Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.
Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.
Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.
Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Sepulangnya dari hari yang panjang di galeri, Alice, Tuan Zen, dan Hani memutuskan untuk merayakan keberhasilan Alice di pameran seni terakhir dengan makan malam di restoran All You Can Eat yang terkenal itu.
Keakraban dan tawa menggema di meja mereka saat mereka menyerbu berbagai jenis makanan yang tersedia. "Kamu tahu, Alice, lain kali kamu harus ikut pameran lagi," ujar Hani sambil mengambil sepotong sushi besar. "Supaya kalau menang, kamu bisa mentraktirku lagi seperti ini."
Alice tersenyum lebar, menikmati kehangatan dari temannya."Kamu benar, Hani. Aku harus sering-sering ikut pameran supaya saldo ATM-ku terus bertambah," sahut Alice sambil mengangguk-angguk. "Dan tentu saja, supaya aku bisa terus mentraktir kalian berdua."
Tuan Zen, yang biasanya lebih pendiam, juga tertawa mendengar candaan mereka. "Kalau begitu, aku harus mulai mencari pameran untukmu sekarang juga," katanya sambil mengoperasikan ponselnya, pura-pura mencari informasi pameran.
Tawa mereka pecah, mengisi sudut restoran dengan suara gembira. Di antara suapan, candaan, dan cerita, malam itu berlangsung dengan penuh keceriaan, mengikat mereka lebih dalam dalam tali persahabatan yang telah lama terjalin.
Mereka melanjutkan acara makannya, tak laka datanglah Brandon bersama temannya masuk ke restoran yang sama dengan mereka. Alice yang melihatnya pun melambaikan tangannya memanggil Brandon.
"Brandon" panggil Alice.
Hani menoleh mengikuti arah pandang Alice,"Siapa Alice?" tanya Hani.
"Dia teman sekolahku, tidak apa kan kalau mereka ikut bergabung dengan kita?" tanya Alice.
"Tidak masalah Alice, yang ada semakin seru" kata Hani tidak keberatan.
Saat Brandon dan temannya mendekat, Alice memperkenalkan mereka dengan ceria. "Ini Brandon, teman sekolahku, dan ini adalah Rian, teman satu klub basketnya Brandon," ujar Alice sambil tersenyum lebar.
Hani menyambut mereka dengan hangat. "Hai, Brandon, Rian. Silakan duduk, gabung dengan kami!" ajaknya sambil menepuk-nepuk kursi kosong di sampingnya.
Brandon dan Rian dengan senang hati bergabung, mempererat lingkaran pertemanan di meja itu. Mereka segera larut dalam percakapan, saling bertukar cerita dan tawa. Hani dan Alice mendengarkan cerita Brandon tentang pertandingan basket terakhir yang dimenangkannya, sementara Rian menceritakan pengalaman lucunya selama latihan.
Suasana di meja makan menjadi semakin riuh dan penuh keakraban. Tawa dan canda memenuhi udara, membuat waktu berlalu tanpa terasa. Alice merasa senang bisa mengumpulkan teman-temannya dalam satu meja, sementara Hani menikmati kesempatan untuk bertemu dan berteman dengan orang baru.
"Tumben kamu keluar, ada acara apa Alice?" tanya Brandon, selama mengenal Alice ia tidak pernah melihat wanita itu berkumpul dengan yang lain kecuali Mayra.
"Oh...ini, ini acara kesuksesan Alice. Lukisan yang dia buat terjual dengan nominal yang sangat fantastis" bukan Alice yang menjawab, melainkan Hani.
Wajah Alice memerah karena malu.
"Kau sangat hebat Alice, kalau begitu kamu harus mentraktirku juga" ucap Brandon bercanda.
"Tumben kamu keluar, ada acara apa Alice?" tanyanya dengan nada penuh keheranan, mata lelaki itu memancarkan rasa penasaran yang mendalam.
Sebelum Alice sempat menjawab, Hani, yang berdiri di sampingnya dengan senyum lebar, segera menyela. "Oh...ini, ini acara kesuksesan Alice. Lukisan yang dia buat terjual dengan nominal yang sangat fantastis," ucap Hani, hampir tak bisa menyembunyikan kebanggaannya.
Alice hanya bisa tersenyum tipis, menundukkan kepala malu, karena sekarang menjadi pusat perhatian. Hatinya berkecamuk; senang lukisannya dihargai, namun juga canggung berada di pusat perhatian.
Brandon tertawa ringan, mencoba meredakan ketegangan dengan candaannya. "Kau sangat hebat Alice, kalau begitu kamu harus mentraktirku juga," gurau Brandon, menyenggol lengan Alice dengan ringan.
Alice hanya bisa mengangguk kecil, tangannya yang dingin mengepal di sisi tubuhnya. Baginya, ini adalah langkah besar, bukan hanya dalam karier tapi juga dalam mengatasi ketakutannya pada keramaian.
"Baiklah, aku akan mentraktir teman juga" ucap Alice dengan bibir mengembang.
Sementara itu di tempat lain Lucas menatap kesal ponselnya, dia baru sempat membuka pesan dari Alice, istrinya.
"Dimana wanita itu makan bersama temannya, Jack?" tanya Lucas.
"Di restoran Xx tuan" jawab Jack.
"Banyak duit juga dia bisa makan di tempat seperti itu" gumam Lucas.
