Sederhana saja. Tentang seorang gadis yang bernama Hazel yang sulit melupakan seseorang yang berperan penting dalam lembaran masa lalunya dan Calix si lelaki yang memiliki ribuan cadangan disana-sini.
Karena sebuah insiden yang mana Hazel nyaris dilecehkan oleh beberapa Brandalan, menggiring Hazel, pada jeratan seorang Calix Keiran Ragaswara, laki-laki yang narsisnya mencapai level maksimal, super posesif, super nyebelin, sumber bencana, penghancur terbaik mood Hazel.
"Sekarang, Lo hanya punya dua pilihan. Lo jadi pacar gue. Atau gue jadi pacar elo!" Calix Keiran Ragaswara.
Penasaran? simak ceritanya!
-Start publish 14 juli 2023.
-FOURTH NOVEL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rsawty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPB•MUNCULNYA MASA LALU
Hazel duduk diatas pangkuan Calix yang sedang duduk diatas bangku. Tindakan Hazel membuat Calix menghela napas berat, dia meletakkan gitar yang awalnya dia petik disisinya, Hazel benar-benar mengusiknya hanya perkara tidak berguna.
"Ayolah, Alix.. bolehin gue ke rumah Ronan ya? Kali ini aja.. gue mau ambil buku catatan gue, karena perkara itu gue dihukum bersihin kolam sampe kecebur." Hazel melayangkan puppy eyes. Kedua telapak tangannya menyatu, penuh permohonan.
"Sekali gue bilang tidak, yah berarti tidak!"
Karena Calix enggan untuk goyah dalam pendiriannya. Hazel pun memasuki trik kedua, tangan lentiknya aktif, menari-nari di dada bidang Calix. Hazel sudah hapal kelemahannya, yaitu dengan kelembutan. Benar saja, jakun Calix sudah bergerak.
"Oh, shiit! Jangan mancing, baby girl.." Desisnya dengan deep voice. Dia menyanggah pinggang ramping Hazel agar tidak mudah jatuh. Diliriknya beberapa warga kelas yang menetap ditempat sesekali mencuri-curi pandang kearah mereka berdua.
"Kalian ngapain masih disini hah?! Keluar!"
"Keluar dari kelas atau dikeluarin dari sekolah ini?"
"Gue gak suka mengulangi perkataan, gue!" Tekannya lagi saat murid-murid tersebut betah, tak bersedia beranjak dari bangku mereka.
Gertakan Calix memang ampuh untuk mengusir mereka, dengan sedikit tergesa mereka keluar dari sana. Diambang pintu mereka saling dorong dengan tak sabaran.
Sebelum semuanya benar-benar menghilang dibalik pintu, pesan Calix membuat Hazel panas dingin. "Jangan lupa kunci pintu!"
Netra penuh intimidasi itu, kini membidik Hazel lurus, terlihat sangat membahayakan untuk dirinya, dia meneguk salivanya susah payah. "Takut, hmm? Siapa yang agresif lebih dulu?" Suaranya serak basah, antara seksi dan menyeramkan ditelinga Hazel.
Tangan kekarnya mulai nakal, perlahan menelusup masuk kedalam rok Hazel. Gadis itu spontan menahan lengannya. "Jangan berbuat macem-macem!"
"Gue gak macem-macem baby.. hanya satu macem aja.."
"Stop it, Calix!"
"Diem kalo mau dapet izin dari gua!" Bunyi suara Calix tiba-tiba meninggi lagi.
"Harus banget kaya gini?"
"Di dunia ini gak ada yang cuma-cuma Zel.. baik itu berupa uang mau pun tindakan, setiap keinginan dan kehendak pasti berhubungan dengan timbal balik. Gue izinin lo ikut Ronan, asal kasih gue hadiah."
Calix dilanda rasa gugup ketika Hazel tiba-tiba mengikis jarak antara wajah mereka dengan rahang yang dia tangkup. Detik selanjutnya, Calix terbengong kala Hazel melabuhkan kecupan singkat dikeningnya. Hatinya dibuat berdesir hanya karena sebuah ciuman kilat tersebut.
"Segini, sudah cukup kan?"
