Luna harus memilih antara karir atau kehidupan rumah tangganya. Pencapaiannya sebagai seorang koki profesional harus dipertaruhkan karena keegoisan sang suami, bernama David. Pria yang sudah 10 tahun menjadi suaminya itu merasa tertekan dan tidak bisa menerima kesuksesan istrinya sendiri. Pernikahan yang telah dikaruniai oleh 2 orang putri cantik itu tidak menjamin kebahagiaan keduanya. Luna berpikir jika semua masalah bisa terselesaikan jika keluarganya tercukupi dalam hal materi, sedangkan David lebih mengutamakan waktu dan kasih sayang bagi keluarga.
Hingga sebuah keputusan yang berakhir dengan kesalahan cukup fatal, mengubah jalan hidup keduanya di kemudian hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAFIRANH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Sudah beberapa hari berlalu sejak Luna mendapati suaminya, David, yang tersenyum sangat mencurigakan ke arah layar ponselnya.
Meski bersikap tenang seperti tidak terjadi apa-apa, Luna tetap menyimpan berbagai macam dugaan mulai dari yang ringan seperti, apakah David merencanakan sesuatu di belakangnya lagi, atau juga dengan dugaan terburuk. Yaitu, berselingkuh.
Luna menggelengkan kepalanya cepat, mencoba mengusir semua pikiran buruk itu dari dalam pikirannya.
“Ada apa denganmu?” tanya Maria yang duduk di seberang meja. Tangannya sibuk mengupas kacang dari kulitnya.
“Tidak apa-apa, Mbak,” jawab Luna singkat, lalu kembali melanjutkan kegiatannya yaitu mencuci sayuran yang akan dimasak sebagai makan siang.
Maria tertawa tidak percaya saat mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari Luna. Padahal, apa yang dilakukan oleh Luna masih terbilang wajar. Hanya saja, Maria memang wanita yang haus akan rasa hormat dari orang lain.
Maria memperhatikan Luna dari arah belakang, bagaimana adik ipar yang sangat dibencinya itu melakukan semua pekerjaan dengan sangat giat dan cepat. Bukannya merasa senang karena pekerjaan bisa cepat selesai, Maria justru semakin membenci Luna karena dianggap ingin mencari perhatian di hadapan keluarganya.
Sedangkan Luna sendiri, tampak termenung, tatapan matanya kosong. Meski tangannya masih bergerak untuk mencuci sayuran, tapi pikirannya seperti terbang entah kemana. Sampai-sampai ia tidak sadar jika sudah menyalakan air kran cukup lama.
“Matikan air krannya jika sudah selesai,” ucap Bu Galuh yang baru masuk ke dapur. “Ini memang perkampungan, tapi bukan berarti air disini gratis.”
“Maaf, Bu,” Luna langsung mematikan air kran dengan cepat.
Bu Galuh masuk ke dalam dapur hanya untuk meletakkan ayam yang baru dipotong ke dalam sebuah wadah untuk mulai di marinasi.
“Maria, ini ayamnya. Langsung kamu marinasi saja, dan segera masukkan ke dalam kulkas,” perintah Bu Galuh pada menantu pertamanya.
Sikap Bu Galuh yang tidak pernah menyuruh Luna untuk memasak, seperti menegaskan jika ia tidak menganggap keahlian istimewa Luna sebagai seorang mantan chef profesional.
“Ibu aku berangkat dulu, ya,” ucap David yang baru muncul dari ruang tengah, hendak berpamitan pada Ibunya.
Luna menoleh, dan mendapati jika suaminya itu semakin hari semakin lebih memperhatikan penampilannya. Memang aneh, tapi Luna masih berusaha untuk diam sebelum bisa menemukan petunjuk yang benar-benar mendukung kecurigaannya.
‘Dia bahkan memakai pakaian bagus, meski hanya bekerja di warung saja.’ tatapan Luna begitu tajam ke arah David. Meski ingin berpikiran tetap positif, tapi rasa curiga itu semakin membesar.
David mendekat ke arah Bu Galuh, sebagai seorang anak yang begitu patuh pada Ibunya. Menyempatkan untuk bersalaman dan mencium tangannya, begitu hormat.
