NovelToon NovelToon
Kejamnya Mertuaku

Kejamnya Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Anjani, gadis manis dari kampung, menikah dengan Adrian karena cinta. Mereka tampak serasi, tetapi setelah menikah, Anjani sadar bahwa cinta saja tidak cukup. Adrian terlalu penurut pada ibunya, Bu Rina, dan adiknya, Dita. Anjani diperlakukan seperti pembantu di rumah sendiri. Semua pekerjaan rumah ia kerjakan, tanpa bantuan, tanpa penghargaan.

Hari-harinya penuh tekanan. Namun Anjani bertahan karena cintanya pada Adrian—sampai sebuah kecelakaan merenggut janin yang dikandungnya. Dalam keadaan hancur, Anjani memilih pergi. Ia kabur, meninggalkan rumah yang tak lagi bisa disebut "rumah".

Di sinilah cerita sesungguhnya dimulai. Identitas asli Anjani mulai terungkap. Ternyata, ia bukan gadis kampung biasa. Ada darah bangsawan dan warisan besar yang tersembunyi di balik kesederhanaannya. Kini, Anjani kembali—bukan sebagai istri yang tertindas, tapi sebagai wanita kuat yang akan menampar balik mertua dan iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 28

Setelah para penagih hutang pergi, Bu Rina terduduk lemas di belakang pintu rumah. Napasnya memburu, sementara tangannya gemetar memegang sapu tangan lusuh yang selalu ia bawa di saku.

Pintu depan terbuka dengan kasar, menandakan seseorang baru saja masuk. Dita baru pulang kerja, wajahnya terlihat lelah, namun matanya langsung membulat saat melihat ibunya dalam keadaan begitu.

"Ibu? Kenapa duduk di situ? Ada apa ini?" tanya Dita panik, langsung berlari menghampiri.

Bu Rina tak langsung menjawab. Ia hanya menunduk, menyembunyikan wajahnya yang penuh kecemasan. Dita berlutut di hadapan ibunya, menggenggam tangan keriput itu.

"Ibu... ngomong, dong! Ada apa?" desaknya.

Dengan suara bergetar, Bu Rina akhirnya membuka mulut. "Mereka... penagih hutang itu, Ta. Mereka datang menagih uang yang Ibu pinjam  100 juta dari Bu Lestari."

Dita mengerutkan kening, seolah tak percaya. "Hutang? Uang apa, Bu? Kapan Ibu pinjam uang sebanyak itu?"

Bu Rina menelan ludah, matanya berkaca-kaca. "Ibu... Ibu gadaikan sertifikat rumah kita buat investasi. Katanya... keuntungannya besar, bisa berlipat-lipat. Tapi... sekarang uangnya hilang, Ta."

Wajah Dita seketika memucat. Ia mundur perlahan, melepaskan genggaman tangannya dari ibunya.

"Apa?! Ibu gadaikan sertifikat rumah buat investasi?! Astaga, Bu! Gimana bisa Ibu percaya sama omongan kayak gitu? Kenapa nggak bilang sama aku dulu?!" bentak Dita dengan suara bergetar menahan amarah.

Bu Rina terisak, tubuhnya semakin gemetar. "Ibu cuma mau cari tambahan uang buat masa depan kalian... buat bantu biaya kamu menikah nanti... biar kita nggak susah terus, Ta."

Dita bangkit berdiri, berjalan mondar-mandir dengan tangan melipat di dada. Matanya berkaca-kaca menahan luapan emosi.

"Tapi kenapa sampai harus gadaikan sertifikat rumah?! Kalau sampai kita kehilangan rumah ini, kita mau tinggal di mana, Bu?" suaranya meninggi.

Bu Rina semakin terisak, tubuhnya bergetar. "Ibu nggak tahu, Ta... Ibu cuma pengen kalian hidup lebih baik."

Dita menggeleng, matanya penuh amarah bercampur kecewa. "Selalu aja gitu, Bu. Selalu mikirin yang belum pasti, tapi nggak pernah mikirin apa yang kita punya sekarang. Sekarang gimana caranya kita nebus sertifikat itu?! Uang dari mana?!"