Alice duduk dengan ceria di sudut restoran yang mewah, tertawa lepas bersama teman-temannya. Cahaya dari lampu gantung mengkilap memantulkan senyum bahagianya. Tawa mereka sesekali memecah keheningan ruangan yang dipenuhi dengan aroma masakan lezat.
Sementara itu, Lucas, dengan wajah muram, duduk di bangku mobilnya menuju restoran tersebut. Rasa kesal dan cemburu menggelayut di hatinya, setiap kilometer yang dilalui menambah berat pikirannya.
"Mengapa dia selalu menghabiskan uang tanpa pikir panjang?" batin Lucas semakin geram. Dia mengira Alice menggunakan uang yang kakeknya berikan.
Sesampainya di restoran, Lucas melangkah masuk dengan langkah berat. Matanya segera menangkap sosok Alice yang sedang bersenda gurau, membuat dadanya semakin sesak. Dia mendekati meja Alice, tatapan tajamnya tak lepas dari wajah ceria Alice yang kini berubah menjadi pucat.
"Apa kau tidak bisa berhenti menghamburkan uang kita, Alice?" ucap Lucas dengan nada tinggi.
Suasana menjadi hening, beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka. Alice menelan ludah, mencoba menenangkan diri. "Lucas, aku hanya..." belum sempat Alice menyelesaikan kalimatnya, Lucas sudah mengayunkan tangannya menunjuk ke arah pintu keluar.
"Ayo pulang!" perintahnya dengan nada yang tidak dapat ditawar. Alice menundukkan kepala, mengikuti langkah Lucas yang kini berjalan cepat meninggalkan restoran, meninggalkan kebingungan dan tatapan iba dari teman-temannya.
Alice menangkupkan tangannya meminta maaf kepada mereka, dia mengetikkan kepada Hani untuk membayarnya terlebih dahulu. Besok dia berjanji akan membayarnya ketika sudah tiba di galeri.
Lucas mendorong Alice masuk kedalam mobil dan menutup pintunya kasar.
"Kita ke apartemen Jack" ucap Lucas.
"Baik tuan" ucap Jack.
Alice menatap suaminya bingung, jantungnya berdetak kencang takut Lucas akan melakukan sesuatu kepada dirinya.
"Lucas, kenapa kita tidak pulang ke rumah kakek? nanti kakek mencari kita" ucap Alice berharap Lucas akan mengurungkan niatnya.
Lucas tidak bergeming, entah mengapa hatinya bergemuruh melihat istrinya bercanda ria dengan teman-temannya terutama dengan Brandon. sudah dua kali ini dia melihat istrinya berasama pria itu.
Ketegangan mulai menguasai suasana di dalam mobil yang tengah melaju menuju apartemen Jack. Lucas, dengan raut wajah yang tersungging ketegaran, menatap lurus ke depan, mengabaikan guncangan hati yang dialami Alice.
Alice, di sisi lain, mencoba menenangkan dirinya dengan menarik napas dalam-dalam, merasakan denyut nadi yang seolah ingin melompat keluar dari dadanya. "Lucas, apa yang terjadi? Kenapa kita tidak pulang saja?" suara Alice bergetar, mencoba mencari tahu apa yang tengah berkecamuk di benak suaminya.
Namun, Lucas, dengan suara yang lebih dingin dari biasanya, hanya menjawab, "Aku perlu bicara denganmu, dan itu harus di tempat yang aman, jauh dari semua orang."
Ketika mobil berhenti di lobi apartemen Jack, Alice merasakan kaki-kakinya seolah terpaku.
Dia mengikuti Lucas masuk ke dalam lift dengan langkah gontai. Setiap detik dalam lift terasa seperti jam bagi Alice, penuh dengan ketidakpastian dan kekhawatiran.
Sesampainya di apartemen, Lucas langsung menuju ke sofa dan duduk dengan posisi yang tegang, seolah menahan amarah yang siap meledak. Alice, dengan ragu, duduk di seberangnya, jantungnya berdebar kencang, menunggu kata-kata yang akan mengubah segalanya.
Tanpa basa-basi, Lucas mulai berbicara, "Aku melihatmu dengan pria itu, lagi. Ini bukan pertama kalinya, Alice. Apa hubunganmu dengannya?" Matanya yang tajam menembus ke dalam jiwa Alice, mencari kebenaran yang tersembunyi.
Alice merasa dunianya runtuh, kata-kata itu seperti petir yang menyambar-nyambar di hatinya. "Lucas, tidak ada yang terjadi antara aku dan Brandon. Kami hanya teman," jawabnya, suaranya lemah, berusaha meyakinkan.
Namun, kepercayaan telah lama terkikis, dan malam itu, di apartemen Jack, mereka harus menghadapi pertempuran terberat dalam pernikahan mereka, pertarungan antara kepercayaan dan kecemburuan yang membara.
"Apa kamu gatal, ingin aku menyentuhmu hm. sehingga kamu mendekati pria lain" cibir Lucas. "Kau menggunakan uang kakek untuk bersenang-senang dengan pria lain" lanjutnya.
"Lucas..... " belum sempat Alice menjawabnya Lucas sudah lebih dulu membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya.
aihhh bikin lah Alice strong woman Thor jangan terlalu myek menyek
hadirkan juga laki² bertanggung jawab, mapan pokoknya impian para wanitalah untuk melindungi Alice