“Ibu sudah menyiapkan bekal makan siang untukmu, Nak,” Bu Galuh mengusap pundak putra keduanya sangat lembut.
“Sebenarnya tidak perlu, Bu. Aku bisa memasak sendiri di warung.”
“Meski sudah mahir memasak sendiri, tapi Ibu sangat ingin menyiapkan makan siang untukmu.”
‘Hah…mahir memasak katanya?’ Luna tanpa sengaja tersenyum kecil mendengar ucapan Bu Galuh.
Sepertinya sang Ibu mertua memang sengaja mengucapkan hal itu tepat di depan Luna. Ingin menunjukkan jika putranya sendiri lebih baik daripada sang menantu.
“Aku hanya mengikuti resep yang sudah ada saja, Bu,” David menyempatkan diri untuk melirik ke arah Luna. “Resep leluhur memang lebih diminati daripada resep jaman sekarang.”
Tangan Luna mengerat pada tepian wastafel saat mendengarnya. Wanita paling sabar sekalipun, pasti akan kesal jika setiap hari diperlakukan seperti seorang musuh oleh suaminya sendiri.
“Ya sudah, aku berangkat dulu, Bu. Sudah siang,” David mengambil rantang makanan yang telah disiapkan di atas meja. Gerakannya terhenti, kembali menatap ke arah Luna yang sama sekali tidak berbalik sejak tadi. “Aku berangkat dulu,” ucapnya singkat.
“Ya, hati-hati,” jawab Luna tak kalah singkat. Ia bahkan sama sekali tak memiliki niat untuk berbalik dan menatap kepergian David.
Setelah pria itu pergi dari dalam rumah, Bu Galuh dan Maria yang melihatnya tampak semakin membenci sikap Luna yang dinilai tidak sopan pada suaminya.
“Luna, kenapa tidak mengantar David sampai ke halaman depan?” tanya Maria sambil menyilangkan tangan di depan dada dengan angkuh.
“Maria sudahlah, tidak baik memaksakan sesuatu pada orang yang tidak memiliki niat baik dalam rumah tangga dan keluarga,” jawab Bu Galuh sangat ketus.
Luna sudah tidak tahan lagi. Ia meletakkan sayur yang telah dicucinya ke atas meja, lalu menatap Bu Galuh serta Maria, tatapan datar seperti tanpa perasaan. “Ibu, pekerjaan saya sudah selesai. Jadi permisi, saya ada pekerjaan lain yang tengah menunggu.”
Akhirnya Luna memilih untuk pergi meninggalkan dapur tanpa menanggapi ucapan kasar Ibu mertua dan kakak iparnya. Diam adalah jalan yang harus diambil olehnya saat ini, setidaknya sampai dirinya benar-benar punya alasan untuk pergi.
“Benar-benar wanita yang tidak sopan,” cibir Bu Galuh setelah Luna pergi menjauh. “Kenapa David harus diberi ujian dengan menikahi wanita seperti itu?”
***
Siang harinya, Mahesa tampak sedang mengendarai sepeda motornya pelan, berkeliling di sekitaran kampung adalah hobi barunya saat ini. Beberapa panggilan dari rekan kerjanya di perusahaan, membuat Mahesa sangat pusing.
Jadi, ia memutuskan untuk pergi sejenak, mencari ketenangan di kampung masa kecilnya itu.
Bukan hanya mencari ketenangan karena kesibukan bekerja, alasan utama Mahesa pergi dari kota adalah menghindari perjodohan yang telah direncanakan oleh kedua orang tuanya.
Tak menyangka, jika ia justru merasa sangat betah tinggal di tempat yang tenang dan jauh dari keramaian ini. Anehnya, akhir-akhir ini Mahesa justru sering memikirkan wanita yang masih membawa cincin pernikahannya itu, yang tak lain adalah Luna.
Bukti yang menunjukkan jika suaminya ada dugaan telah memiliki wanita idaman lain, membuat Mahesa merasa kasihan pada Luna. Meski ia sendiri juga belum tahu kenapa perasaan iba itu bisa masuk ke dalam hatinya.
