Misteri Badik Punnawara'
Langit cerah, awan putih berarak dan semilir angin kering bertiup. Seorang gadis yang duduk diatas batu hitam yang dinaungi pohon rindang, terlihat menunduk, sesekali kepalanya mematuk. Rupanya dia setengah mengantuk.
“Dasar kamu gadis pemalas, bisa-bisanya tidur.”Tegur gadis lain menghampirinya.
“Aku membawa permen disini.”Gadis yang baru datang ini membuka bungkusan kecil dari balik ikat pinggangnya.
“Ini sedikit asam. Cobalah!.”
Gadis itu menjejalkan satu permen ke tangan gadis yang mengantuk tadi.
“Asamnya segar dan membuatku terjaga.”Mata si gadis mengantuk berbinar.
“Timang, kamu selalu punya makan unik dan enak. Terima kasih, ya.”
“Miang, sejak sebulan kamu masuk sekolah. Aku perhatiin, kamu sering mengantuk. Kamu juga jarang memperhatikan guru. Untung otakmu pintar dan selalu bisa menjawab pertanyaan guru jadi tidak perna dihukum.”
“Begitulah.” Miang mengembangkan senyum. “Sebenarnya, mendengar ceramah guru sangat membosankan dan membuatku mengantuk. Belum lagi cuaca terik dan berangin begini, membuatku cepat lelah dan ingin tidur.”
“Mungkinkah kamu jarang bergerak, membuatmu malas dan mengantuk.”Kata Timang serius. “Walaupun kita gadis, kata ibuku kita harus banyak bergerak dan mengolah tubuh agar tetap bugar. Lagipula, sebagai pendekar jurus yang ampuh harus disertai pengolahan dan pemadatan tubuh. Jangan hanya mengandalkan rapalan mantra dan aliran energy.
Miang menyeringai. “Hemmm… aku tahu.” Dia mengupas permen lain dan memasukkan lagi dalam mulutnya.
Ini adalah kota kabupaten Leppang di negara Pinra, benua Mongo yang terkenal dengan pendekar yang kuat. Meskipun mereka dari kerajaan kecil, mereka hidup makmur karena perlindungan kaisar Lapugi dari klan La.
Di era ini, dunia digerakkan oleh kemampuan spiritual. Dahulu kala, pengguna spiritual hanya terbatas bagi bangsawan. Para bangsawan juga menikah dengan sesama bangsawan agar kemampuan spiritual mereka tetap murni. Kalaupun ada bangsawan yang memiliki anak dengan warga biasa, anak itu tidak akan menjadi prioritas keluarga untuk dibimbing menjadi penerus keluarga.
Namun, perna ada bangsawan yang jatuh cinta pada warga biasa dan mengolah anak-anaknya menjadi pendekar meskipun pencapaiannya tidak sebaik anak bangsawan lain. Jalannya itu kemudian menginspirasi seorang raja dan memberlakukan peraturan agar generasi muda selama bisa menggunakan spirit bisa diolah menjadi pendekar masa depan.
Seiring waktu, banyak raja-raja yang mengikutinya dan anak-anak dari pernikahan bangsawan dengan warga biasa juga mulai banyak sehingga banyak rakyat biasa bisa men gunakan spiritual. Sesekali dalam satu decade, muncul beberapa bakat dan genius dari rakyat biasa yang bisa menyamai pendekar dari bangsawan.
Akademi zirah, sekolah Miang dan Timang ini berada diurutan kesepuluh sekolah terbaik di negara Pinra meskipun bukan sekolah kerajaan. Meski begitu, akademi zirah masih dianggap sekolah lusuh dan tua. Sekolah ini juga tidak memiliki banyak murid. Mungkin karena inilah, walaupun Miang terlambat dua bulan dari pendaftaran sekolah, dia masih diterima di sekolah ini.
“Ayo kembali ke kelas.” Ajak Timang. “Sebentar lagi, waktu istirahat selesai.”
“Tinggal satu pelajaran lagi, kan?.” Miang bangkit dengan enggan.
“Kedengarannya kamu tidak sabar pulang.”
“Tentu saja. Sekarang cuaca panas, sangat cocok untuk berbaring di rumah.”
“Kamu tidak bisa terus bermalas-malasan. Tiga bulan kedepan, kita akan mendapat pelatihan fisik. Lagipula, disetiap keluarga. Anak muda seperti kita juga mendapat pelatihan keluarga. Terutama keluarga besar seperti empat keluarga terkemuka di kota Leppang.”
“Di rumah, ayahku sesekali melatihku.” Ucap Miang.
