NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Duda / Ibu Pengganti / Pengasuh / Pernikahan rahasia
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Naila baru saja turun dari bus dari luar pulau. Ia nekat meninggalkan keluarga karena demi menggapai cita-cita yang terhalang biaya. Naila lulus jalur undangan di sebuah kampus negeri yang berada di ibu kota. Namun, orang tuanya tidak memiliki biaya hingga melarangnya untuk melanjutkan pendidikannya hingga memaksanya menikah dengan putra dari tuan tanah di kampung tempat ia berasal.

Dengan modal nekat, ia memaksakan diri kabur dari perjodohan yang tak diinginkan demi mengejar mimpi. Namun, akhirnya ia sadar, biaya perguruan tinggi tidak bisa dibayar hanya dengan modal tekad.

Suatu saat Naila mencari pekerjaan, bertemu dengan balita yang keluar dari pekarangan tanpa penjagaan. Kejadian tak terduga membuat ia bekerja sebagai pengasuh bagi dokter tampan yang ditinggal mati oleh istri yang dicintainya.

#cintaromantis #anakrahasia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Pertama Bersama

Pada malam hari di rumah keluarga Martin,

Naila duduk sendirian di sofa, ponsel masih berada di tangan. Tatapannya kosong, jemarinya gemetar. Pesan dari nomor tak dikenal itu masih terngiang di benaknya.

>"Enak ya tiba-tiba menjadi nyonya besar? Setelah itu dengan perlahan kau campakkan kedua anak yang menjadi alasan Martin menikahimu."<

Suara langkah dari dapur membuatnya tersentak dari lamunan. Martin muncul, mengenakan pakaian santai yang dipakai sehari-hari. Ia membawa segelas air, tapi langkahnya terhenti melihat ekspresi Naila.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya, datar tapi ada nada khawatir tersembunyi.

Naila buru-buru menyembunyikan ponsel di balik bantal. "Belum ngantuk," jawabnya, berusaha terdengar santai.

Martin tidak langsung duduk. Ia memandang Naila dalam diam beberapa saat, lalu meletakkan gelas di meja dan mengambil tempat di sisi lain sofa.

"Apa sesuatu terjadi di kampus? Kenapa kamu menolak saat aku ingin menjemput?"

Naila terdiam, gelisah. "Hmm, aku takut kehadiran Mas di kampus terlalu menyita perhatian. Biar lah aku melakukan semuanya sendiri seperti biasa." Sorot mata Naila masih terpaku pada ponsel yang disembunyikan di bawah bantal.

"Apa yang kamu sembunyikan?"

Naila menggeleng cepat.

"Hmm, ya baik lah. Bagimu aku bukan siapa-siapa. Mungkin tak ada hak untukku menjadi tempatmu berbagi." Martin bangkit dan hendak meraih gelas yang dibawanya.

"Tunggu!" Akhirnya ia menyerahkan ponsel tersebut.

"Ada yang kirim pesan aneh... Aku takut. Entah siapa yang melakukannya."

Martin membaca pesan itu, wajahnya mengeras. Ia meletakkan ponsel di meja dengan gerakan pelan namun tegas.

"Mulai sekarang, kalau ada yang mengganggumu, langsung katakan padaku. Jika ada lagi pesan dari nomor tak dikenal, abaikan saja."

Naila menunduk. "Aku cuma... takut."

Martin menoleh, menatapnya dalam-dalam. "Dengar baik-baik, Naila. Kamu di sini memang sebagai istriku. Aku tahu semua tentangmu dan bagaimana sikapmu kepada anak-anakku. Jadi, aku rasa kamu tak perlu memikirkan isi pesan tersebut." Suaranya rendah, tegas.

"Dan aku takkan diam jika ada yang berani mengganggumu."

Naila menahan napas, hatinya terasa hangat, dan rona wajahnya kembali merah dan ada getaran hebat dalam dadanya.