Ruangan terasa sunyi sejenak, hanya isakan pelan Bu Rina yang terdengar. Dita meremas rambutnya sendiri, mencoba menenangkan diri.

"Aku bakal cari cara. Tapi mulai sekarang, Ibu jangan pernah buat keputusan besar tanpa ngomong sama aku dulu!" ucap Dita tegas.

Bu Rina hanya bisa mengangguk pelan, menyesali keputusan yang telah ia buat.

"Bu, uang 100 juta itu buat investasi apa sebenarnya?" tanya Dita dengan nada tajam.

Bu Rina mengusap wajahnya yang berkerut, matanya masih basah. "Bu Mira yang nawarin, Ta... katanya investasi emas digital. Ibu lihat banyak yang ikut, termasuk Bu Mira sendiri. Dia bilang ini kesempatan buat keluar dari kesusahan."

Dita membelalak, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Bu Mira?! Sejak kapan Ibu percaya sama omongan Bu Mira?! Bukannya dia sering ikut-ikutan bisnis nggak jelas?! Kenapa Ibu malah nurut?!"

Bu Rina menunduk, air matanya mulai jatuh lagi. "Ibu cuma pengen bantu kamu, Ta... biar kamu bisa hidup enak, biar kita nggak susah terus."

Dita menarik napas panjang, menekan amarahnya. "Bu, investasi kayak gitu nggak ada yang pasti! Kalau memang gampang, semua orang udah kaya dari dulu! Kenapa Ibu nggak cerita dulu sama aku?!"

Bu Rina terisak semakin keras, menyesali keputusannya. "Ibu juga baru tahu setelah ketemu sama Bu Mira,... Bu Mira ternyata juga kena tipu. Uang tabungannya habis, Ta. Dia juga bingung harus gimana."

Dita terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi itu.

"Ya ampun, Bu... Berarti Bu Mira dan ibu semua jadi korban ."

Bu Rina mengangguk lemah, matanya sembab.

Dita duduk di sofa, menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Kepalanya terasa berat, memikirkan bagaimana cara menyelamatkan rumah satu-satunya.

"Besok aku cari tahu soal investasi ini. Kita nggak boleh diem aja. Tapi, Bu... mulai sekarang, jangan pernah ambil keputusan besar tanpa ngomong sama aku dulu. Kita keluarga, kita harus saling percaya."

Bu Rina mengangguk pelan, menyesali segala keputusannya.

Sore harinya, suasana rumah masih terasa tegang. Adrian baru pulang dari luar, wajahnya kusut dengan langkah berat. Dita yang sejak pagi menunggu, langsung menghampiri kakaknya.

"Mas... aku mau ngomong."

Adrian melirik sekilas, lalu duduk di sofa tanpa menjawab.

Dita menelan ludah, ragu memulai. Namun, ia tahu ini tak bisa ditunda.

"Mas... rumah ini sudah digadaikan sama Ibu buat investasi. Sertifikatnya dijadikan jaminan."

Mata Adrian langsung membelalak. Tubuhnya menegang, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

"Apa?!" suaranya menggelegar, membuat Bu Rina yang duduk di pojok ruangan terkejut.

"Ibu, ini bener?!" bentaknya, menatap tajam ke arah ibunya.

Bu Rina hanya menunduk, air matanya mulai berlinang lagi.

"Astaga, Bu! Kenapa Ibu bisa-bisanya ambil keputusan sepenting ini tanpa ngomong sama aku?!"

Adrian bangkit dari sofa, emosinya meluap.

"Aku udah cukup pusing sama sidang perceraian besok! Sekarang malah ditambah masalah rumah?! Rumah ini satu-satunya harta yang kita punya, Bu! Ibu pikir gampang buat nebusnya?! Seratus juta itu duit kecil buat kita?!"

Dita hanya bisa menunduk, tak berani menyela. Sementara Bu Rina terisak, tubuhnya bergetar.

