis dan Raymond pun membalasnya.
"Nenek sangat menyukai mu, jangan hancurkan harapannya," kata Raymond.
"Maksudmu?" tanya Alexis.
"Menikahlah denganku, kita wujudkan keinginan nenek." Raymond memegang kedua pundak Alexis.
"Pikirkan dulu sebelum membuat keputusan. Aku ini janda dan baru mendapatkan akta cerai. Masalah pernikahan bukan main-main."
"Aku tahu itu. Memang kenapa kalau janda?"
Alexis tidak menjawab. Dia segera melangkah pergi dari situ. Raymond segera menyusul dan keduanya masuk ke dalam lift.
Di dalam lift, keduanya saling diam. Baik Alexis maupun Raymond tidak tahu apa yang ingin mereka katakan?
Hingga tiba di lantai yang dituju. Keduanya tetap saling membisu. Namun saat keluar dari lift, Raymond segera menggandeng tangan Alexis.
"Aku tunggu keputusan mu," kata Raymond akhirnya.
Alexis tidak menjawab, walaupun yang bercerai adalah pemilik tubuh. Namun dia merasa jika pernikahan itu cukup berat baginya.
Apalagi ingatan nya tentang pemilik tubuh, membuat Alexis harus berpikir matang sebelum mengambil keputusan.
Di depan pintu apartemen Alexis. Raymond memberanikan diri untuk mengecup kening Alexis. Kali ini Alexis hanya terdiam.
"Apapun keputusan mu aku terima. Jangan merasa terbebani dengan ucapan ku tadi. Walau pun aku serius mengatakan nya, tapi aku juga tidak bisa memaksakan kehendak," kata Raymond.
Alexis tetap diam. Kemudian dia pun masuk ke dalam. Sementara Raymond kembali ke apartemen nya.
Alexis duduk di sofa sambil menyandarkan kepalanya. Bibik datang menghampiri nya, karena melihat Alexis terlihat berbeda.
"Ada apa Nyonya?" tanya Bibik.
"Raymond mengajak nikah, tapi aku belum berikan jawaban," jawab Alexis.
"Dari pandangan Bibik, tuan Raymond sepertinya orang baik. Tidak seperti tuan Damian yang kasar. Maaf Nyonya, bukan mau membandingkan. Tapi apa yang Bibik lihat memang seperti itu."
"Aku tahu Raymond baik, jika tidak, mana mungkin dia mau menolong ku."
Bibik mengangguk mengiyakan. Dia memberi saran agar menerima Raymond. Karena jika terlepas, kita tidak akan bisa mendapatkan seorang pria yang seperti itu lagi.
Namun Alexis tetap belum bisa. Dia harus membenahi diri terlebih dahulu. Urusan nya dengan Merlin dan profesor Ar pun belum selesai.
Jadi Alexis akan secepatnya menuntaskan nya. Agar tidak menggangu lagi kedepannya. Alexis pun meminta izin untuk beristirahat.
Sementara Raymond juga tidak tenang saat ini. Berdiri salah, duduk pun salah. Berbaring juga tidak membuatnya tenang.
Ia tampan, kaya. Namun untuk menaklukkan hati wanita ternyata cukup sulit baginya. Kalau wanita sembarangan mungkin banyak, tapi seperti Alexis baginya cukup langka.