Medina panik ketika tiba-tiba dia dipanggil oleh pengurus pondok agar segera ke ndalem sang kyai karena keluarganya datang ke pesantren. Dia yang pernah mengatakan pada sang mama jika di pesantren sudah menemukan calon suami seperti kriteria yang ditentukan oleh papanya, kalang kabut sendiri karena kebohongan yang telanjur Medina buat.
Akankah Medina berkata jujur dan mengatakan yang sebenarnya pada orang tua, jika dia belum menemukan orang yang tepat?
Ataukah, Medina akan melakukan berbagai cara untuk melanjutkan kebohongan dengan memanfaatkan seorang pemuda yang diam-diam telah mencuri perhatiannya?
🌹🌹🌹
Ikuti terus kisah Medina, yah ...
Terima kasih buat kalian yang masih setia menantikan karyaku.
Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak dengan memberi like dan komen terbaik 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Enam
"Abang!"
Medina akhirnya berteriak di telinga Aksa karena sedari tadi membangunkan sang abang, tetapi pemuda itu tak kunjung terjaga. Padahal, Medina juga sudah mengguncang-guncang tubuh abangnya itu. Namun, Aksa malah terlihat semakin lelap. Mungkin, dalam mimpinya Aksa merasa seperti diayun dan dinina-bobokkan.
"Berisik, ah! Jangan teriak-teriak napa!" protes Aksa tanpa membuka mata lalu menutupi kedua telinganya.
"Abisnya, Abang tidur kayak kebo! Susah dibangunin!"
"Emang, kamu pernah bangunin kebo, Dik?" tanya Aksa dengan suara yang terdengar malas-malasan dan mata yang masih terpejam.
"Ya, enggak, lah! 'Kan, eyang uti yang bilang, kalau orang tidur enggak denger apa-apa, tuh, kayak kebo. Dah, ah! Malah ngajakin ngobrol! Cepetan bangun, Abang!" Gadis cantik itu terlihat kesal karena dia buru-buru, tetapi sang abang malah susah dibangunkan.
"Ada apa, sih, Dik? Orang lagi enak-enak tidurin di bangunan!" Aksa mau tak mau membuka matanya.
"Kebalik, Abang!" Medina semakin bersungut kesal, mendengar perkataan ngelantur sang abang.
"Namanya juga baru bangun, Dik. Nyawanya 'kan belum ngumpul. Masih pada kelayapan entah ke mana." Melihat sang adik kesal, Aksa semakin menjadi.
"Buruan cuci muka makanya, biar nyawa Abang cepetan ngumpul! Kalau belum ngumpul juga, ditelepon biar segera balik!" Medina ikut-ikutan ngelantur seperti sang abang, sembari menarik selimut yang masih menutupi tubuh Aksa.
"Dik! Sembarangan aja main narik selimut! Kalau abang enggak pakai celana gimana?" protes Aksa.
"Lagian, Abang enggak bangun-bangun! Ayo, Bang!" Medina menarik tangan sang abang karena pemuda itu masih terlihat malas-malasan.
"Bener-bener, ya, punya adik gadis satu, ngerecokin mulu! Ada apa, sih, Dik? Ini 'kan masih tengah malam?" lanjutnya bertanya sembari beringsut lalu duduk di tepi pembaringan.
"Viko kecelakaan, Bang!"
Medina lalu menceritakan percakapannya dengan Andrew barusan melalui sambungan telepon. Mendengar cerita sang adik, dahi Aksa mengerut.
"Kecelakaan? Kok aneh, ya?" tanya Aksa sembari menatap sang adik.
"Itu makanya, Bang, Dina bangunin Abang karena mau minta dianterin ke sana untuk mastiin kebenerannya. Dina khawatir kalau benar Viko kecelakaan, lukanya serius karena Andrew bilang seperti itu tadi. Abang tahu sendiri 'kan, kalau Viko, tuh, paling takut sama jarum suntik."
Ya, Viko tidak pernah mau dibawa ke rumah sakit atau Dokter jika sakit karena dia paling takut sama jarum suntik. Dulu pernah dia jatuh sakit hingga berhari-hari tidak masuk sekolah dan hanya Medina, lah, yang berhasil membujuk Viko agar mau berobat.
"Tunggu, Dik, biar abang telepon Denny. Siapa tahu dia juga berada di sana dan mengetahui kejadian yang sebenarnya."
Aksa lalu menelepon salah seorang sahabat yang juga hobi kebut-kebutan sama seperti dirinya, juga sang adik. Melalui sambungan telepon tersebut, Aksa mendapat informasi jika Viko memang mengalami kecelakaan, tetapi mantan kekasih Medina itu hanya luka ringan.
"Cuma lecet-lecet doang dianya, Bro. Udah, enggak usah dipikirin! Adik lu jangan lu bolehin pergi," pungkas Denny.
"Oke. Makasih informasinya, Den." Aksa kemudian menutup teleponnya.
"Tuh, Dik. Kamu dengar sendiri, 'kan? Si Viko, tuh, enggak kenapa-kenapa."
"Tapi, kok, Andrew bilang gitu, ya, tadi." Medina mengerutkan kening, mencoba menduga-duga.
"Udah, enggak usah dipikirin omongan si Andrew! Sebaiknya, kamu lanjutkan tidur aja, Dik. Jangan sampai di hari bersejarah kamu besok, kamu kurang tidur," saran Aksa yang tumben-tumbenan terdengar bijak.
"Iya, Abang benar."
Medina segera beranjak lalu berjalan menuju pintu untuk keluar dari kamar sang abang. Tepat ketika gadis itu membuka pintu kamar Aksa, ponsel yang sedari tadi dia genggam kembali berdering. Medina pun mengurungkan langkah lalu menatap sang abang.
"Nomor Viko lagi, Bang."
"Terima aja, Dik, dan aktifkan mode load speaker-nya," pinta Aksa.
"Din, lu beneran enggak mau nengokin Viko? Kalau pun kalian udah putus, setidaknya datanglah kemari sebagai teman baik, Din. Kasihan sekali dia, Din. Dari tadi merintih kesakitan dan menyebut nama lu."
Baru saja Medina mengaktifkan mode load speaker, suara Andrew kembali terdengar. Medina lalu menatap sang abang dan Aksa mengangguk.
"Oke, Ndrew. Gue akan ke sana sekarang."
bersambung ...
🌹🌹🌹
Seperti biasa, ya... Aku bawa rekomendasi novel keren dari teman.
Judul; Kisah Cinta Si Miskin dan Gadis Pendiam
Author; Mr.A
ya salam
sesuai janjiku, di akhir bulan ini aku umumkan siapakah penghuni ranking pertama yang kasih dukungan pada kisah Medina-Hamam. Dan ... pendukung teratas adalah Kak Greenindya 🥰
Untuk pemenang, silakan chat aku, ya, untuk kirim alamat lengkap. Insyaallah novelnya aku kirim pertengahan bulan Juni, karena masih dalam proses cetak 🙏
Buat kalian yang pengin meluk aku, eh.. meluk novelku, bisa hub aku, yah, via chat di sini atau yg sudah save nmr wa ku bisa langsung japri.
mksh banyak untuk kalian semua. lope sekebon 😘😘