"Aku kerja banting tulang, capek ngurus hidup sendiri, tapi malah disodorin masalah kayak begini! Ini semua gara-gara Bu Mira, kan?! Kenapa Ibu gampang banget percaya sama orang kayak dia?!"

Bu Rina menangis semakin keras. "Ibu cuma pengen bantu kalian, Nak... Ibu nggak mau kalian terus hidup susah."

Adrian mengusap wajahnya dengan kasar, frustasi.

"Bantu?! Caranya kayak gini, Bu?! Bukannya menolong malah makin nambah beban! Kalau rumah ini sampai disita, kita tinggal di mana?!"

Dita akhirnya memberanikan diri bicara, suaranya lirih.

"Mas... kita bisa cari jalan keluar bareng-bareng."

Adrian menoleh tajam.

"Jalan keluar apa, Ta?! Cari uang dari mana secepat itu?! Besok aku sidang, sekarang malah dihadapkan sama masalah begini! Hidup aku udah berantakan, sekarang rumah juga hampir hilang!"

Ruangan seketika sunyi. Hanya isak tangis Bu Rina yang terdengar.

Adrian menjatuhkan diri di sofa, wajahnya menunduk dalam, menahan amarah dan rasa frustasi.

"Kenapa hidup kita nggak pernah lepas dari masalah...?" bisiknya lirih.

Dita menahan air mata, duduk di sebelah Adrian.

"Mas... kita keluarga. Kita pasti bisa lewatin semua ini. Asal kita bareng-bareng."

Adrian menghela napas berat, masih menunduk.

"Aku capek, Ta... bener-bener capek."

Dita menggenggam tangan kakaknya, berusaha memberi kekuatan.

******

Pagi itu, suasana rumah terasa sunyi meskipun hati Anjani begitu bergejolak. Ia menatap bayangannya di cermin, berusaha menata hati yang rapuh. Gaun sederhana berwarna krem membalut tubuhnya, wajahnya terlihat pucat dengan mata sembab sisa tangis semalaman.

Kevin, sang adik, sudah menunggunya di ruang tamu. Wajah pria muda itu memancarkan kesedihan, tetapi ia berusaha tegar demi kakaknya.

"Kak, kamu siap?" tanya Kevin pelan, mencoba memberi semangat.

Anjani menoleh, memaksakan senyum meskipun hatinya berkecamuk. "Aku harus siap, Vin... Ini hari terakhir aku bersama Adrian."

Elisabet dan Marco, orang tua kandung Anjani, berdiri di sudut ruangan. Marco menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca, sementara Elisabeth meremas tangannya sendiri, menahan rasa sedih.

"Nak, kami di sini buat kamu... Jangan takut." ujar Marco, suaranya berat.

Anjani mengangguk, meskipun hatinya terasa sesak. Ia sangat menghargai kehadiran mereka, terlebih ketika Bu Fatma dan Pak Iksan terpaksa tidak bisa menemaninya karena urusan penting yang tak bisa ditinggalkan.

Setelah semuanya siap, mereka berangkat menuju pengadilan. Sepanjang perjalanan, suasana mobil terasa hening. Hanya suara tarikan nafas dan detak jantung yang terdengar.

Sementara itu, di mobil lain, William, kekasih Anjani. sudah bersiap menuju pengadilan. Ada rasa puas di hatinya karena akhirnya hubungan Anjani dan Adrian akan berakhir. Dalam benaknya, ini adalah kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang ia cintai.

Setibanya di pengadilan, Anjani berusaha menegakkan bahu, meskipun hatinya gemetar. Kelvin berjalan di sampingnya, memberikan dukungan tanpa kata.

Saat mereka memasuki ruang sidang, pandangan Anjani langsung tertuju pada Adrian yang sudah duduk di kursi di depan hakim. Wajah pria itu dingin, seolah tak ada rasa penyesalan.

William berdiri tak jauh dari sana, memperhatikan setiap gerakan Anjani dengan tatapan penuh arti.