Saat Mahesa tanpa sengaja lewat di jalan yang tidak begitu jauh dari area sekolah dasar, pandangannya menangkap sesuatu yang kini bisa dilihat dengan mata kepalanya sendiri.
“Bukankah itu suaminya Luna?” gumam David pada dirinya sendiri.
Ia menghentikan laju motornya, sengaja mundur ke arah pohon bambu yang rimbun agar tidak ketahuan. Matanya mulai mengintai apa yang sedang terjadi di depannya.
Awalnya semua biasa saja, David hanya duduk di atas sepeda motornya untuk menjemput kedua putrinya pulang sekolah. Namun, keanehan mulai terjadi.
Kumala, yang merupakan seorang guru di sekolah tersebut tampak keluar bersama kedua putri David, seperti sengaja untuk bertemu dengan pria itu. Suatu hal yang aneh, saat seorang guru meletakkan perhatian lebih pada salah satu muridnya.
Mereka tampak berbicara sejenak. Kumala tertawa sedikit berbeda, terlihat sangat akrab. Hingga, David terlihat memberikan sebuah totebag ke arah Kumala. Wanita itu menerimanya dengan senang hati, lalu keduanya berpisah saat sepeda motor David telah pergi menjauh.
“Kira-kira apa yang ia berikan pada guru wanita itu?” ucap Mahesa penasaran.
Sedangkan Kumala sendiri, mulai melangkah kembali ke arah gedung sekolah dengan membawa totebag pemberian dari David.
Saat melewati ruang kantor, salah seorang rekan kerjanya bertanya mengenai barang apa yang tengah dibawa oleh Kumala.
“Ini baju bersih dari laundry, Bu,” jawab Kumala santai. Ia menunjukkan isi dari dalam totebag sebentar agar rekannya itu percaya. “Ada salah satu baju yang terkena noda kecap, dan sangat sulit untuk dihilangkan. Jadi, saya memutuskan untuk membawanya ke tempat laundry saja.”
“Oh begitu,” jawab rekannya mengangguk percaya. Lagipula, Kumala memang menunjukkan lipatan baju di dalam totebag tersebut.
***
Malam harinya di rumah Kumala. Waktu telah menunjukkan pukul 21.00 malam, waktunya untuk beristirahat. Setelah selesai melakukan perawatan wajah, Kumala mengambil duduk di atas ranjang berbalut sprei berwarna merah muda yang memiliki motif bunga kecil diatasnya.
Mengambil totebag dari atas meja, begitu antusias untuk membukanya. Rupanya dibawah lipatan baju itu terdapat sebuah kotak persegi berwarna merah gelap dan sebuah pita berwarna keemasan sebagai penghiasnya.
“Apa ini?” gumam Kumala saat mengeluarkan kotak dari dalam totebag. Dan saat membuka isinya, mata Kumala membelalak sempurna. Rupanya, kotak itu berisi coklat yang sangat diinginkannya.
“Ini kan, coklat yang aku ceritakan pada David waktu itu,” Kumala begitu senang mendapatkan hadiah dari David.
Coklat ini hanya dijual di kota besar, berarti David sengaja memesannya khusus untuk Kumala. Tak menyangka jika pria itu sangat perhatian padanya.
Tangan Kumala mulai meraih ponsel di atas meja, mencari nomor milik David untuk mengirimkan pesan.
“Terima kasih, aku sangat senang mendapatkan hadiah ini,” ketik Kumala pada layar ponsel, lalu menekan tombol kirim segera.
Tak berapa lama kemudian, balasan dari David mulai diterima. Pria itu menuliskan sesuatu yang membuat wajah Kumala semakin bersemu saat membacanya.
Kumala merebahkan tubuh di atas ranjang. Matanya menatap ke arah atap kamar yang masih menggunakan genteng, tersenyum sendiri seperti seorang remaja puber yang baru saja digoda oleh pria pujaan hatinya.
“Jika David sangat perhatian seperti ini padaku, maka tidak ada lagi alasan untuk mundur,” ucap Kumala penuh tekad. “Kini aku hanya harus memikirkan bagaimana caranya membuat David semakin dekat denganku.”
BERSAMBUNG