“Ternyata kamu juga bukan dari keluarga besar dan tidak ada pelatihan keluarga? Aku juga. Hanya ayah dan ibuku yang melatihku.”
Miang memang bukan darin keluarga sebesar empat keluarga terkemuka tapi dia dari keluarga bangsawan yang memiliki pelatihan khusus keluarga. Namun sebagai puteri sah keluarga utama, dia tidak harus bergabung dalam pelatihan keluarga karena ada pelatih khusus yang didatangkan oleh ayahnya.
Untuk pelatihan ini, ayahnya menempatkan dia di pedesaan selama lima tahun agar fokus berlatih. Tadinya, ayahnya menyangka Miang tidak tahan kesepian berlatih di pedesaan. Malah sebaliknya, dia enggan meninggalkan desa Lepa dan kembali ketengah keluarga besar. Keengganannya itu membuatnya terlambat memasuki sekolah.
Ayahnya siap menyiapkan persyaratan khusus yang diminta sekolah kerajaan ataupun sekolah kota agar anaknya diterima. Namun, Miang memilih berlari ke sekolah Zirah yang sederhana.
Buk!
Miang berjalan dengan malas ketika punggungnya ditabrak seseorang.
“Apa kamu tidak punya mata? Kenapa kamu menabrak seseorang?.”
Gadis dengan dandanan paling meriah di kelas itu memarahi Miang.
“Miang berjalan di depanmu. Jelas kamu yang menabraknya!.”Timang berbalik membela temannya.
“Itu karena dia berjalan sangat pelan dan menghalangi jalan!.” Uri tidak mau kalah. Statusnya sebagai anak selir adik walikota membuatnya arogan.
“Berdebat dengan begitu meriah!.”Gadis yang duduk di bangku paling depan berbalik menegur mereka. Itu adalah Impe, cucu Wa’ Tari salah satu penasehat mendiang ratu yang memilih kembali hidup tenang di kota kelahirannya.
Meskipun kemampuan Impe sangat baik, dia tidak memilih sekolah kerajaan dan sekolah kota karena memilih masuk ke sekolah neneknya dulu, akademi zirah.
Akademi Zirah memang sekolah pertama di kota ini dan telah menghasilkan banyak talenta berbakat pada tahun-tahun lampau. Tapi, sejak sekolah kerajaan dan sekolah kota hadir, banyak generasi muda memilih kedua sekolah itu karena lebih modern dan lengkap. Guru-guru juga lebih memilih mengajar di dua sekolah itu karena bayaran lebih tinggi. Sedangkan akademi zirah semakin kehilangan pengaruhnya karena guru-gurunya juga sudah banyak yang pensiun.
Hanya anak-anak menengah kebawah yang memilih sekolah ini membuatnya semakin terpuruk karena tidak lagi bisa menciptakan siswa berbakat.
Untuk beberapa alasan, ada beberapa siswa yang memiliki status khusus terdaftar tahun ini. Seperti Impe, cucu penasehat kerajaan. Timang, anak dari ksatria tersembunyi yang memilih pensiun dini. Termasuk Miang yang sebenarnya puteri hakim kota.
Bangnya, anak ksatria bangsawan yang yatim piatu. Vai, cucu seorang menteri.
“Huh…kamu beruntung hari ini, aku tidak mau berdebat.” Uri mendengus dan melengos pergi.
Uri tidak langsung duduk begitu sampai di mejanya. Dia berdiri dengan wajah berbinar dan berseru “Kalian tau, nggak? Hari ini, sepupuku kembali!.”
“Siapa sepupumu yang kembali?.”Gadis dibelakang mejanya bertanya.
“Tentu saja Laraka, putera pak walikota.” Katanya dengan bangga.
“Putera walikota kembali?!.”
“Benarkah?.”
Satu persatu gadis-gadis mengerumuni Uri.
“Tentu saja.”
Miang menyenggol Timang.
“Memangnya ada apa dengan anak walikota?.”
“Kabarnya, dia masuk dalam seratus siswa lulusan terbaik di sekolah kerajaan tahun ini. Makanya banyak gadis-gadis di kota ini mengidolakannya.”Bisik Timang.
“Memangnya kamu tidak?.” Miang menyenggol Timang lagi. Menggodanya.
“Kamu juga dong.” Balas Timang.
“Nggak, deh. Aku aja nggak kenal.”
“Apalagi aku. Biarkan saja buat mereka.”
Percakapan mereka terhenti ketika guru memasuki ruangan. Miang berusaha menghalau rasa kantuk dan berkonsentrasi mendengar ceramah ibu Mesa. Timang sudah mengingatkannya kalau ibu Mesa salah satu guru galak dan sangat serius yang mengajar di kelas mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments