Ketulusan Hati

Ketulusan Hati

1

Cinta adalah fitrah semua manusia, banyak yang mengatakan jika cinta itu ujung-ujungnya menyakitkan. Tapi bagiku cinta itu indah, karena cinta tidak butuh sebuah imbalan ataupun balasan.

...\~Cut Dara Maristha\~...

Suara azan Subuh berkumandang merdu dan saling bersahutan satu sama lain. Membangunkan para insan yang tengah terlelap dalam mimpi yang indah.

Di sebuah asrama khusus putri, terlihat seorang gadis berparas ayu mengerjapkan matanya beberapa kali saat suara Azan berkumandang. Ia pun bangun dari posisinya dan melihat tempat tidur sang sahabat sudah kosong. Sepertinya gadis itu sudah terbangun lebih dulu. Kemudian sayup-sayup terdengar suara gemercik air di kamar mandi, dan itu menguatkan dugaannya.

Gadis itu pun langsung membereskan tempat tidurnya seperti biasa, sambil menunggu sang sahabat selesai dengan urusannya di kamar mandi. Karena terlalu pokus dengan kegiatannya, ia tak menyadari jika sahabatnya kini sudah keluar.

"Dara, kamu sudah bangun?" Sontak gadis itu terlonjak kaget dan langsung berbalik.

"Syila, kamu bikin aku kaget tahu gak?"

Cut Dara Maristha, itu lah namanya. Si gadis berpakaian syar'i, pemilik mata bulat dan wajah yang elok. Ia juga berdarah kental Aceh, karena kedua orang tuanya berasal dari sana. Hanya saja sang Ayah membangun sebuah perusahaan induk di Jakarta. Karena itu sejak lama mereka menetap di Ibu Kota.

"Maaf deh, kenapa cepat bangun? Kamu gak salat kan?" Tanya Syila seraya duduk di tepi ranjangnya. Syila merupakan sahabat sekaligus teman sekamar Dara. Gadis itu bernama lengkap Syila Tamara Rehana, berdarah campuran Sunda dan Kalimantan. Ia juga memiliki paras yang cantik. Kebetulan mereka juga satu jurusan di kampus. Dan saat ini mereka baru mamasuki semester 2. Itu artinya masih ada waktu 3 tahun lagi untuk mereka menghabiskan waktu bersama.

"Hm. Aku mendengar suara Azan, jadi terbangun." Sahut Dara melanjutkan kegiatannya. Syila pun mengangguk, sambil mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk.

"Oh iya Syil, Nissa kapan balik ke asrama?" Tanya Dara.

"Katanya sih hari ini, tapi gak tau jadi atau enggak. Soalnya dia gak kasih kabar yang jelas." Sahut Syila bangkit dari posisinya. Kemudian gadis itu memakai mukena yang hendak melaksanakan salat subuh.

"Oh." Dara pun mengangguk kecil dan tersenyum pada Syila.

Dara juga mempunyai satu sahabat lagi, ia bernama Anissa Hafisah. Si gadis manis berlesung pipi, ia merupakan warga asli Ibu Kota. Dari ketiga gadis itu Nissa lah yang sedikit berbeda, ia tak memakai hijab. Berbeda dengan Dara dan Syila yang selalu berpakaian tertutup.

Sambil menunggu fajar, Dara pun memutuskan untuk membuat sarapan di dapur umum. Seperti biasa, setiap pagi dapur sudah dipenuhi para mahasiwi. Sebagian dari mereka memang memilih untuk masak sendiri, begitu pun dengan Dara. Katanya sih lebih hemat biaya. Padahal kebanyakan dari mereka itu orang kaya. Termasuk Dara, ia terlahir dari seorang pengusaha besar. Namun tak menutup kemungkinan untuk mereka hidup mandiri.

Berhubung jarak rumahnya yang lumayan jauh dengan kampus. Dara memutuskan untuk tinggal di asrama. Hitung-hitung memperluas tali silaturahim, katanya.

"Hai Sasa, masak apa pagi ini?" Tanya Dara saat melihat salah satu temannya sedang memasak di dapur.

"Biasa, masak tempe orek. Cuma ini yang aku bisa. Mommy bilang aku harus mandiri, supaya tahu gimana susahnya Daddy mencari uang." Jawab gadis bernama Sasa itu dengan santai.

Dara yang mendengar itu tersenyum senang. "Bener itu, kita harus tetap bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan."

Sasa mengangguk pelan.

Kemudian Dara mulai mengupas bawang merah, pagi ini ia akan memasak nasi goreng dan telur dadar.

"Jangan sedih dong, Ra. Tar aku ikut nangis." Ledek Sasa saat melihat Dara sudah berlinang air mata.

"Iya nih, bawang merahnya jahat banget, selalu buat aku nangis dipagi hari." Sahut Dara seraya menghapus air matanya dengan kerudung.

