Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan mantan kekasih yang masih terobsesi padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
SELAMAT MEMBACA
Adrian terus menawarkan segala hal pada Zevanya dan merecoki gadis itu untuk bersamanya saja dan meninggalkan suami miskinnya yang bahkan menurut pria itu tidak akan mampu membayar makan yang telah terpesan di atas meja. Inginnya pria itu menarik Zevanya saja dari tempat tersebut, namun ia tentu tahu tempat dan situasi. Maka, bertingkah kalem adalah pilihannya saat ini.
"Kamu lihat semua menu yang di pesan ini, harganya mahal. Ini bukan kaya di warteg yang harganya puluhan ribu. Kamu yakin dia bisa bayar, jangan-jangan setelah makan kamu disuruh cuci piring lagi, gara-gara dia nggak mampu bayar." Adrian masih dengan cicitannya yang sungguh mengganggu suasana makan siang pasutri itu.
Baik Zevanya maupun Wira belum merespon, keduanya malah saling pandang. Risih kedatangan manusia tidak diundang ini.
"Oh ya, itu masalah kami, bukan masalah Anda. Dan maaf, Anda tidak diundang. Saya ingin makan berdua dengan istri." Wira membalas dengan tenang, tidak terprovokasi sama sekali dengan hinaan yang tak berdasar dari mantan kekasih istrinya ini sejak tadi. "Tapi betewe, jadi kamu hanya diajak makan di warteg sama dia, Dek?" Wira menaikkan sudut bibirnya.
Zevanya melirik suaminya, maksudnya apa coba berkata seperti itu. Tetapi tak disangka, pria yang tak diundang itu malah mendengus marah. Harga dirinya merasa diinjak, ini seolah dirinya yang tidak bisa memberikan lebih pada pacarnya.
"Bukan gue yang nggak mampu, tapi pacar gue yang memang mau makan di situ." Zevanya membelalakkan mata dengan klaim Adrian atas dirinya. Wira malah tertawa menanggapi.
"Bukannya sudah jadi mantan, ya!" pria itu meralat setelah tawanya berhenti, ia menarik kursi Zevanya agar mendekatinya. "Kamu mau lanjut makan di sini atau kita pindah aja?" Wira berbicara dengan istrinya.
"Tapi gimana dengan makanannya, kan sayang udah pesan." Adrian sempurna di abaikan, pria itu memukul meja mengundang perhatian termaksud pelanggan di tempat duduk lain.
"Vanya, aku belum setuju kamu putusin aku. Aku masih sayang sama kamu." Adrian berkata menggebu, lalu suaranya pun memelan tak kala Zevanya sedikit tersentak olehnya. "Va, kita balikan, ya. Kali ini aku akan berlaku baik sama kamu, aku nggak akan minta yang aneh-aneh lagi sama kamu. Aku serius, aku tulus cinta sama kamu." Jelasnya dengan nada lembut namun mendesak, pria itu bahkan meraih tangan gadis yang masih diklaimnya sebagai kekasih. Namun, dengan cepat dihalau suami si gadis.
"Kamu tahu, Dek. Biasanya lelaki yang ngumbar cinta dan sayang sebelum halal itu hanya buat main-main, nggak pernah tulus, hanya ucapan mulut saja. Beda sama aku yang udah jadi suami kamu, udah halal secara agama dan negara. Ungkapan cintaku itu nggak perlu diragukan lagi. Rasa cintamu ke aku, lebih besar rasa cinta aku ke kamu." Pria mana yang tidak marah jika seorang pria mengungkapkan cinta pada istrinya di depan matanya langsung, termaksud Wira, tetapi ia menanggapinya dengan kalem. Padahal dadanya aslinya bergemuruh ingin memukul wajah songong mantan kekasih istrinya, Adrian.
"Lu!" Adrian menunjukkan Wira dengan emosi.
"Apa?!" tantang Wira yang amarahnya sudah naik ubun-ubun.
"Stop!" ujar Zevanya menengahi tatapan sengit dua pria tersebut. "Adrian...," panggilannya membuat pria itu menoleh. Tatapan lembutnya pada Zevanya membuat suami gadis itu mencibir tidak suka. "Kamu harus sadar, hubungan kita sudah berakhir. Kamu sekarang sudah menjadi masa lalu ku, dan ini... suamiku, menjadi masa depan ku." Zevanya menatap lembut pada Wira dibalas tak kalah lembut oleh pria itu, ia juga menggenggam tangan istrinya. "Jadi, aku mohon sama kamu. Tolong jangan ganggu aku lagi," pinta gadis itu pada akhirnya.