Berdehem pelan mengalihkan rasa gugupnya, Calix pun sontak menyeringai. Jelas dia tak akan kehabisan akal untuk memanfaatkan keadaan sebaik-baiknya. "Siapa bilang segitu saja, sudah cukup? No baby.."
Dengan lihai, dia menyibak helaian rambut Hazel yang tergerai indah, mengekspos leher jenjang putih mulus milik Hazel.
Kepala Calix terbenam disana. Gadis itu meringis pelan merasakan sensasi bibir Calix menyentuh area lehernya, tak ketinggalan memberikan gigitan kecil disana. Cengkeramannya di kaos berwarna abu-abu Calix, tambah ber-energi.
Selepas dia mengangkat kepalanya, Calix pun mengusap bibirnya dengan jempol menunjukkan senyum smirk. "Lo curi satu ciuman dari gue, gue kasih lo kissmark. Impas!"
"What the--lo --apa-apaan hah?!" Hazel menegakkan punggung, memegangi lehernya, dengan kepala celingukan kanan kiri memastikan jika didalam kelas ruangan ini, tak ada seorang pun selain mereka berdua.
"Kalo ada orang yang liat, gimana?!"
"Pintu dikunci dari luar." Calix terlihat santai tanpa beban. Dia menahan tangan Hazel yang menggosok-gosok kasar bekas cupaang dibagian lehernya, tertinggal sebuah jejak berwarna mereka agak keunguan disana.
"Jangan dihapus! Lo gue bolehin jalan sama siapapun, asal dengan satu syarat, leher lo harus ada tanda mahakarya indah gue, agar siapapun orang yang mendekati lo, gak peduli laki-laki maupun perempuan, bisa tahu kalo lo milik gue!"
Hazel menatapnya tak percaya. "Dasar gak waras!"
...*****...
Hazel mengunjungi rumah Ronan sesuai permintaan lelaki itu. Terus terang, Hazel kurang setuju, tapi apa boleh buat? Dia tidak enak hati juga untuk menolak. Lagi pula ini demi kebaikannya, dia harus mengambil buku salinannya yang tertinggal dirumah Ronan.
Tak jauh dari sana, dari balik semak-semak yang agak tersingkap, Calix mengintip Ronan dan Hazel yang hendak akan memasuki rumah lelaki itu, tentu saja dia tidak akan membiarkan Hazel pergi sendirian, dia mengikuti mereka diam-diam.
"Awas aja lo Zel.. kalo sampe gue dapet bukti bahwa lo ada apa-apa sama cowo lain, siap-siap aja perut lo kenyang sampe sembilan bulan!" Desisnya.
"Silahkan masuk Zel.. Jangan sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri."
"Ah? Iya." Dalam rasa canggung, Hazel menyusul Ronan yang memandunya menuju ruang tengah. Ini bukan rumahnya, bagaimana bisa dia menganggapnya sebagai rumahnya sendiri?
"Sekali lagi gue minta maaf soal hari ini. Coba saja gue gak tinggalin lo saat lagi bersihin kolam, lo gak akan tenggelam."
Hazel memukul bahu Ronan main-main. "Minta maaf terus lo. Kaya sama siapa juga. Yang penting, sekarang gue baik-baik saja kan?" Ujarnya membuat Ronan mengangguk-angguk.
"Iya sih. Syukur lo gak kenapa-kenapa."
Tatapan Hazel mengacak ke penjuru ruangan, tak ada penghuni lain selain mereka berdua. "Orang tua lo kemana?"
"Oh nyokap gue? Biasanya jam-jam segini dia masih ditempat kerja." Hazel ber'oh ria sebagai balasan.
"Lo tunggu disini, gue keatas bentar ganti baju sama ambil buku catatan lo dikamar gue. Kalo lo mau minum, lo bisa bikin sendiri di dapur, atau enggak ambil aja di kulkas, di kulkas gue tersedia beberapa stok minuman."
Selepas Ronan mengucapkan permisi pada Hazel, dia menaiki satu persatu jajaran undakan tangga, handphone Hazel berdering, dia mengangkat sebuah panggilan yang ternyata dari Abangnya.