Sasa pun tergelak. "Kamu ada-ada aja, Ra. Memangnya mau masak apa?" Tanya Sasa.

"Nasi goreng aja deh yang gampang, lagi males masak soalnya." Jawab Dara sambil memotong cabe merah dengan begitu cekatan. Karena sejak kecil, ia sudah terbiasa membantu sang Bunda di dapur.

"Oh iya, Ra. Kakak kelasku ada yang naksir kamu tuh. Orangnya ganteng banget loh, kamu mau gak aku kenalin?" Ujar Sasa yang hanya dijawab senyuman oleh Dara.

"Ih... kok malah senyum-senyum sih, mau gak?" Tanya Sasa kesal karena tidak mendapatkan jawaban pasti dari Dara.

"Aku gak pernah melarang mereka buat suka sama aku. Tapi untuk menjalin hubungan, aku tidak bisa. Aku selalu menghindari yang namanya pacaran, itu sama aja kita mendekati zina. Udah jangan pedulikan mereka. Anggap saja itu hanya angin berlalu, setelah bosan mereka juga bakal pergi sendiri." Tanggap Dara dengan santai.

Sasa yang mendengar itu merasa takjub. Selama ia mengenal Dara, belum pernah sekali pun ia mendengar tentang keburukannya. Bahkan satu asrama tahu, Dara memiliki kepribadian yang amat baik dan ramah.

"Em... gimana kalau misalkan dia datang ke rumah kamu? Mungkin lamar kamu, Ra. Apa kamu masih nolak juga?" Tanya Sasa yang berhasil mengundang tawa Dara.

"Loh kok malah ketawa sih?" Sasa merasa heran dengan temannya yang satu ini.

"Habis kamu ngomongnya ngaco sih. Lagian mana mungkin ada yang mau lamar aku, Sasa. Aku juga belum siap untuk menikah, masih ingin mencari ilmu agama lebih dulu. Mungkin setelah tamat kuliah, akan aku pikir dua kali." Ujar Dara sambil membolak-balik nasi gorengnya.

"Siapa tau aja dia beneran serius dan mau lamar kamu." Timpal Sasa masih kekeh dengan pendapatnya. Dan saat ini gadis itu sudah selesai memasak.

Dara hanya tersenyum dan menggeleng pelan.

"Kalau gitu aku duluan ya, ada jam pagi." Pamit Sasa seraya membereskan semua alat masaknya.

"Ok." Sahut Dara. Lalu gadis mungil itu pun pergi meninggalkan Dara yang masih berkutat dengan alat masak.

***

Dara berangkat ke kampus agak siangan, karena hari ini ia hanya ada satu jam kuliah. Saat hendak memasuki kelas, langkah gadis itu tertahan karena seseorang memanggilnya.

"Dara tunggu!"

Spontan Dara menoleh kebelakang. Seorang lelaki tampan tampak berlari kecil menghampirinya. Dara pun langsung menundukkan pandangan. Lelaki itu sangat sering menemui Dara. Bahkan bukan hanya di kelas, kadang juga di kantin atau perpustakaan. Bisa dikatakan di mana pun Dara berada, lelaki itu selalu ada. Sepertinya lelaki itu memiliki minat pada Dara. Bisa dilihat dari sorot matanya yang memancarkan rasa kagum.

"Assalamualaikum, maaf ada perlu apa?" Tanya Dara yang masih setia menunduk.

"Wa'alaikumusalam... apa nanti siang kamu sibuk?" Tanya lelaki itu menatap Dara penuh harap.

"Maaf, saya sibuk. Jika tidak ada hal lain, saya pamit masuk kelas." Sahut Dara yang langsung masuk ke dalam kelas. Dan itu berhasil membuat sang lelaki mematung di tempatnya. Bahkan seulas senyuman tercetak jelas dibibirnya.

"Dara, sepertinya aku tidak salah pilih. Kau gadis yang langka, aku akan berusaha untuk mendapatkanmu." Ujarnya sebelum pergi dari sana.

"Ra, kamu kenapa?" tanya Syila saat melihat Dara terburu-buru saat memasuki kelas. Bahkan wajah gadis itu terlihat pucat. Dara pun duduk di samping Syila.

Syila memang berangkat lebih dulu, karena ia ada kelas pagi.

"Enggak papa kok." Jawab Dara memberikan senyuman manis pada sahabatnya. Kemudian ia pun mengeluarkan buku dari dalam tas.

"Owh... aku pikir terjadi sesuatu di jalan." Kata Syila melanjutkan membaca buku.

Dara terlihat menghela napas gusar. Ia sangat takut dengan lelaki yang selalu menemuinya itu. Padahal selama ini Dara selalu menghindar, tetapi lelaki itu masih saja berusaha mendekatinya. Dara merasa tidak nyaman akan hal itu.