Persidangan pun dimulai.

Hakim membuka sidang dengan suara tegas, mempersilakan kedua belah pihak menyampaikan pendapat masing-masing.

Anjani menarik napas dalam, bersiap menghadapi babak terakhir dari pernikahan yang pernah ia perjuangkan. Sementara itu, di sudut ruangan, William tersenyum tipis, seolah menunggu kehancuran rumah tangga Anjani sebagai jalan untuk masuk ke dalam hidup wanita itu.

Suasana ruang sidang mendadak memanas ketika Adrian berdiri dengan ekspresi penuh amarah. Tatapan matanya tajam menusuk ke arah Anjani yang duduk tenang di kursi sebelah nya.

"Yang Mulia, sebelum sidang ini dilanjutkan, saya ingin mengajukan bukti bahwa istri saya telah berselingkuh!" suara Adrian lantang, membuat semua orang di ruangan menoleh.

Hakim mengangkat alis, sedikit terkejut. "Bukti apa yang saudara maksudkan?"

Adrian menunjuk ke arah Kevin yang sejak tadi duduk di samping Anjani.

"Laki-laki ini! Sejak tadi dia terus menempel di sisi Anjani, bahkan memeluknya seperti pasangan kekasih! Apa ini bukan bukti nyata perselingkuhan?!"

Bisik-bisik langsung terdengar di ruangan. William yang duduk di kursi pengunjung menahan senyum licik, seolah menikmati kekacauan itu.

Kevin menoleh kaget, wajahnya memerah. "Saya...? Saya adik—"

Namun, sebelum Kevin menyelesaikan kalimatnya, Anjani berdiri dengan wajah memerah menahan emosi. Matanya menusuk langsung ke arah Adrian.

"Cukup, Adrian! Jangan sembarangan menuduh tanpa bukti!" suaranya bergetar, tapi tegas.

Hakim menatap keduanya dengan penuh wibawa. "Ibu Anjani, apakah Anda ingin memberikan penjelasan?"

Anjani menarik napas dalam, mencoba meredam gejolak hatinya.

"Yang Mulia, laki-laki yang dituduhkan Adrian sebagai selingkuhan saya adalah adik kandung saya sendiri... Kevin."

Ruangan langsung hening. Hakim melotot tak percaya.

"Adik kandung?" tanya hakim, memastikan.

Adrian tertawa sinis, berusaha menutupi keterkejutannya. "Jangan bohong, Anjani! Semua orang tahu kamu anak tunggal!"

Anjani menatap Adrian penuh luka.

"Aku memang dikenal sebagai anak tunggal karena aku tumbuh tanpa mengetahui bahwa aku memiliki adik. Orang tua kandungku terpisah dariku sejak kecil, dan aku baru mengetahui kebenarannya beberapa waktu lalu."

Elisabet dan Marco yang duduk di barisan pengunjung mulai tersulut emosi . Kevin menunduk, menahan rasa panas di dada nya.

"Kevin adalah adik kandungku, satu darah denganku. Jika kamu mau bukti, aku bisa ajukan tes DNA, Adrian."

Adrian terdiam, wajahnya merah padam. Ia tidak menyangka jawaban itu.

Hakim mengetuk palu, menenangkan suasana. "Baik, cukup! Persidangan ini bukan ajang saling tuduh tanpa bukti. Jika saudara Adrian tidak memiliki bukti kuat, tuduhan ini dianggap batal."

Adrian mendengus kesal, menunduk dengan wajah geram. William yang menyaksikan dari jauh hanya tersenyum tipis, merasa bahwa ia masih memiliki kesempatan mendekati Anjani.

Sementara itu, Anjani menatap Adrian dengan mata berkaca-kaca.

"Aku memang bukan istri sempurna, Adrian... Tapi aku bukan wanita yang pantas kamu hina seperti ini."

Kevin menggenggam tangan kakaknya erat, memberi kekuatan.

Persidangan berlanjut dengan suasana panas, meninggalkan luka baru yang mungkin tak akan pernah bisa disembuhkan.

