Hidup Naura sudah berantakan, semakin berantakan lagi ketika ia diperkosa dan diharuskan menikah dengan brandalan bernama Regan Januar. Kejadian mengerikan itu terpaksa membuat Naura mengundurkan diri dari pekerjaannya, berhenti kuliah, dan berbohong kepada ibu dan sahabatnya. Tidak ada ekspektasi berlebih dengan pernikahan yang didasari dengan alasan menyedihkan seperti itu. Namun, apakah pernikahan mereka akan berjalan baik-baik saja? Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon macarhd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balas Dendam?
Ini sudah setengah jam Naura duduk di dalam kontrakannya bersama Melody, mendengarkan celoteh gadis itu yang sampai detik ini masih belum memberikan kesempatan Naura untuk menjelaskan semuanya. Saat akan bicara, Melody langsung dan selalu memotongnya. Yang mana Naura hanya bisa mendengar berbagai macam kemarahan yang Melody ucapkan.
"Gue nggak habis pikir lagi sama lo, Ra. Bisa-bisanya lo ngilang dan nggak bales semua panggilan sama telepon dari gue. Gue udah nggak dianggap sahabat, ya, sama lo?"
Terhitung sejak keduanya duduk di tempat ini, Melody sudah mengatakan kalimat yang serupa sebanyak lima kali. Iya, Naura bahkan bingung harus bicara seperti apa sekarang. Terlebih dengan perasaan gelisahnya yang tak kunjung hilang juga sejak tadi. Gelisah karena memikirkan Regan yang masih menunggu di ujung gang sana.
Tolong jangan salahkan Naura sebab gadis itu juga terpaksa melakukannya. Naura merasa tidak enak kalau harus menyuruh Melody pulang dengan cara mendadak, terlebih sahabatnya itu masih marah perihal ia yang hilang tanpa kabar selama berhari-hari. Selain itu, tidak mungkin kalau Naura mempertemukan keduanya, bukan? Bisa-bisa kebohongannya terbongkar dan semuanya jadi makin berantakan.
Pada akhirnya Naura memilih untuk mengorbankan cowok sangar itu. Menyuruhnya untuk menunggu di depan dengan alasan ia yang masih harus bertemu dengan seseorang. Kali ini Naura tidak berbohong dan mengatakan yang sebenarnya.
Entahlah, semoga Regan yang sebentar lagi akan jadi suaminya itu tidak akan marah-marah karena telah dibuat menunggu lama olehnya.
Ya, semoga Naura masih dalam keadaan aman untuk beberapa jam ke depan. Setidaknya sampai Naura menginjakan kaki kembali di rumah keluarga Regan.
"Ra?!" Melody meninggikan suarang. "Lo anggap gue sahabat, nggak, sih?!"
Naura sudah pernah mengatakan kalau Melody memiliki sikap yang bawelnya kebangetan, kan? Dia selalu bersikap berlebihan dalam hal apa pun. Seperti sekarang contohnya. Naura tahu kalau dia kecewa, tapi setidaknya dengar dulu penjelasan darinya. Tidak marah-marah seperti ini.
"Lo mau gue jelasin, kan? Sekarang denger gue ngomong dulu," balas naura. Sekarang perasaannya jauh lebih santai dari yang sebelumnya. Tidak tegang dan tidak gugup.
Dengan wajah sinis, Melody mendengus di tempatnya. "Oke, sekarang giliran lo yang ngomong, jelasin semuanya ke gue. Sekarang. Jangan ada yang disembunyiin lagi. Terus ini kenapa lo beresin semua barang-barang lo? Lo mau ke mana?"
Lihat, bahkan Melody tidak memberi jeda kepada Naura untuk menjelaskannya satu persatu. Mendengar itu, Naura menghela napas panjang di tempatnya. "Iya, mangkanya denger dulu."
Bagaimanapun, Naura tidak memiliki waktu yang banyak hanya untuk mendengar celotehan dari Melody. Masih ada orang yang menunggunya di depan sana, yang entah masih sabar menunggu atau mungkin sudah pulang lebih dulu.
"Sebenernya, gue mau berhenti kuliah dan kembali ke Bandung. Tinggal di sana. Sama Ibu gue." Naura mulai menjelaskan semuanya, semoga saja Melody mau mengerti dengan segala kebohongan yang ia ucapkan nanti.
"What?!"
Seperti yang Naura duga sebelumnya, Melody terlihat terkejut lengkap dengan suara nyaringnya. Melayangkan tatapan yang demi apa pun, sedikit membuat Naura takut. Mata sahabatnya itu sipit, tapi terlihat jauh lebih membesar saat ini. Melody membelalakan matanya.
