Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Piranha
Perdebatan kecil selalu ada diantara mereka. Pemuda yang begitu peduli, tapi terlihat dingin di luar, sejatinya lembut di dalam. Dan gadis yang begitu terobsesi pada sang pemuda.
"Kakanda, kita mampir ke hotel." Pinta Cheisia, mengganggu fokus Neil yang tengah menyetir.
"Untuk apa?" Tanya Neil.
"Buat anak."
"Maumu!"
Vony yang menyaksikan segalanya hanya dapat tersenyum simpul sembari menikmati roti hangat yang dibelikan Cheisia. Keadaan perutnya sudah jauh lebih baik.
Tapi satuhal yang tidak dimengerti olehnya, mengapa wanita ini ingin menjadikannya sebagai adik?
Dirinya hanya anak yatim piatu, ayahnya Ditha (pendonor jantung untuk Dirgantara) yang berprofesi sebagai supir taksi meninggal akibat kecelakaan lalulintas. Sedangkan ibunya Tesa, entah berada dimana setelah Fitri (ibu kandung Bianca palsu) menyeret Tesa yang sekarat akibat diracuni.
Nama aslinya bukan Vony, tapi Bianca. Dirinya dipaksa, diancam, ditinggalkan di jalanan oleh Fitri agar mulai saat ini menggunakan nama Vony, saudara tiri satu ayahnya. Sementara Vony menggantikan dirinya diadopsi oleh keluarga kaya, menggunakan identitas Bianca.
Berganti identitas hanya untuk hidup. Terkadang, mungkin setahun dua kali Fitri datang ke rumahnya hanya untuk merampas uang yang tidak seberapa dan memastikan dirinya tetap menggunakan identitas Vony. Tidak menggunakan identitas Bianca sama sekali.
Tapi kali ini ada wanita aneh yang ingin menjadikan dirinya sebagai adik. Bahkan menyelamatkan nyawanya?
"Aku berjanji akan selalu berpihak padamu... Cheisia..." Batin Vony...kita anggap saja Vony, karena itulah identitasnya saat ini. Menatap ke arah Cheisia yang begitu melekat pada Neil.
*
Setelah menurunkan Neil di salah satu tempat usaha milik pemuda itu. Cheisia mengambil alih kemudi, dirinya mengemudi lebih pelan dan berhati-hati.
"Kita mau kemana?" Tanya Vony.
"Membeli pakaian, kamu akan tampil buruk di depan keluarga barumu?" Tanya Cheisia pada wanita yang duduk di belakangnya.
"A...aku...maaf!" Ucap gadis yang tertunduk, betapa manis gadis ini. Benar-benar seperti boneka, adik baik hati tau terimakasih. Berbeda jauh dengan Bianca yang kini tinggal di rumahnya.
"Mulai hari ini aku adalah ibu perimu, akan mengamplas kotoran di seluruh tubuhmu." Cheisia tersenyum memasang earphone di telinganya, hendak menghubungi salon milik ibu Risa, guna melakukan reservasi.
"Me...mengamplas?" Vony mengernyitkan keningnya.
"Kalau dakinya tebal ya harus diamplas." Kalimat dari Cheisia terkekeh kecil menunggu panggilannya diangkat.
*
Diamplas? Mungkin itu kata yang tepat. Segera setelah treatment, air mawar berubah menjadi keruh. Seluruh tubuhnya dimanjakan, dirinya yang tidak biasa dilayani, benar-benar merasa... terbebani?
Sapuan kuas penata rias dirinya, hanya memejamkan mata. Rambutnya ditata sedemikian rupa, hingga kala telah usai gadis yang selalu berada di bawah garis kemiskinan itu membulatkan matanya."I...ini aku? Seperti boneka..." Ucapnya meraba cermin yang menampakkan penampilan kecantikan tidak manusiawi. Dapat dikatakan bahkan artis asia timur kalah.
Masih memakai jubah mandi, kala dirinya melangkah keluar, Cheisia berada di sana."Pakai ini." Ucapnya memberikan minidress berwarna merah.
"Tapi warnanya begitu mencolok." Vony terlihat gugup.
"Wanita akan terlihat lebih menyedihkan saat menangis menggunakan gaun merah." Sebuah kalimat aneh dari sang kakak angkat, hanya dituruti oleh adiknya.
"Me... menangis?" Tanya Vony tidak mengerti.
"Pakai saja!" Cheisia mendorongnya memasuki ruang ganti.
Dalam ruang ganti pun Vony hanya dapat menelan ludah tertegun."Ini aku!?" tanyanya takjub kala pakaian itu sudah dikenakan olehnya.
*
Satu? Tidak! Beberapa paper bag berada dalam bagasinya. Cheisia yang berbelanja sendiri ketika Vony melakukan treatment. Untuk pertama kalinya dirinya menggunakan uang jajan yang telah di tabungnya selama 4 tahun. Empat tahun yang sulit, hanya untuk mendapatkan pengakuan, menjadi anak yang baik, tapi selalu dianggap buruk karena tudingan Bianca.
Tapi tidak sekarang, dirinya akan menjadi masyarakat kalangan atas, seperti teman-temannya. Uang sampai sekarang masih masuk ke dalam rekeningnya setelah ikut serta berinvestasi dalam bisnis yang produk branded milik Risa.
