NovelToon NovelToon
Istri Buruk Rupa Sang Konglomerat

Istri Buruk Rupa Sang Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: secretwriter25

Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.

Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.

Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Trauma

Varden dan timnya melangkah memasuki hotel dengan langkah senyap. Suasana tampak sepi, tidak ada siapapun yang berjaga di depan.

Salah satu agen mendadak berhenti.

“Ada suara dari arah kanan,” bisiknya.

Mereka mendekat ke sumber suara. "Banyak orang…" desis Varden, memberi kode agar mereka berhenti.

Beberapa pria bertubuh kekar tampak sedang berbincang-bincang dan tertawa. Mereka sama sekali tidak menyadari ada orang yang mengintai mereka.

“Dalam hitungan tiga, kita serang mereka,” ujar Varden .

“Dua…”

“…”

“SATU.”

Tembakan senyap pertama terdengar seperti bisikan yang menembus udara malam.

Dalam sekejap, seluruh area hotel lama itu berubah menjadi ricuh. Para penculik yang sebelumnya tampak santai bersiap-siap untuk menyerang.

“Team A, kiri. Team B, kalian masuk dari balkon barat. Team C, perimeter belakang!” perintah Varden dengan tegas melalui earcom-nya. “Remember—no noise. We get her out alive.”

Orion tidak menunggu perintah. Begitu para agen menonaktifkan dua penjaga, ia langsung menerobos masuk ke lorong hotel dengan napas setengah memburu dan detak jantung kacau.

“Sera… Sera…” gumamnya lirih, seperti mantra yang menahan tubuhnya agar tidak hancur.

“Orion!” Varden menahan bahunya. “Tetap tenang! Jangan terburu-buru."

“Jangan halangi saya." Orion menggeram dengan mata memerah. “Dia pasti ketakutan. Saya harus segera menemukan dia."

Varden ingin melarang Orion, namun pria itu sudah tidak lagi bisa dicegah. Situasi semakin kacau. Ledakan kecil dari salah satu sisi bangunan menandakan bahwa beberapa penjaga melawan. Tembakan senyap lainnya menyusul, dan aroma debu bercampur ketegangan memenuhi udara.

“Kalau dia mendengar keributan ini…” Orion berhenti bicara. Lidahnya kelu. Kalau Sera semakin ketakutan… atau disakiti… ia tak sanggup membayangkannya.

Varden akhirnya melepas bahunya. “Baik. Tapi jangan jauh dari saya.”

Orion mengangguk dan mereka berlari.

---

Di dalam kamar penyekapan, situasinya sudah lebih kacau.

Joe memegangi wajahnya yang memerah dan perih akibat semprotan yang Sera arahkan kepadanya. Cairan itu bukan apa-apa selain parfum kecil yang disembunyikan Sera di lipatan bajunya—satu-satunya benda yang tidak sempat dirampas para penculik.

Namun dalam kondisi panik, apa pun bisa jadi senjata.

Sera memegang pecahan kaca yang ia dapatkan dari lampu kecil yang Joe pecahkan sendiri ketika semprotan itu membuatnya kehilangan kontrol.

Nafasnya memburu, wajahnya memucat, tubuhnya pun gemetar, namun matanya menatap Joe dengan tatapan tajam.

“MENJAUH!” teriak Sera. "Aku bilang MENJAUH!” Sera seperti menggila.

Joe mencoba mengedipkan mata meski pandangannya buram. “Dasar… gadis sialan…” dengusnya. “Kau pikir kau bisa kabur dariku?”

Sera tidak menjawab. Ia tidak punya tenaga untuk berteriak lagi. Ia hanya mengangkat pecahan kaca itu setinggi mungkin, tangannya gemetar keras.

“Jangan sentuh aku…” napasnya putus-putus. “Aku—aku tidak takut… Aku—“

Suara hentakan keras terdengar dari luar.

BAM!

Joe tersentak dan menoleh. “Apa itu?”

BAM!

BAM-BAM!

Sera meringis, tubuhnya makin gemetar. Suara itu… suara tembakan senyap, langkah kaki cepat, teriakan tertahan—semuanya campur aduk menjadi satu.

Joe mengangkat kepalanya, gelisah. “Sial. Mereka datang.”

Sera menahan napas.

Hanya ada dua kemungkinan: Selina kembali… atau seseorang datang menyelamatkannya.

Namun sebelum sempat berpikir, Joe kembali mengalihkan fokusnya pada Sera.

“Kalau begitu, kita bereskan dulu kau,” ucapnya sambil meraih pisau lipat dari saku pinggangnya.

Sera tersentak. “TIDAK!”

Ia menjerit, mundur ke sudut hingga punggungnya menabrak dinding.

Joe mendekat. Langkahnya berat, napasnya kasar, wajahnya marah dan penuh keinginan merusak.

“Berikan pecahan itu, Nona. Atau aku—”

BRUK!

Pintu kamar ditendang kasar.

Joe dan Seraphina spontan menoleh.

Orion muncul di ambang pintu dengan napas memburu, mata memerah, tubuh dipenuhi debu dari pertempuran singkat di luar sana.

“JATUHKAN SENJATAMU, SEKARANG!” Perintah Orion dengan suara tajam yang seolah menusuk Joe.