"Maksudnya apa?" lanjut gadis itu.
Naura mengatur napasnya. "Gue punya alasan yang nggak bisa gue kasih tahu. Intinya, gue mau ngundurin diri dari kampus, dari kerjaan, dan gue juga mau pamit sama lo. Gue ke Bandung malam ini."
Kali ini Melody terlihat menganga di tempatnya, mungkin tidak percaya dengan apa yang Naura katakan barusan. Melihat itu, tentu Naura merasa sangat bersalah karena harus menipu Melody dengan segala kebohongannya. Di sini Naura juga merasa sudah menjadi jahat kepada sahabatnya itu, di mana ia tega melakukan ini semua sedangkan apa yang telah dilakukan oleh Melody terhadapnya, tidak pantas untuk menerima hal itu.
Melody terlalu baik. Sangat baik. Tapi Naura tidak memiliki pilihan lain untuk itu. Naura terpaksa melakukannya.
"Tapi, kenapa harus kayak gitu, Ra? Dari dulu lo yang selalu semangatin gue buat kuliah dan rajin belajar, sekarang kenapa lo yang mau nyerah di tengah jalan?" Beberapa saat yang lalu Melody marah kepada Naura, ia emosi karena Naura sudah menghilang tanpa kabar. Tapi sekarang, marah dan emosi itu berubah dengan rasa tidak percaya. Mengingat bagaimana kehidupan Naura, Melody jadi merasa tidak tega. Bagaimanapun, apa yang dilakukan oleh Naura pasti memiliki alasan yang kuat, kan?
"Oke, alesan yang nggak bisa lo kasih tau ke gue itu apa? Gue mau tau, sebagai sahabat yang baik, gue mau lo berbagi cerita apa pun dan masalah apa pun sama gue. Kasih tau gue alesannya, siapa tahu gue bisa bantu selesain semuanya, kan? Jangan dipendam sendirian kayak gini," lanjut Melody.
Predikat sahabat terbaik pantas jatuh kepada Melody. Meski bawel kebangetan, hanya gadis itu yang mengerti Naura. Selalu mengerti dengan keadaan hidupnya. Di balik sikap kekanak-kanakan dan manjanya, Melody menyimpan kasih sayang dan perhatian yang tidak semua orang punya.
Sekali lagi, Naura merasa sangat bersalah karena sudah membohongi sahabat terbaiknya itu.
"Sekali lagi gue minta maaf-"
"Masalag biaya?" Melody memotong ucapan Naura. "Gue bantu semuanya, Ra. Serius. Gue akan bantu semuanya."
Sayangnya ini bukan soal itu. Meski sering resah soal uang, kali ini Naura tidak putus kuliah hanya karena kendala biaya. Tidak. Naura menggelengkan kepalanya. "Bukan itu. Ini alasan yang nggak bisa gue kasih tahu sama lo."
"Terus apa? Masalah Ibu lo? Ibu lo yang nyuruh? Biar gue ngomong sama dia-"
"Mel." Kali ini Naura yang memotong ucapan Melody. "Ini udah nggak bisa diganggu gugat lagi. Selain mau minta maaf sama lo, gue juga mau ucapin terima kasih sebanyak-banyaknya sama lo. Lo udah banyak bantu gue. Makasih banyak. Tapi, biarpun gue di Bandung dan lo di Jakarta, kita masih bisa ketemu kalau ada waktu."
Ucapan yang gegabah. Naura sedikit menyesal karena telah mengatakannya. Bagaimana kalau tiba-tiba Melody ingin bertemu sedangkan keadaan tubuhnya sudah berbeda nantinya?
Sepertinya Naura sudah gila.
Bukan hanya itu, Naura juga tidak memikirkan kemungkinan yang akan terjadi nantinya. Melody itu gadis nekat dan keras kepala. Dia bisa saja datang menghampirinya ke Bandung dan bertemu dengan ibunya.
Lalu, apa yang akan terjadi setelah itu?
***
Menghabiskan waktu dua jam, Naura baru bisa lepas dari Melody. Setelah banyak bicara sampai membuat isi kepalanya kehabisan sebuah ide untuk mencari alasan, pada akhirnya Melody mau menerima semuanya juga. Naura lega karena urusan dengan Melody sudah selesai, tapi ada sesuatu yang lebih mengerikan lagi yang akan ia hadapi setelah ini.