Martin melanjutkan. "Pernikahan ini mungkin memang terlalu mendadak bagimu. Tapi, mau tak mau kamu harus ingat bahwa aku ini suamimu. Aku tentu akan melindungimu."

Mata Naila berkaca-kaca. Ini bukan sekadar kata-kata manis. Untuk pertama kali ia merasakan sebuah perlindungan dari orang lain. Bahkan orang tuanya saja hanya menyuruh dia untuk melindungi diri sendiri.

Martin berdiri, menatap tangga. "Tidurlah. Besok kamu akan kuliah, kan?"

Naila mengangguk. Tapi sebelum Martin melangkah pergi, ia menarik ujung baju pria itu pelan.

"Terima kasih," bisiknya.

Martin menatapnya sebentar. Lalu sebelum benar-benar naik ke tangga, ia berbalik.

"Mulai sekarang, siapa pun yang berani mengusikmu... itu artinya mereka mengusikku juga."

Pintu kamar ia dan anak-anak masih sedikit terbuka. Naila melangkah masuk, mendengar suara gelisah dari dalam.

Cahaya lampu tidur menyoroti dua tubuh mungil yang terlelap. Reivan tidur nyenyak, tapi Rindu tampak berkeringat, gelisah.

Naila duduk di tepi ranjang, mengusap kening Rindu lembut.

"Rindu..." bisiknya.

Mata Rindu membuka perlahan. "Mama..." gumamnya lemah.

Naila tersenyum tipis. "Habis mimpi buruk, ya?"

Rindu mengangguk kecil, lalu memeluk pinggang Naila erat-erat. "Lindu mimpi mama pelgi. Lindu takut Mama pergi meninggalkan kami..."

Pelukan kecil itu menusuk hati Naila. Ia membalas pelukan itu, mengusap punggung Rindu lembut.

"Nggak, Sayang. Mama di sini. Mama nggak akan pergi."

"Janji?"

"Iya, mama janji," jawab Naila, mengecup keningnya.

Saat Rindu mulai tertidur lagi, langkah kaki terdengar di ambang pintu.

Martin berdiri di sana, bersandar di kusen, diam memperhatikan.

Mata mereka bertemu. Tak ada kata-kata, hanya pertukaran pandang di antara dua pasang bola mata..

Martin mendekat, berjongkok di sisi ranjang, membelai rambut Rindu.

"Papa juga di sini," bisiknya.

Rindu bergumam pelan tanpa membuka mata, "Mama Naila jangan pergi..."

Martin tersenyum kecil, menatap Naila. "Dia sudah memilihmu. Sama seperti aku."

Naila tercekat.

Martin berdiri, menepuk bahu Naila ringan.

"Kamu tidur lah. Maaf tidak bisa membuatmu tidur dengan nyenyak."

Naila tersenyum tipis. Ia memahami bagaimana rasanya tidur bersama dua bayi. Terutama Reivan yang suka tidur bergerak ke sana ke mari.

Kali ini Ia berbaring di samping Rindu, menggenggam tangan mungil itu.

Saat Martin keluar kamar, ia menoleh sekali lagi—menatap ketiganya dengan pandangan penuh arti.

Di lorong, Martin berdiri sejenak, menatap langit-langit. Dengan napas panjang, ia bergumam:

"Kau bagian dari hidupku sekarang, Naila. Dan aku akan pastikan, tak ada yang bisa menyakitimu."

...****************...

Beberapa jam kemudian, di mana Rindu dan Reivan telah nyenyak dalam mimpi di kedua sisi Naila, memeluk erat.

Naila masih belum bisa tidur. Ia menatap langit-langit, Ia masih teringat pada isi pesan ancaman tadi.

Ternyata, tanpa ia sadari Martin duduk di pojok ruangan, memperhatikan mereka dalam diam.

Saat melihat Naila resah, ia bangkit, duduk di pinggir ranjang.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya pelan.

Naila membuka mata, terkejut melihat keberadaan Martin yang telah berada di sampingnya. Dadanya berdegup cepat.