Menghela napas kasar, Cheisia kini mengerti bagaimana dunia berjalan. Sistem kapitalis dimana investor tinggal mempromosikan produk, dan karyawan yang bekerja dalam pengemasan dan pengiriman. Gaji pekerja, segalanya diajarkan oleh Risa. Mereka bahkan dapat bekerja melalui gadget.
"Boleh aku memanggilmu kakak..." Tanya Vony kagum dengan wanita ini.
Cantik, pintar, bahkan begitu anggun.
"Boleh, tapi melewati pintu gerbang ini medan perang akan terlihat. Ingat satu hal! Namamu Vony! Jangan terlihat terkejut, tugasmu hanya menangis. Mengerti?" Tanya Cheisia dijawab dengan anggukan oleh Vony.
Pintu gerbang besar terbuka secara otomatis. Dirinya hanya dapat membuka jendela kagum dengan apa yang dilihatnya. Ini lebih indah dari rumah-rumah yang ada di sinetron.
Halaman luas, rumah minimalis dengan interior."Astaga..." gumamnya melihat pelayan berseragam membukakan pintu mobil.
Ragu untuk turun dari mobil. Dirinya menelan ludah memberanikan diri, hendak membantu mengangkat barang belanjaan.
Tapi.
"Biarkan pelayan yang mengeluarkan belanjaannya." Cheisia menarik tangannya memasuki rumah yang sudah seperti istana bagi Vony.
Menelan ludah kasar, ini terlalu bagus untuknya."A...aku..." ucapnya ragu.
"Mulai hari ini, ini adalah rumahmu. Kamu akan menjadi adikku. Menggantikan posisiku untuk menjaga kedua orang tuaku dari hiu megalodone (Bianca). Tunjukkan bahwa ikan piranha dapat memakan hiu." Cheisia memberi semangat. Tentu saja setelah pernikahannya dirinya tidak bisa tinggal di rumah ini lagi.
"Hi...hiu megalodone?" Tanya Vony tidak mengerti.
Hingga mereka memasuki ruang tamu. Sosok itu terlihat... saudara satu ayahnya Vony yang asli. Atau kita bisa menyebutnya Bianca saat ini.
Gadis yang terlihat begitu bahagia di tengah kedua orang tuanya. Menikmati hari Minggu, memakan cheese cake bersama Dirgantara dan Sela. Seseorang yang telah merebut identitasnya.
"Ja... jadi...?" Tanya Vony dengan air mata mengalir.
Cheisia berbisik padanya."Aku mengetahui semua kenyataan. Tapi tidak memiliki bukti. Karena itu, Vony...ingat! Namamu tetap Vony. Bukan Bianca, biarkan dia mengambil nama Bianca."
"Vony...bukan Bianca..." Menghela napas dirinya tidak boleh membuat masalah untuk Cheisia.
Cheisia masih berbisik."Gadis itu (Bianca), dia mengambil orang tua dan pria yang dulu aku cintai. Kita sama, memiliki dendam pada orang yang sama. Untuk mendapatkan segalanya kembali, hal yang harus dilakukan hanya berpura-pura lemah. Kemudian menikamnya dengan belati, bakar dia sampai mati..."
Gadis itu mengepalkan tangannya, mengingat bagaimana Tesa yang diseret oleh Fitri dalam keadaan mulut berbusa. Sedangkan Bianca (Vony), hanya tersenyum sembari mengemasi pakaiannya sebelum diadopsi.
Apakah Tesa sudah tiada? Mungkin itu sudah pasti, mengingat sang ibu diseret dalam keadaan sekarat.
"Aku membencinya... kakak apa yang harus aku lakukan?" Tanya Vony dengan tatapan kosong.
"Tidak ada, jangan pernah ungkapkan identitasmu sebagai Bianca yang asli. Perkenalkan dirimu sebagai Vony, anak haram Ditha (pendonor jantung Dirgantara). Menangis dan meminta belas kasih, untuk menjadi adikku. Setelahnya? Kamu boleh membunuh gadis itu (Bianca) pelan-pelan." Bagaikan iblis, berbisik merencanakan hal yang keji.
"Kakak benar! Dia tidak boleh mati dengan mudah..." Vony tersenyum dalam air mata yang mengalir.
Bagaikan malaikat yang mengepakkan sayap hitamnya. Cheisia tersenyum sepenuhnya menjadi iblis yang terburuk.
*
"Ibu! Ayah!" Teriak Cheisia bermanja-manja bagaikan anak kecil.
"Kamu darimana!?" Tanya sang ayah.
"Membuat anak dengan Neil." Jawaban tanpa dosa, membuat sang ayah tidak dapat berkata-kata.
Sedangkan perhatian Bianca teralih sesaat."Kakak, tidak seharusnya kakak membuat ibu dan ayah cemas."
"Aku keluar untuk membuat cucu. Lagipula aku juga membawa oleh-oleh untuk ibu dan ayah." Cheisia menjeda kalimatnya, kemudian melihat ke arah pintu dimana Vony berdiri."Vony! Kenapa tidak masuk!? Ayo kemari!"
Melangkah menggunakan high heels yang tidak begitu tinggi. Cantik dan manis seperti boneka, sosok yang seketika membuat Sela gemas.
"Bianca, perkenalkan ini adik baru kita, namanya Vony. Dia cantik bukan?" Tanya Cheisia.
Vony tersenyum."Perkenalkan aku Vony..."
gedeq sm enric dan nail..