Regan Januar. Laki-laki mengerikan itu baru saja mengiriminya pesan, memberitahu kalau dia masih menunggunya di depan.
Sepertinya Naura akan habis setelah ini.
Tidak pikir lama, setelah membaca itu Naura langsung berjalan keluar dan menghampiri Regan di mobilnya.
Melody sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu, dia dijemput oleh suaminya. Pulang dengan raut wajah yang menyedihkan, membuat Naura lagi dan lagi merasa bersalah karena hal itu. Melody mengatakan kalau dia akan sering menghampirinya ke Bandung di kala waktu luangnya. Yang mana ucapan itu mau tidak mau diangguki oleh Naura, meski sebenarnya ia akan sering menghindar dari sahabatnya itu.
Sekali lagi, maafkan Naura dalam hal ini.
Masih ingat dengan nomor tak bernama yang mengirim pesan kepadanya? Ternyata itu nomor Regan. Entah mendapat nomornya dari mana. Yang pasti cowok itu mengatakan kalau Naura harus menyimpan nomornya, untuk keperluan yang mendesak nantinya.
"Dua jam?"
Itu ucapan Regan ketika Naura membuka pintu mobil cowok itu. Membuat Naura kebingungan harus menjawab seperti apa. M-maaf." 66
Hanya itu yang bisa Naura katakan. Barang-barang yang ia bawa-satu ransel besar dan satu tas tangan-diletakan di belakang, setelahnya ia memasuki mobil dan duduk di samping Regan yang auranya sudah terasa berbeda.
"Ngapain aja lo di dalem?"
Raut wajahnya menatap Naura dengan tatapan tajam, dengan suara yang terdengar penuh kesal. Naura tahu ini keterlaluan. Di mana ia sudah membiarkan Regan menunggu selama itu, yang mana mungkin hanya buang-buang waktu saja baginya. Namun, di sini Naura tidak tahu kalau Regan akan menjemputnya secepat ini, terlebih dengan Melody yang tiba-tiba datang dan menyita banyak waktunya.
Jadi, ini bukan sepenuhnya kesalahan Naura, kan?
Bukannya Naura membenarkan diri dan tidak merasa bersalah, hanya saja ia berharap kalau Regan tidak akan semarah itu kepadanya.
"Tadi ada temen, maaf sebelumnya. Aku kira kamu nggak nunggu dan udah pergi dari sini," ucap Naura, dengan nada bicara pelan juga raut wajah yang menunjukan rasa bersalah.
"Lo nggak lupa, kan, di WA lo nyuruh gue buat nunggu?"
Iya, Naura tidak lupa dengan itu. Tapi, ketika melihat bagaimana seseorang Regan ini, Naura berpikir kalau laki-laki sepertinya tidak akan pernah mau menunggu walau dalam waktu sebentar saja. Apalagi menunggu seseorang seperti dirinya. Yang kalau dipikir-pikir, tidak se-worth it itu untuk ditunggu.
"I-iya, kamu nggak bales dan aku pikir kamu milih pergi dan balik lagi sore nanti."
"Gue nggak segabut itu buat bolak-balik ke sini." Regan mendengus kemudian mulai melajukan mobilnya. "Lo keterlaluan banget, udh bikin dua jam gue sia-sia."
Apa bedanya dengan menunggu selama dua jam di sini? bukankah itu bentuk dari kegabutan juga?
Naura ingin mengatakan itu, tapi tidak berani. Takut kalau Regan akan semakin marah kepadanya.
"Sekali lagi, maaf udah bikin kamu nunggu." Memilih jalan aman, lebih baik Naura kembali meminta maaf saja meski permintaan maafnya belum tentu diterima oleh cowok itu.
"Lagian, kenapa lo nggak nyuruh gue nunggu di rumah lo aja? Biar gue nggak kayak orang bodoh yang nunggu di pinggir jalan kayak tadi."
Naura memang ingin melakukan itu. Namun, apa jadinya kalau Regan harus bertemu dengan Melody? Semuanya akan lebih berantakan dari apa yang Naura takutkan.
"Jangan-jangan lo sengaja lakuin itu karena mau bales dendam sama gue?"
Naura belum sempat bicara, tapi Regan sudah kembali mengeluarkan kata-katanya. Kata-kata yang demi apa pun tidak sedikitpun terlintas di benaknya. Bukan begitu maksud Naura. Meski membencinya, Naura tidak pernah memiliki niat untuk balas dendam.
Sedikitpun, tidak ada.
lebih milih orang lain dari pada anak keluarga nya