"Nggak, nggak bisa Vanya. Aku nggak akan bisa... apasih istimewanya lelaki ini dibanding aku? Aku bisa ngasih kamu apapun yang kamu mau, aku bisa beliin kamu tas, baju, perhiasan, dan semua kemewahan akan kamu dapatkan. Kurangnya aku di mana? Sehingga kamu lebih memilih lelaki miskin ini?" napas Adrian memburu bahkan dadanya naik-turun menunjukkan seberapa emosi pria itu.
Zevanya menggeleng miris. "Kamu nggak mau sadar akan kekurangan mu, Adrian. Pertama, kamu nggak bisa ngasih aku status. Kedua, kebahagiaan aku nggak bisa dibeli dengan harta kamu. Dan yang terakhir, rasa yang pernah ada, sudah hilang dan habis tanpa sisa. Semua nggak sama lagi. Jadi, kamu jangan pernah ganggu aku lagi. Aku sudah bahagia sama suami aku." Tutur Zevanya mecuilkan rasa sakit yang begitu dalam pada hati Adrian, entah kenapa perasaan ini muncul. Karena sejak awal, ia hanya menginginkan tubuh gadis itu. Berbeda dengan Adrian, Wira malah mengembangkan senyum. Ia seolah berada di padang bungan tanpa akhir dengan kupu-kupu cantik yang bertebaran. Matanya menunjukan binar pesona pada sang istri.
"Nggak, aku nggak akan pernah terima!" Adrian membanting kursi, emosinya meledak. Tetapi jauh dari dalam hatinya, ia bingung kenapa ia semarah ini sampai lepas kendali.
Wira memanggil pelayan, tak lama kemudian semua hidangan yang di pesan di bawa pergi oleh pelayan tersebut. Adrian semakin menggila bahkan ingin membanting meja. Sebagian pelanggan merasa risih, tetapi kebanyakan dari mereka nampak menikmati drama yang tersaji. Apalagi sedang memakan makanan pedas, menjadi semakin nikmat.
Wira memanggil keamanan untuk membawa Adrian keluar, segera dua penjaga datang dan mengamankan lelaki itu. "Gue nggak mau pergi, gue masih mau bicara sama Zevanya." Adrian memberontak. "Vanya, kamu sama aku, ya. Aku lebih baik dari lelaki miskin ini."
"Hahahah," Wira tertawa akan ocehan Adrian. "Kamu tahu, anjing paling kecil menggonggong paling keras!" Wira melambaikan tangan, penjaga membawa Adrian keluar dengan paksa. Suasana kembali tenang.
"Mas, lapar." Zevanya menyayangkan makanan mereka yang telah dibawa kembali.
Wira terkekeh melihat wajah itu, ia pun membawa istrinya untuk ke suatu tempat. Membawa Zevanya lebih dalam ke restorannya, tempat yang sama sekali tidak terjamah oleh pelanggan lain.
"Ruangan apa ini, Mas?" Zevanya mengedarkan pandangannya ketika memasuki ruangan tempat suaminya membawanya.
Wira menyibak gorden besar, cahaya menembus ruangan membuat terang. Dibalik kaca transparan itu terdapat taman dengan kolam renang jernih. Cahaya matahari yang memantul membuat kolam itu bersinar sangat indah.
"Ruang kerja, Mas. Tunggu sebentar..." Wira berjalan menuju mejanya lalu meraih telpon genggam yang kemudian disimpan ditelinga. "Bawakan makan seperti pesanan tadi ke ruangan saya." Setalah mengatakan itu, Wira menutup teleponnya.
"Jadi, ini restoran kamu, Mas?" Zevanya menutup mulut. Takjub.
"Hm, jadi gimana? Kamu bangga kan punya suami seperti Mas?" Zevanya tertawa mengingat kembali obrolan mereka waktu lalu. Wira juga mengatakan pada dirinya harus bangga memiliki suami seorang yang memiliki resto yang telah memilikinya cabang di berbagai kota, namun saat itu Zevanya tidak menanggapi lebih lanjut.
"Iya, aku bangga jadi istrinya, Mas Wira." Kata gadis itu dengan manis, bibirnya yang melengkungkan senyum membuat Wira mendekat.
Pria itu kembali merasakan rasa manis dari bibir tanpa polesan liptint itu, hanya lip balm rasa strawberry yang menghiasinya agar lembab.
Lagi-lagi Zevanya mencengkeram bahu suaminya. "Aku di sini, kita di restoran, Sayang." Bisik Wira disela memagutnya untuk mempengaruhi pikiran Zevanya agar tidak terpaku pada kejadian itu. Perlahan Zevanya menutup mata, menghadirkan wajah suaminya dalam bayangan. Bibir gadis itu pun bergerak secara perlahan membalas.
Wira membuka mata, pergerakan bibir Zevanya kaku sekali. Namun, ini adalah perkembangan yang baik. "Rileks, Sayang." Kata pria itu mengusap dahi Zevanya yang mengerut serayan berbisik. "I Love You," dalam pagutan itu, bibir Zevanya melengkungkan senyum.