Joe tertegun. “Siapa—”

Orion tidak memberi kesempatan.

Dalam sepersekian detik, ia melesat ke arah Joe. Tubuhnya seperti ditembakkan oleh kemarahan yang selama ini dipendam.

Joe mengayunkan pisaunya, tetapi Orion menangkap pergelangan tangannya dengan kekuatan brutal. “Kau menyentuh satu helai rambutnya saja…”

BRAAAK!

Siku Orion menghantam rahang Joe. Joe tersungkur, terkejut oleh kecepatan yang tak terduga.

“Kau berani berdiri di dekatnya?” Orion menendang dada Joe, membuat pria itu terlempar ke dinding. “Kau pikir aku akan biarkan?”

Joe merangkak, berusaha mengambil pisaunya yang terlepas. Orion tidak memberi waktu. Dengan satu gerakan cepat, ia mengunci tangan Joe ke lantai dan menekan pisau itu jauh dari jangkauan.

Orion menoleh sebentar, melihat Sera yang sangat berantakan. Tubuhnya tampak gemetar ketakutan.

Hatinya Orion terasa remuk.

Tapi ia kembali fokus pada Joe.

“Saya sudah bilang…” Orion menggeram, wajahnya semakin dekat dengan Joe yang berusaha meronta. “Kalau kau menyentuh dia…”

Joe meludah. “Persetan!”

Orion tidak terpengaruh. Ia memukul pergelangan tangan Joe hingga pria itu berteriak dan kehilangan kendali.

"Saya akan pastikan kau menyesal.”

Satu pukulan terakhir dan Joe pingsan seketika, tidak bergerak.

Orion mengabaikan tubuh Joe yang tumbang. Ia segera berlari ke Sera.

“Sera… SERA!”

Begitu ia mendekat, tangan Sera langsung merosot, pecahan kaca jatuh mengenai lantai dengan bunyi kecil.

Tubuhnya goyah.

Orion menangkapnya sebelum ia jatuh.

“Aku takut…” gumam Sera. Air mata jatuh di pipinya.

“Maafkan aku terlambat datang…" lirih Orion. "Aku disini, Sera. Kamu tidak perlu takut sekarang,” Orion memeluknya erat, satu tangan memegang belakang kepalanya, satu lagi melingkari pinggangnya.

“Aku di sini. Aku sudah datang. Kamu aman sekarang…”

Sera terisak, tubuhnya mencengkeram kerah Orion, seakan takut dunia akan mencabutnya kembali.

“Kamu terlambat…” ia menangis pelan. “Aku takut… aku… aku benar-benar takut…”

“Maaf…” Orion menutup matanya, menahan rasa bersalah yang hampir membunuhnya. “Maaf Sera… aku harusnya lebih cepat…”

Ia menciutkan jarak, mencium puncak kepala Sera. “Tapi kamu aman. Kamu aman, Sayang. Aku bawa kamu pulang. Aku janji.”

Sera menggigil, memeluk Orion semakin erat. “Jangan tinggalkan aku…”

“Aku nggak akan pergi.” Orion menarik napas dalam-dalam. “Bahkan kalau dunia runtuh, aku tetap di sini.”

Orion mengangkat Sera ke dalam pelukannya—gadis itu ringan, terlalu ringan, seolah ketakutan dan hari-hari penyekapan telah mengambil sebagian dari kekuatannya.

Sera menyandarkan kepalanya di bahu Orion. “Jangan… lepaskan aku…”

“Tidak akan,” jawabnya lemut. “Selamanya tidak akan.”

Di luar, suara pertarungan masih terdengar. Para penjaga terakhir yang tersisa mencoba melawan, namun agen-agen Varden bergerak terlalu cepat dan profesional.

“Kita harus ke mobil! Jalan kiri sudah aman!” teriak Lyra dari kejauhan.

Orion berlari sambil menggendong Sera. Begitu mencapai halaman luar, kilatan lampu mobil-mobil hitam menyambut mereka.

Varden memberi kode. “Masukkan Sera dulu!”

Orion masuk ke mobil, duduk, dan memeluk Sera yang kini mulai kehilangan kesadaran karena kelelahan dan syok.

“Tahan… Sera, kita hampir sampai keluar…” bisik Orion sambil mengusap pipinya yang dingin.

Sera membuka mata sedikit. “Ori… on…”

“Ya?”

“Aku… takut…”

Orion menahan napas.

“Aku tahu,” ia menunduk mencium kening Sera dengan lembut. “Aku di sini. Kamu tidak sendirian lagi.”

Sera memejamkan mata, air mata hangat jatuh di jari Orion.

Mobil melaju.

Pasukan di luar menutup formasi mengelilingi kendaraan, memastikan mereka keluar dengan aman.

Hotel tua itu menjauh… perlahan-lahan menghilang di balik pepohonan gelap.

🍁🍁🍁

Bersambung…

1
Puji Lestari Putri
Makin ngerti hidup. 🤔
KnuckleBreaker
Beneran, deh, cerita ini bikin aku susah move on. Ayo bertahan dan segera keluarkan lanjutannya, thor!
Victorfann1dehange
Alur ceritanya keren banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!