Si Gadis Dingin

Teman sebangku Zea dari tadi memperhatikan Zea yang diam saja.

"Seperti bukan Zea" gumamnya.

Temannya memutuskan untuk bertanya langsung kepada Zea.

"Zea, kenapa kamu diam saja? kamu lagi ada masalah?" tanyanya penasaran.

"Nggak papa, aku nggak lagi ada masalah ko" jawab Zea meyakinkan.

"Tapi, kenapa kamu seperti orang yang berbeda dari sebelumnya? kamu jadi pendiam. Kamu juga terlihat tenang sekali, dari tadi sepertinya kamu belum berbicara pada teman yang lain" ungkapnya.

"Aku nggak papa ko" ucap Zea.

"Beneran kamu nggak papa? " tanyanya sekali lagi.

"Emm... " Zea menganggukkan kepala.

Zea sebenernya ingin sekali curhat ke temannya, tapi kali ini Zea menahannya.

Zea mengingat-ingat apa yang telah papanya lakukan kepadanya. Zea tentu saja merasa sangat kecewa. Apalagi papa yang dikenalnya tidak pernah memukul sampai membentak, tapi kenyataannya... Riko malah membentak Zea dan memukulinya. Bahkan sampai terluka hanya untuk membela selingkuhannya.

' 𝘈𝘩 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩𝘭𝘢𝘩! 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘯𝘪 𝘭𝘢𝘨𝘪! ' pikir Zea tenang.

Hati Zea terasa sakit, meneteskan air mata. Tapi Zea segera menyekanya, agar tidak ada yang tahu kalau Zea barusan menangis.

Zea hanya menampakkan wajah datarnya, tidak ada ekspresi apapun. Tatapannya tajam, Zea memperhatikan sekitarnya.

Suara kelas yang ramai, ada yang bermain-main dan ada juga yang mengobrol.

Zea merasa terganggu dan memutuskan untuk keluar dari kelas sebentar. Zea duduk memandangi pepohonan yang tertiup angin. Angin menerpa wajahnya.

Pikirannya tenang sekali, Zea tersenyum.

Zea melihat seekor kucing, mendekatinya dan bermain dengan kucing itu. Zea merasa sangat senang, walaupun hanya bermain dengan kucing.

---------------------Flashback--------------------

Roy menjemput Zea pulang dengan mobilnya. Zea masuk kedalam mobil dan duduk di sebelah Roy yang mengemudikan mobil.

Ekspresi wajah Zea datar dan tidak tersenyum.

' 𝘈𝘬𝘩𝘪𝘳-𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘪𝘯𝘪 𝘡𝘦𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘦𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢, 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘥𝘪𝘢𝘮, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢, 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘪𝘬𝘢𝘱 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨. 𝘐𝘯𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘦𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘡𝘦𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢 ' pikir Roy.

Roy melajukan mobilnya.

Zea tetap diam dari tadi, menatap depan.

"Zea, Zea marah ya sama kak Roy? " tanya Roy berkeringat dingin.

"Nggak ko kak, Zea nggak lagi marah" jawab Zea.

"Oh baguslah" ucap Roy.

Zea lama-lama merasa ngantuk dan tidak sadar kalau tertidur didalam mobil.

Mereka sampai dirumah, Roy menggendong Zea dan membawanya ke kamarnya.

Milea berdiri dikamar Zea, menjaga Zea.

"Duduk dan istirahat! " kata Roy kepada Milea.

"Baik" ucap Milea segera duduk di sofa.

Zea tidur pulas.

Roy menatap Zea yang sedang tidur.

' 𝘈𝘱𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘡𝘦𝘢? 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘭𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘦𝘬𝘴𝘵𝘳𝘰𝘷𝘦𝘳𝘵, 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵? 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘡𝘦𝘢. 𝘗𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢! ' 𝘣𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘙𝘰𝘺.

Kemudian Roy kembali ke kamar kakak-kakaknya, Johan dan Leo.

Kebetulan Johan berada di kamar Leo, mereka sedang berbincang-bincang.

"Aku juga berfikir seperti itu" ungkap Johan kepada Leo.

Roy mengetuk pintu, Leo menyuruhnya masuk.

"Masuklah! " kata Leo.

"Kak Johan, kak Leo, Roy mau ngomong sesuatu. Ini tentang Zea " ungkap Roy serius.

"Kenapa? " tanya Johan mengerutkan dahinya.

"Zea seperti bukan Zea yang dulu, dia jadi sangat pendiam! " ungkap Roy.

"Roy rasa ada sebab dibalik berubahnya Zea " lanjutnya.

"Benar juga, sebelum papa selingkuh bukannya Zea masih sangat ceria? tapi sekarang... " ucap Leo.

"Maksudmu ini ada hubungannya dengan hal terjadi dirumah ini? " tanya Johan.

Leo mengangguk.

"Aku yakin" kata Leo, ia yakin dengan firasatnya.