"Hallo, Zel? Lo lagi dimana? Gue udah didepan gerbang, tapi dari tadi nunggu lo gak nongol-nongol. Gedung sekolah juga udah kelihatan sepi." Suara Abangnya terekam didalam indera pendengarannya.
"Eumm? Bang, Hazel lagi dirumah temen."
"Dimana? Mau gue jemput disana?"
Berpikir sejenak untuk membuat sebuah keputusan. Dari pada Ronan nantinya akan repot mengantarkannya pulang, akan lebih baik dia dijemput sama Abangnya saja, lagi pula Ronan baru pulang dari sekolah, akan melelahkan apabila mengantarnya lagi.
Hazel pun memberikan anggukan walau tak kelihatan ke seberang sana. "Boleh deh. Ntar Hazel sherlock tempat persisnya."
"Asiap Dek!"
"Dek Palamu! Jangan ngelawak lu! Merinding gua!" Hazel bergidik geli. Jayden itu tipikal Kakak yang paling anti memanggil saudarinya sebagai Adik.
Benar saja, setelah dia mendengar Jayden memanggilnya Adik, bulu Hazel terangkat seluruhnya. Dia jadi merinding sendiri, agak horor menurutnya.
Setelah memutuskan panggilan dari Jayden, Hazel memilih beranjak ke dapur, cuaca hari ini cukup terik. Dia membutuh minuman dingin untuk menuntaskan dahaga. Dia juga sudah dapat izin dari Ronan, seharusnya tidak apa-apakan?
Kaki Hazel menjijit kala berusaha menggapai sebuah lemari dapur, dia ingin membuat sirup, karena setelah memeriksa lemari kulkas, didalamnya hanya tersedia minuman bersoda.
Dalam hal itu, tiba-tiba saja ada sebuah lengan yang menguntai, melintasi tangan Hazel, tangan besar itu membuka lemari dan membantunya mengambilkan sebuah sirup dari sana, meletakkannya diatas pantry kemudian. "Thanks--"
"Lo gak berubah, El.."
Ibarat disambar petir disiang bolong, dia dibuat membeku mendengar suara lirih yang mengalun mengisi keheningan. Masih sama seperti dulu, suaranya terdengar sangat lembut. Perlahan, hati-hati dia memberanikan diri untuk berbalik.
Saat itu seperti ada yang menarik arwahnya keluar tatkala menemukan seorang lelaki yang sangat familiar kini terpatri dihadapannya.
Belum langsung wajah, dia di fokuskan kearah sebuah kalung dengan pola inisial F yang tak asing lagi baginya. Kedua tangan lelaki itu bertumpu dipinggir pantry, menyudutkan Hazel didalam kungkungannya.
"Masih tetap pendek kaya dulu."
Pandangannya berangsur-angsur terangkat pelan-pelan menuju wajah. Stuck disudut bibirnya yang mana ada sebuah tahi lalat yang menjadi poin utama dalam keunikan pesonanya. Napasnya mulai tercekat dengan dada yang bergemuruh hebat, bahkan untuk menelan saliva saja, dia tidak bisa. Lidahnya mendadak keluh, benaknya seketika dibuat kosong.
Suhu tubuhnya berubah menjadi dingin. Wajahnya memutih pucat, sekelebat cuplikan demi cuplikan kenangan pedih dimasa silam, terlintas di kepalanya bagaikan kaset rusak. Rasa takut dan paniknya tidak bisa dia sembunyikan, semua terungkap dibalik iris matanya.
Dia, sosok yang menjadi sumber luka yang sesungguhnya. Sosok yang paling dia benci lebih dari siapapun. Seseorang yang paling dia rindukan selama ini. Siapa sangka bisa muncul didepan matanya dengan tiba-tiba seperti ini?
Dia tidak mimpi ini nyata. Ini benar-benar nyata. Lelaki berparas tampan ini bukan Ronan, melainkan--"K-kak Atur..?"
TO BE CONTINUED...
jadi bisa jedotin itu kepala calix yang konslet nya udah kelewatan
sama sikap dia yang overprotektif itu
mantep kak
semangat!!
kok ciwi ciwi pengen banget jadi pacarnya calix
iya ga zel? wkwk