Kisah seorang pria yang tidak lagi mau mengenal cinta, karena bayang masa lalu yang terlalu menyakitinya. Begitu banyak cinta yang datang dan mencoba mengetuk.
akankah ada sosok perempuan yang mampu mengubah kehendaknya?
adakah perempuan yang akan mampu mencuri perhatiannya?
ikuti kisahnya dalam cerita author "COLD WORD"
kisah ini hanya berdasarkan imajinasi author saja. jika ada kesamaan nama tokoh, ataupun latar, merupakan suatu kebetulan yang dibetul-betulkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
COLD WORDS >>>31
Marlina adalah wanita modern yang tidak terlalu sosialita. Ia hanya akan melakukan kegiatan-kegiatan yang memang ada manfaatnya. Ia sangat pandai memilih dan memilah teman pergaulan. Seperti contohnya, hari itu, ia hanya berkumpul dengan sesama wali murid sekedar untuk mengadakan arisan kecil-kecilan sebagai sarana lebih mengakrabkan hubungan antar wali murid dari sekolahnya Miko.
Arisan ini juga hanya dilakukan sekali dalam satu Minggu, biasanya akan di undi, nama siapa yang akan menjadi tuan rumah selanjutnya, lalu si wali murid yang namanya keluar dalam undian ini, bebas menentukan dimana akan mengundang para wali murid lain untuk berkumpul sekedar makan bersama sambil sharing mengenai perkembangan anak-anak mereka.
Sore itu Marlina mengemudi sendiri setelah menghadiri arisan rutin wali murid, ia mengemudi santai meskipun jalanan sangat lengang.
"Loh, Tama?" ujarnya ketika melihat Tama dari kejauhan. "Eh?? Kok gandeng perempuan?"
Marlina yang saat itu mengemudi tepat di belakang bis, memperlambat laju mobilnya, berniat untuk menyapa Tama, kalau saja mau sekalian diajak pulang bareng. Tapi melihat sang adik naik bis bersama seorang wanita, membuat Marlina semakin penasaran dan ingin mengikutinya.
Bukan karena kepo atau ingin ikut campur kehidupan adiknya, namun Marlina menyimpan kekhawatiran dan rasa kasih sayang yang tulus untuk sang adik, sehingga Marlina tak akan membiarkan sembarang wanita bebas dekat di sekitar Tama. Bukan berniat jahat juga, Marlina hanya akan memantau dan memastikan adiknya bisa bahagia seperti pria pada umumnya.
"Tama ikut turun disini? Rumah kan masih jauh?" gumam Marlina saat melihat bus berhenti dan Tama turun bersama seorang wanita.
Marlina menepi sejenak, melihat dari kejauhan, tampak Tama mengobrol sedikit dengan si wanita lalu menyerahkan dua goodie bag yang sedari tadi ditenteng Tama.
"Aku harus tahu, setidaknya apa hubungan mereka, Tama tak mungkin sehangat itu pada sembarang perempuan." monolog Marlina lalu menghampiri Tama.
Setelah berkenalan dengan Tyas, sedikit lega, insting keibuan dan sifat dasar seorang kakak perempuan mengatakan bahwa Tyas bukan perempuan sembarangan yang akan dengan mudah mengecewakan adiknya.
.
.
.
Marlina mengemudi mobil sambil terus memperhatikan Tama dari sudut matanya, selalu ada rasa khawatir setiap adiknya berhubungan dengan perempuan. Rasa sayang seorang kakak memang tak perlu diragukan lagi, begitu juga dengan Marlina, yang selalu akan siap menjadi benteng pertama yang akan melakukan apa saja jika ada yang melukai adiknya.
Melirik ada nomor asing yang menghubungi adiknya, Marlina mulai kembali merasa khawatir. Ditambah ekspresi adiknya yang terlihat kesal setelah melihat si penelepon. Tama hanya akan menyimpan nomor telepon orang-orang secara profesional atau secara pribadi membuatnya nyaman, namun tidak akan pernah menyimpan nomor-nomor dari orang-orang yang menyebalkan atau membuat Tama merasa tak nyaman.
"Ah, siapa lagi itu si pengganggu. Semoga bulan wanita, semoga hanya urusan pekerjaan. Tuhan, selamatkan adik saya dari para pengganggu yang hanya akan melukai hati Tama. Jauhkan Tama dari orang-orang iseng yang hanya akan membuat Tama merasa jengkel. Bantu agar Tama selalu bahagia seperti sekarang saja Tuhan." Marlina mengucapkan doa-doa spontan untuk adik kesayangannya.
"Kenapa tak diangkat?" ucap Marlina.
Tama menghela nafas sedikit berat, "Halo,"
"Siska itu wanita berkualitas Tam, jangan membuatnya kesal, dia akan menjadi salah satu staf kesayangan manager nantinya, bantulah ia untuk naik dengan cepat ya, please,," ucap Pak Putra di sebrang telepon.