"Astagfirullahal'azim." Dara beristigfar seraya mengelus dadanya pelan. Mencoba menenangkan hatinya yang gundah.

Selang beberapa menit. Dosen pengajar pun memasuki kelas dan berhasil menarik perhatian semua penghuni kelas. Dosen itu seorang lelaki yang masih terlihat muda, juga sangat tampan. Ditambah dengan kemeja hitam yang membungkus ototnya yang kekar. Membuat takjub beberapa mahasiswi yang ada di dalam kelas.

"Assalamualaikum," ucap dosen itu berdiri di depan kelas. Menatap seluruh mahasiwanya penuh wibawa.

"Wa'alaikumussalam," sahut seluruh mahasiswa kompak.

"Kumpulkan tugas minggu lalu." Perintahnya dengan nada datar. Semua mahasiwa pun mengeluarkan tugas masing-masing. Termasuk Dara, ia terlihat membuka tasnya untuk mencari tugas yang sudah ia kerjakan dari jauh-jauh hari. Namun, seketika wajahnya pucat, karena ia tak menemukan tugasnya di dalam tas. Dara mulai panik sambil mengecek kembali isi tasnya. Dan tugas itu benar-benar tidak ada di sana. Seingatnya malam tadi tugas itu sudah ia masukkan ke dalam tas.

Ya Allah, apa mungkin aku lupa?

Dara semakin pucat, saat melihat Syila yang sudah memberikan tugasnya pada komting. Lelaki yang menjabat sebagai ketua kelas pun menatap Dara karena tak kunjung memberikan tugasnya.

"Sepertinya tugasku ketinggalan." Ucap Dara sedikit berbisik pada sang komting. Komting yang bernama Andre itu menatap Dara tak percaya. Bagaimana bisa Dara begitu ceroboh dan meninggalkan tugas dari dosen yang super killer? Andre mengehela napas berat, sebelum meninggalkan meja Dara.

"Siapa yang tidak kumpul tugas?" Tanya sang dosen dengan nada dingin. Membuat orang yang mendengarnya membeku seketika.

Dara menelan air ludahnya yang terasa kelu. "Sa--saya, Pak." Lalu mengangkat tangannya dengan gugup. Dan ia pun langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang dosen.

"Keluar!" Tegasnya yang berhasil membuat Dara terkejut.

Memang sejak awal perkuliahan, dosen killer itu sudah membuat sebuah perjanjian khusus. Dimana mahasiswa yang tidak mengumpulkan tugas, maka tidak diberi izin untuk masuk kelas. Dan untuk yang pertama kalinya Dara melakukan kesalahan itu. Ia tak bisa menyalahkan sang dosen. Karena sepenuhnya kesalahan ada pada dirinya.

Dara menatap Syila yang juga sedang menatapnya iba. Dengan penuh penyesalan, ia kembali memasukkan bukunya ke dalam tas. Kemudian bangkit dari duduknya dan beranjak keluar. Lalu tatapan Dara tak sengaja beretemu dengan tatapan lelaki itu. Tatapan penuh kebencian. Dara sendiri bingung kenapa dosennya itu selalu memberikan tatapan yang sama saat masuk ke kelasnya. Tanpa banyak berpikir, Dara pun meninggalkan kelas.

"Kita lanjutkan." Ujar sang dosen mentap semua mahasiswa yang masih membisu. Sepertinya mereka masih syok dengan apa yang menimpa Dara. Kemudian pelajaranpun segera dimulai.

Sedangkan di luar sana, Dara terduduk lemas di bangku. Ini kali pertama ia dikeluarkan dari kelas. Dara terus mengerutuki kebodohannya. Bagaimana ia bisa seceroboh itu? Mungkin hari ini memang hari sial untuknya. Ia juga harus melewatkan ilmu baru yang seharusnya ia dapatkan. Sungguh penyesalan yang luar biasa.

Dara pun memutuskan untuk langsung pulang. "Sabar, Dara." Ucapnya bergegas pergi menuju parkiran.

Dara memasuki mobil dengan malas. Kemudian membenamkan wajahnya di setir untuk sesaat. Kemudian menghidupkan mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang. Tidak lupa ia menghidupkan lantunan ayat suci, agar hatinya lebih tenang. Namun pikirannya benar-benar kosong.

Sampai di persimpangan jalan, Dara tak menyadari jika sebuah mobil oleng terus melaju kencang ke arahnya. Dalam hitungan detik, mobil yang ia kendarai mengalami tubrukan keras dan kecelakaan naas itu pun terjadi.

Terpopuler

Comments

ANNTIE

ANNTIE

/Smile/

2024-09-25

2

Anonymous

Anonymous

ok

2024-06-16

0

sri Hartati_

sri Hartati_

untuk2 bagus bikin penasaran. Lanjuttt❤️

2024-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!