Miang tidak sengaja menemukan membuka kotak terlarang milik leluhurnya yang diusir oleh keluarga seratus tahun lalu. Kotak itu berisi badik keemasan yang bila disentuh oleh Miang bisa berkomunikasi dengan roh spirit yang terpenjara dalam badik itu.
Roh spirit ini membantu Miang dalam mengembangkan dirinya sebagai pendekar spiritual.
Untuk membalas budi, Miang ingin membantu Roh spirit itu mengembalikan ingatannya.
Siapa sebenarnya roh spirit itu? Bisakah Miang membantunya mengingat dirinya?Apakah keputusan Miang tidak mengundang bencana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Ujian
“Dia adik sang genius kota tapi masuk ke sekolah pecundang. Mungkinkah dia tidak dihargai oleh keluarganya.” Seorang murid sekolah kota melirik sinis ketika I Miang lewat bahkan meninggikan suaranya dan didengar semua murid.
“ Dia bahkan dilempar ke desa. Mungkinkah dia sampah?.”
“ Puang Sonya jangan mengatakan begitu. Dia itu nona besar keluargaku.” Ramalla menarik tangan murid itu dan semua mata melihat. I Miang terlalu malas ikut dalam aktingnya.
I Rani yang melihat adegan itu menggeleng “Ada beberapa orang tidak belajar dari pengalaman.”
“Kalau kamu sangat penasaran, kenapa nggak langsung bertanya dengan keluarganya.” Katanya dongkol.
“Ramalla ada disini, kan? Kenapa kita tidak bertanya kalau begitu?.”Puang Sonya berkata lagi.
“Dia hanya kerabat, bisakah yang dia katakan bisa dipercaya?.”
“Kerabat apanya? Dia masih keluarga cabang. Ayahnya dan ibunya masuk tetua keluarga.”
“Puang Sonya, kamu bahkan tidak perna mengunjungi keluarga La Wero kami. Kenapa kamu sangat yakin dengan yang kamu katakan?.” Puang Wati yang merupakan nona muda dari keluarga cabang ke dua dan murid sekolah kerajaan, berdiri di kerumunan.
“Tentu saja karena aku sudah membuktikannya. Aku perna melihat murid keluarga La Wero menyapa ayah dan ibu Ramalla dengan sopan. La Topa sering menyapa Ramalla di depan umum. Tapi lihat, apakah dia perna memperkenalkan adiknya?.”
Puang Wati tertawa marah “Puang Sonya, keluarga La Wero selalu mengajari generasi mudanya tentang etika terhadap orang tua. Jangankan pada keluarga dan kerabat bahkan pada pelayan dan pekerja yang tua kami tetap sopan. Kalau hanya menyapa, tuan muda kami meskipun agak cuek, dia orang yang sopan. Menyapa orang yang dia kenal selalu dilakukan bahkan orang diluar keluarga atau hanya pelayan. Itulah etika keluarga.”
“Setiap generasi keluarga sah akan dikirim ke desa untuk berlatih karena kami percaya itu tanah leluhur kami yang diberkahi. Bahkan La Topa perna dikirim kesana. Apakah itu juga karena dia tidak disukai atau dia sampah? La Topa setiap kembali, akan pergi ke desa dulu menemui adiknya sebelum kembali ke kediaman keluarga. Jadi, Jangan sok tahu tentang keluarga kami.”
“Itu kan hanya perkataanmu.”Puang Sonya tetap membantah.
“Ckckck….. banyak orang yang tidak bisa diobati.” Puang Wati menggeleng tanpa daya.
“Kupikir murid sekolah kota itu pintar, tapi….” Puang Wati menghela napas.
“Tidakkah kamu memperhatikan nama Ramalla? Keluarga La Wero itu keluarga bangsawan kehormatan tapi dia tidak memiliki gelar bangsawan. Kenapa? Apa itu bisa disebut keluarga cabang? Kerabat saja masih banyak yang diberi gelar kosong. Jangan bilang kalian tidak bisa memikirkannya.” Puang Wati kembali duduk. Setiap kelompok berdiskusi.
“Kalau Cuma disapa dianggap akrab, bagaimana denganku? Puang Topa bersahabat dengan kakaku dan kami sering keluar jalan-jalan bersama, makan bersama, main bersama. Apa aku juga keluarga dekat La Topa?.”Puang Juli, kakak dari puang Jumi berbicara.
“Aku ingat puang Topa bela-belain pergi berburu di hutan larangan untuk mengumpulkan inti binatang agar bisa membantu adiknya meningkatkan spiritual. Dia juga pergi ke dunia-dunia kecil dan mengambil misi kota untuk mengumpulkan material senjata untuk dijadikan hadiah.” Dia bercerita.
“Dia pergi dengan kakakku selama berhari-hari dan membuat keluarga cemas. Untungnya, setelah membuat untuk adiknya, puang Topa juga membuatkan senjata pertahanan buat aku dan kakakku.” Puang Juli mencopot jepit rambut dari kepalanya.
“Meskipun ini agak rendah dari milik puang Miang, senjata ini telah beberapa kali menjagaku.” Semua mata mengamati jepit rambut di tangan puang Juli dan jepit rambut di kepala I Miang.
“Ini hadiah kakak saat aku berusia 10 tahun. Jadi sudah tiga tahun lalu.”
“Dia juga menerimanya saat itu. Kamu tidak tahu, dia selalu membanggakannya dimanapun.” I Rani berkata pada I Miang dan mencibir ke arah puang Juli.
“Tentu saja aku bangga. Mungkin aku satu-satunya gadis diluar keluarga La Wero yang memiliki karya La Topa.” Puang Jumi menegakkan lehernya.