"Kalau itu niatnya, lebih baik mulai besok pindahkan saja ke divisi lain." sahut Tama tegas.
"Jangan, manager hanya akan memilih orang-orang yang kamu promosikan. Kalau di divisi lain, aku takut manager akan memilih orang-orangmu. Tolong ya, bantu Siska."
"Aku terbiasa mempromosikan orang-orang yang memang layak. Jangan mempengaruhi cara penilainku."
"Ayolah Tam, kasihan Siska, dia itu harus menjadi tulang punggung keluarganya. Saat ini keluarganya sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Siska harus naik cepat untuk mendapatkan gaji yang lebih besar."
"Jangan menggunakan aku untuk hal-hal seperti itu."
"Dih, Tama, jangan terlalu kaku lah, sebagai sesama pria, aku benar-benar meminta tolong. Siska harus membiayai adiknya yang juga masih kuliah di Harvard, sedangkan papahnya sakit, mamahnya hanya ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. Ayolah Tam, buka sedikit jiwa penolongmu." pak putra masih terus memohon.
"Kita lihat saja nanti, bagaimana hasil pekerjaan Siska." jawab Tama masih kaku dan tetap pada pendiriannya. "Aku tutup telponnya, aku masih dijalan."
Tama kembali menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Marlina yang memperhatikannya semakin dibuat penasaran setelah mendengar satu nama perempuan.
"Turun dong, bukain gerbang." ucap Marlina sesampai di depan rumah.
Tama membuka mata, lalu turun untuk membuka gerbang. disambut dengan teriakan dua ponakannya.
"Yeeey,,,,,!!! Om Tama pulang!!!"
Sambutan sumringah kedua ponakannya, selalu berhasil mengembalikan mood Tama yang seharian sering berantakan. kerewelan dan kelucuan kedua bocah kecil itu, selalu membuat Tama bisa melupakan semua rasa lelah dan kesal dari bekerja.
"Hai,,,,," Tama pun tampak girang menyambut kedua ponakannya yang berlari ke arahnya.
Tama jongkok menyambut ponakannya, menyambut pelukan kedua bocah polos yang selalu riang dan ribut dengan segala jenis pertanyaan. Meski terkadang Tama sedikit kewalahan dengan semua pertanyaan-pertanyaan polos kedua bocah itu, namun bagi Tama mereka adalah obat paling mujarab untuk membangkitkan lagi semangat hidupnya.
"Kangen om Tama,,," seru kedua bocah dalam pelukan Tama.
"Hmmm,,, om juga." sambut Tama.
"Sama mamah nggk kangen?" sela Marlina setelah turun dari mobil.
"Mamaaaah,,,!!!!" kedua bocah berganti menyambut mama mereka.
"Hari yang berat broo?" Jun, kakak ikat Tama pun menyambut.
"Ah, biasa aja Bang, ngilu-ngilu sedep. Hahaha,,,"
"Nanti malam ngopi bareng ya, aku punya produk baru, bisa nanti diskusi sedikit," ujar Jun.
"Oke, habis makan ya, aku bersih-bersih badan dulu," sahut Tama.
"Ikuuut,,,,!!" dua ponakan ini tak melewatkan sedetik pun bayangan om nya.
"Kalian sudah belajar?"
"Baru belajar sih om,,," jawab Berta.
"Kalian ini, kasihan om Tama capek baru pulang kerja, lanjutkan belajar dulu, nanti baru maen." ujar Marlina.
"Tapi kan,,,," Miko tak mau kalah.
"Hmm, bener tuh mamah bilang, lanjutin dulu belajar, nanti baru nyari Om."
"Tapi makan bareng Om Tama ya?" rengek Miko.
"Boleh." jawab Tama mengusap kepala ponakannya.
"Asiiik,,,,,!!" kedua bocah berlari masuk kembali ke dalam rumah.
"Lah, ngapain papah masak, kalau kalian mau makan dirumah nenek,,!" kelakar Jun.
"Hahahaha,,,, lidah mereka itu polos Bang, mereka tahu mana yang lebih enak." Ledek Tama.
"Ah, syalan,,,, wkwkwkwk."
"Dah Sono bebersih badan, keburu diserbu anak-anak nanti." Ucap Marlina.
Tama berjalan menuju rumah orang tuanya melalui pintu samping yang sengaja dibuat agar memudahkan kedua rumah terhubung tanpa harus melalui gerbang depan. Sedangkan Marlina masuk ke dalam rumah bersama suaminya.
"Kita ngobrol bentar sambil jagain anak-anak belajar. Ini soal Tama." ucap Marlina pad suaminya.
"Hmm, sambil di dapur ya, belum selesai eksperimennya." sahut Jun.
"Emang bikin apa?"
"Lihat saja sendiri. Hehehe,,,"
...****************...
To be continue....
tetep👍
hrs lanjut nih
wanita ini ibu dr mantan tama yaa