Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Saat Caitlin berdiri di ujung kasur, matanya tertuju pada sosok pria tak dikenal yang berbaring dengan wajah terluka dan napas berat. Detak jantungnya berdebar tak menentu, penuh keingintahuan, namun juga waspada. Tiba-tiba, langkah kaki terdengar dari belakang, dan sosok suaminya, Reynard, muncul dengan raut wajah tegang, seolah menimbang apa yang harus ia sampaikan.
“Kenapa kamu bisa masuk ke sini?” tanya Reynard, dengan nada rendah namun penuh peringatan, matanya menatap lurus ke arah Caitlin.
Caitlin menoleh ke arah suaminya, bingung sekaligus penasaran, lalu menatap kembali pria yang terbaring di hadapannya. "Siapa dia? Kenapa dibiarkan tidur di sini, dan bukan di dalam rumah?" tanyanya, tak mampu menyembunyikan rasa ingin tahunya yang semakin besar.
Reynard terdiam sejenak,“Caitlin,” ujarnya akhirnya, suaranya lembut namun penuh peringatan, “semakin sedikit yang kamu tahu, semakin aman untukmu.”
Kata-kata Reynard hanya membuat Caitlin semakin penasaran. Tatapannya tak lepas dari wajah pria itu, mencoba mencari kesamaan antara pria asing ini dan suaminya. Wajah itu... ada sesuatu yang familiar, "Dia… mirip denganmu," gumamnya lirih. "Apakah kalian bersaudara?"
Reynard menghela napas panjang,“Benar, dia adalah saudara kembarku," jawabnya pelan.
Sebuah pertanyaan besar muncul dalam benak Caitlin. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya
Reynard melangkah mendekat, lalu menatap dalam ke mata Caitlin,“Kamu tidak takut?" tanyanya pelan, "Karena jika kamu mengetahui rahasia ini… mungkin saja kamu akan dalam bahaya. Dalam rumah besar ini, tidak semua orang bisa kita percaya.”
"Apakah semua orang kaya selalu saja ada rahasia?" tanya Caitlin, matanya menatap tajam ke arah Reynard.
"Aku akan memberitahumu," jawabnya akhirnya, suaranya terdengar berat. "Tapi aku ada satu permintaan."
Caitlin menatapnya penuh curiga, menyipitkan matanya. "Permintaan apa?" tanyanya, tak mencoba menyembunyikan skeptisismenya.
Reynard mengalihkan pandangan, rahangnya mengeras. "Setelah waktunya tiba, aku akan beritahumu. Tapi di saat itu kau tidak bisa menolak." Kata-katanya seperti janji yang berat, penuh misteri yang entah apa isinya.
Caitlin menghela napas panjang, lalu menggeleng pelan. "Aku tidak akan janji," jawabnya, suaranya rendah namun tegas. "Karena aku tidak tahu niatmu. Begitu banyak rahasia yang kamu sembunyikan sejak aku menikah denganmu!" Dia melangkah mundur, berniat pergi dari sana. Namun, tangan Reynard segera menahan pergelangan tangannya, menggenggamnya dengan lembut tapi cukup kuat untuk menghentikannya.
Tatapan Reynard kini lebih serius, seolah meminta Caitlin untuk bertahan sedikit lebih lama. "Karena kau sudah tahu tempat ini, jadi kamu tidak bisa lagi menghindar untuk menolak mendengarnya."
Caitlin terdiam, menatap suaminya dalam-dalam, mencoba mencari kebenaran di balik matanya. Lalu, Apakah ini ada hubungan dengan pamanmu?"
Reynard tersenyum pahit, anggukan kecil menguatkan dugaan Caitlin. "Iya," katanya, suaranya terdengar berat. "Ini adalah tentang adikku yang pulang dari luar negeri. Setengah tahun yang lalu, ia baru tiba di kota ini. Pamanku mengira dia adalah aku. Tidak ada yang bisa membedakan kami." Reynard menunduk sejenak, lalu kembali menatap Caitlin dengan pandangan penuh kepedihan. "Sebenarnya sasaran pamanku adalah aku, bukan adikku."
"Kamu sengaja menyembunyikan adikmu di sini, agar pamanmu tidak tahu, ya?" tanya Caitlin.