Setelah pergulatan argumen yang panjang dan melelahkan, hakim akhirnya mengetuk palu dengan tegas.

"Setelah mempertimbangkan seluruh bukti dan keterangan dari kedua belah pihak, maka pengadilan memutuskan bahwa pernikahan antara saudara Adrian dan saudari Anjani resmi berakhir. Dengan ini, gugatan cerai dikabulkan."

Suara palu yang menghantam meja menggema di ruang sidang, seakan menandai akhir dari perjalanan rumah tangga mereka yang penuh luka.

Anjani menarik napas panjang, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Meski hatinya remuk, ada kelegaan yang perlahan merayap di dadanya. Ia akhirnya terbebas dari pernikahan yang hanya membuatnya menderita.

Adrian yang berdiri di sisi lain meja, tampak mematung. Wajahnya merah padam menahan emosi, namun tak bisa lagi membantah keputusan itu.

Kevin yang sejak tadi setia di sisi kakaknya, menggenggam tangan Anjani erat. "Kakak sudah berjuang... Sekarang saatnya memulai hidup baru." ucapnya pelan.

William yang duduk di barisan pengunjung hanya tersenyum puas, merasa ada celah untuk mendekati Anjani kembali.

Saat keluar dari ruang sidang, Bu Rina dan Dita sengaja memperlambat langkah saat berpapasan dengan Anjani. Tatapan angkuh terpancar jelas, seolah kemenangan ada di pihak mereka.

Bu Rina menyunggingkan senyum sinis. "Akhirnya kau bebas juga... Jangan khawatir, sebentar lagi Adrian akan mendapatkan istri yang lebih pantas. anggun bisa membuat anakku bahagia, sesuatu yang tak pernah bisa kau lakukan."

Dita menambahkan dengan nada tajam, "Wanita seperti kamu memang tidak pantas berdampingan dengan keluarga kami."

Anjani menatap mereka dengan tatapan lembut, namun penuh wibawa. Anggun dalam kesedihannya, ia menghela napas panjang sebelum menjawab pelan namun menusuk.

"Kebahagiaan tidak diukur dari siapa yang mendampingi, tapi dari hati yang tulus. Semoga kalian menemukan kebahagiaan di atas luka orang lain."

Bu Rina dan Dita terdiam, tak menyangka jawaban sehalus itu bisa membuat mereka tersentak. Kevin menatap kakaknya dengan bangga, sementara Anjani melangkah pergi dengan kepala tegak, meninggalkan mereka dalam kebisuan.

Aura ketegaran Anjani seolah menampar harga diri Bu Rina dan Dita tanpa satu kata pun yang kasar.

Adrian melangkah keluar dari ruang sidang tanpa menoleh sedikitpun ke arah Anjani.

Namun sebelum keluar, Anjani berkata pelan tapi tajam, "Terima kasih, Adrian... untuk semua luka yang telah kamu berikan. Aku belajar menjadi wanita kuat karena kamu."

Adrian berhenti sejenak, namun tak berkata apa-apa. Ia hanya menghela napas berat, lalu pergi meninggalkan semua kenangan pahit di belakang.

Ahirnya Anjani bercerai dengan Adrian ,langkah apa yang akan mereka ambil selanjut nya??.....

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Arsyi Aisyah
Ya Silahkan ambillah semua Krn masa lalu Anjani tdk ada hal yang membahagiakan kecuali penderitaan jdi ambil semua'x
Arsyi Aisyah
katanya akan pergi klu udh keguguran ini mlh apa BKIN jengkel tdk ada berubahnya
Linda Semisemi
greget ihhh.... kok diem aja ya diremehkan oleh suami dan keluarganya....
hrs berani lawan lahhh
Heni Setianingsih
Luar biasa
Petir Luhur
seru banget
Petir Luhur
lanjut.. seru
Petir Luhur
lanjut kan
Petir Luhur
lanjut thor
Petir Luhur
bagus bikin geregetan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!