“Milikku telah ditingkatkan beberapa kali.Kenapa kamu tidak mencoba meningkatkannya juga? Kak Topa akan pulang waktu dekat ini. Katanya dia akan meningkatkan gelang merah perlindungan yang diberikan murid-murid keluarga yang berprestasi dalam ujian ini.”
“Jadi gelang merah ini dari kak Topa?.” Di kelompok siswa sekolah kota, puang Bamba mengangkat tangannya dan mengamati pergelangannya.
Beberapa murid keluarga La Wero dari berbagai sekolah melihat pergelangan tangan mereka. Semua berharap nilai mereka membaik agar gelang mereka ditingkatkan.
“Bagaimana aku bisa merepotkan puang Topa.” Kata puang Juli malu-malu.
“Datanglah ke rumah saat dia kembali. Aku akan membantu bicara.”
Mereka yang tadi memandang rendah I Miang setelah mendengar perkataan puang Sonya kini menjadi iri pada puang Jumi.
“Semua murid keluarga La Wero mengenakan gelang merah. Dimana gelang merahmu?.” Seorang murid bertanya pada Ramalla.
“Tertinggal di rumah.”
“Mungkin kamu memang tidak memilikinya.” Murid itu mencibir.
“Pejabat kerajaan disini!.” Teriakan di gerbang aula menghentikan perdebatan mereka.
Walikota, hakim kota dan para master lima sekolah keluar dari kantor. Para wakil dekan dan guru juga keluar dari tenda. Para murid berbari sesuai dengan sekolah mereka. Para pejabat utusan kerajaan keluar dari kereta mewah dengan lambang kerajaan di sisi gerbong.
Seorang pejabat paruh baya dengan pakaian pejabat yang megah memegang gulungan ada empat pejabat lain di sampingnya masing-masing dua di kiri kanan.
Pejabat itu membentangkan gulungan yang dipegang.
“Sekolah peringkat Pertama dengan nilai tertinggi di kola Leppa adalah sekolah kerajaan cabang kota Leppa.”
Pendamping sebelah kanan maju dan berseru. “Harap master sekolah kerajaan cabang kota Leppa maju menerima dekrit dan tanda mata.”
Master sekolah kerajaan cabang kota Leppa maju dengan ekspresi bermartabat. Pendamping kanan lainnya memberikan dua kotak kayu. Setelah penyerahan, wakil dekan maju memberikan bingkisan untuk utusan yang diterima pendamping kiri.
“Siswa dengan nilai tertinggi seluruh sekolah di kota Leppa kelas senior adalah La Juna dari sekolah kerajaan cabang kota Leppa dengan nilai 450 poin.”
“Harap siswa yang bersangkutan maju kedepan untuk menerima dekrit dan cendera mata.”
Sosok tampan dengan tenang melangkah menerima dua kotak kayu, di belakangnya wakil dekan mengikuti dengan bingkisan untuk petugas.
“Siswa dengan nilai tertinggi seluruh sekolah di kota Leppa kelas junior adalah I Miang dari akademi zirah dengan nilai 760 poin.”
“Harap siswa yang bersangkutan maju kedepan untuk menerima dekrit dan cendera mata.”
Ada sedikit riak saat pengumuman itu jatuh. Para murid dan guru akademi zirah bersemangat. Ini adalah prestasi setelah 20 tahun menurun.
Wakil dekan dengan tangan bergetar mengeluarkan hadian dari tas penyimpangannya. Dia bahkan menambahkan hal baik lainnya.
I Miang berjalan anggun diikuti wakil dekan yang agak gugup.
Melihat wakil Dekan akademi kembali ke tempat, walikota maju bersama asistennya untuk memberikan bingkisan.
“Pak walikota, tidak perlu terburu-buru.” Si pejabat itu tersenyum penuh makna “Kami masih ada dua pengumuman penting.”
Walikota kembali ke tempat dan pejabat itu membentangkan gulungan lagi.
“Siswa peringkat kedua dari semua siswa kelas junior di kerajaan Pinra adalah I Miang dengan nilai 760 dari akademi zirah kota Leppa.”
Keheningan seketika pecah dari barisan akademi zirah. Para petugas kota memberi isyarat mereka tetap tenang.
“Tidak masalah. Ini hal menggembirakan.” Pejabat itu menurunkan gulungan. “Harap suaranya dipelankan sedikit.” Suasana kembali tenang meski tidak se sunyi sebelumnya.
“Siswa yang bersangkutan dan master akademi zirah diharapkan kedepan menerima dekrit dan cendera mata.”
I Miang keluar dari barusan dan master yang duduk di depan juga berdiri. Asisten di samping La Guritcie berlari kecil menuju wakil dekan dan memberikan kotak untuk diteruskan ke pejabat. Walikota cepat meraih tangan hakim kota yang merupakan ayah I Miang mengucapkan selamat. Senyum di wajah walikota mengembang lebar.
“Selanjutnya, penghargaan diberikan pada kota Leppa yang telah menghasilkan bakat.”
“Harap walikota maju ke depan menerima penghargaan.”
Walikota berjalan dengan bangga, asistennya dengan sibuk menyiapkan bingkisan.
“Walikota, selamat. Kota Leppa benar-benar diberkahi dengan generasi berbakat.” Pejabat itu berbicara dengan walikota, hakim kota dan para master sambil menunggu petugas dibawahnya menyusun bingkisan yang diberikan dengan murah hati.
“Terima kasih!.” Walikota tertawa bahagia.
“Puang Guritcie, rumah anda dan keluarga La Wero penuh kejutan.”
“Anda terlalu menyanjung.”La Guritcie menjabat pejabat itu dan menyelipkan amplop. Petugas itu makin ramah.