"Kenapa Mas ada di sini?"

"Aku hanya ingin memastikan semua aman. Namun, ternyata kamu belum tidur juga."

"Hmm, aku tak bisa tidur," bisiknya.

Martin mengamati kerudung tipis yang masih melekat di kepalanya.

"Kamu nggak gerah?"

"Aku hanya takut Mas masuk dengan tiba-tiba persis seperti ini," ucapnya gugup.

"Aku ini kan suami kamu. Tak akan ada dosa jika aku melihatmu seperti apa pun termasuk tak mengenakan sehelai benang pun."

Naila menahan napas, jantungnya berdebar semakin kencang.

"Maaf, aku bukan bermaksud mengatakan hal yang tak seno noh," lanjut Martin, merasa kikuk setelah tersadar atas apa yang baru saja ia ucapkan.

"Hanya saja, aku tak ingin kamu terus waspada terhadapku seperti ini. Sebenarnya di rumah ini kamu bisa bebas, tapi jika kamu takut dilihat oleh pekerja pria, tidak masalah. Tapi, di dalam kamar kamu bebas tidak mengenakan kerudungmu. Aku ini bukan orang lain lagi."

Naila menggigit bibir, ragu-ragu. Tapi akhirnya, dengan gerakan kikuk, ia menarik kerudung itu dan melipatnya di pangkuan. RambUt hitamnya tergerai sedikit berantakan, membuat Martin menunduk pura-pura membetulkan selimut Reivan.

Martin mengambil posisi di pinggi ranjang membatasi gerakan Reivan. "Sepertinya, malam ini aku akan tidur di sini menemani kalian," ucapnya santai seperti memutuskan sesuatu.

Jantung Naila bagai keluar dari tempatnya saking terkejut mendengar Martin dan ia telah mengambil posisi di sana tanpa malu. "A-apa ini tidak terlalu cepat, Mas? A-aku belum siap."

"Bukannya baru kemarin kamu bilang ingin jadi istri soleha?"

...****************...

Bantu karya ini terus tumbuh dengan menekan rate 5 ya kakak. Terima kasih. Makin banyak rate yang masuk, makin berkembang dan masuk ke rekomendasi

1
MomyWa
jangan jahat2 lah duo maut tu..
Eva Karmita
jangan buat pisah ya otor biarkan Martin dgn Naila tetap bersatu
SoVay: hihihi, simak terus ya kakaaa
total 1 replies
Safira Aurora
thor, mau ada eksien kah ini?
SoVay: ayo ikuti terus yaaa
total 1 replies
Safira Aurora
afa2an ini?
Safira Aurora
mungkin kamu sebenarnya anak pungut /Smile/
Safira Aurora
gletak gletuk bunyinta thor?
FieAme
aku kasih vote tapi janji harus keren kelanjutannya
SoVay: terima kasih yaaaah
total 1 replies
FieAme
bisa ga ya, ceritanya lurus2 aja thor?
arielskys
duh, dikirain keluarga mereka akan adem ayem
SoVay: minta doanya yaaaa
total 1 replies
Syahril Maiza
duet maut kerja sama
SoVay: harus semangat
total 1 replies
FieAme
weeeh, syukur laaah..martin tetep bela istri. wooi lah, jangan lama2 konfliknya thor
FieAme
walah, kemarin sibuk dunia nyata thor, waaah..aku mleyooott
Safira Aurora
udah Naila, gak perlu pikirkan marvel. katanya mau jd soleha
MomyWa
thor, kasian om apel. jodohkan sama azwa gih. dia pengen om2 kan 🤣
MomyWa
sabar ya om
MomyWa
makan tuh ego
MomyWa
nah, ini baru suamik. ga kayak cerita lain saat istri diserang keluarga hanya diam aja
MomyWa
soalnya mama yg jodohin mereka, bilang gitu ma..biar meisya paham
MomyWa
nah, lawan dong. jangan mewek aja
MomyWa
gemes euy sama meisya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!