Reynard mengangguk sambil menghela napas panjang. "Benar. Hanya di sini... di tempat ini aku bisa merasa tenang," jawabnya lirih, menatap wajah adiknya yang pucat terbaring tanpa daya. "Jika di tempat lain, dia mungkin akan ditemukan. Aku hanya ingin dia tetap aman."
Caitlin mengamati raut sedih di wajah suaminya dan merasa iba. "Kenapa dia masih belum sadar?" tanyanya pelan.
"Dia mengalami gegar otak cukup parah," gumamnya pelan. "Mungkin... Akan koma seumur hidup. Tapi aku akan terus berusaha, berapapun biayanya, aku tidak akan putus asa."
Caitlin terdiam sesaat, menatap adik iparnya yang terbaring kaku. "Aku mengira... dia baik-baik saja, ternyata sampai saat ini masih belum sadar."
Reynard memalingkan wajahnya ke arah Caitlin dan tersenyum tipis. "Kalau waktu itu kau tidak cepat-cepat membawa dia ke rumah sakit, kata dokter kemungkinan besar dia akan meninggal. Kau adalah penyelamatnya, Caitlin," katanya penuh syukur.
Caitlin tertegun mendengar kata-kata itu. Perasaannya bercampur aduk, antara bangga dan ragu."Aku sudah mengerti sekarang. Kamu memilihku karena tahu siapa aku, kan? Bukankah begitu?"
Reynard mengerutkan dahi, sedikit bingung. "Apakah itu yang kamu pikirkan?"
Caitlin menatapnya, matanya menyiratkan campuran rasa sakit dan penasaran. "Bukankah memang itu niatmu? Kita bahkan tidak saling kenal. Rasanya tidak masuk akal jika kau tiba-tiba menikahiku tanpa alasan. Kak Nancy jauh lebih cantik dan tinggi dari aku. Tidak mungkin kau tidak tertarik padanya. Demi balas budi pernikahan ini harus terjadi."
Reynard tersenyum kecil dan mendekati Caitlin. "Caitlin, bukan karena itu aku menikahimu. Aku bahkan tidak tahu kalau kau yang menyelamatkan adikku," katanya lembut "Aku baru tahu setelah kita menikah."
"Lalu, apa alasannya kamu menikahiku?" tanya Caitlin, wajahnya penuh dengan rasa ingin tahu.
Sebelum Reynard sempat menjawab, tiba-tiba suara ribut terdengar dari luar. Caitlin terkejut dan melangkah cepat menuju pintu gudang. "Kenapa bising sekali di luar sana?" gumamnya dengan wajah bingung, sebelum membukanya.
Saat pintu terbuka, ia melihat beberapa mobil pemadam kebakaran terparkir di luar pagar, lampu-lampunya berkelap-kelip, sementara para petugas sibuk bergerak dengan peralatan mereka.
"Kenapa begitu banyak mobil pemadam? Apakah ada kebakaran di sini?" Reynard bergumam sambil mengikuti Caitlin keluar, wajahnya berubah tegang.
Salah satu petugas mendekat dan melontarkan pertanyaan, "Tuan, apakah rumah Anda terbakar?"
Reynard menggeleng, bingung. "Terbakar? Tidak, rumahku aman-aman saja," jawabnya, menoleh kebingungan ke arah para petugas.
Petugas itu tampak lebih bingung lagi. "Tadi ada seorang gadis yang meminta tolong agar kami segera datang ke alamat ini. Katanya ada situasi darurat."
Reynard menoleh tajam ke arah Caitlin yang berdiri di belakangnya, wajahnya penuh tanda tanya. "Kamu yang menghubungi mereka?"
Caitlin menggaruk kepalanya dengan kikuk, merasa malu. "Iya," jawabnya pelan. "Aku kira ada maling yang masuk ke gudang, dan aku berniat menelepon polisi. Tapi... ternyata aku salah nomor."
Reynard menatap Caitlin lama, mulutnya menyunggingkan senyum yang sulit ditahan. "Caitlin Revelton," katanya akhirnya dengan nada bercampur heran dan geli, "ada maling, tapi kamu malah menghubungi pemadam kebakaran!"
hikzz..
Reinhard knp gk cari caitlin sendiri sih mlh nyuruh nic segala 😌😌😌