Alena mengorbankan usia mudanya dengan menikahi Aviano. Dia menikah di usia yang terbilang masih sangat muda yaitu 18 tahun. Dirinya bahkan mengubur dalam-dalam impiannya untuk berkuliah dan lebih memilih menjadi ibu rumah tangga. Mengurus rumah dan 2 buah hatinya adalah pekerjaannya sehari-hari.
5 tahun pernikahan mereka, hal yang mengejutkan pun terkuak, Alviano suaminya ternyata diam-diam memiliki wanita lain. Dia telah mengkhianati kesetiaan, ketulusan bahkan semua pengorbanan yang telah di lakukan oleh istrinya selama ini.
Akankah Alena bertahan demi kedua buah hatinya, memaafkan dan memberi kesempatan kedua kepada suaminya itu? Atau, dia akan memilih mundur dan mengejar cita-citanya yang sempat dia kubur dalam-dalam?
"Perselingkuhan Suamiku"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ucapan Adalah Doa
Baik Alena maupun Alvin seketika merasa gugup. Apa yang baru saja di ucapkan oleh Fazril membuat suasana semakin terasa canggung. Alena memalingkan wajahnya seraya memejamkan kedua mata juga bergumam pelan.
"Astaga, Abang bener-bener ya. Awas aja, Abang," gumam Alena pelan.
"Maaf, Len. Saya tidak bermaksud untuk mengaku-ngaku sebagai calon suami kamu, beneran deh. Semua ini ulah Abang kamu, tiba-tiba saja dia mengatakan kepada mantan suami kamu itu bahwa saya calon suami kamu, beneran deh. Ya ... Meskipun apa yang dikatakan sama Abang kamu barusan itu benar juga, kita aminkan saja ucapan dia, hehehehe!" jelas Alvin tersenyum cengengesan.
"Hah?" Alena membulatkan bola matanya, menoleh dan menatap wajah Alvin kemudian.
"Astaga! Kenapa kamu sampai terkejut kayak gitu, Len? Saya tidak bercanda ko, eh ... Maksudnya saya hanya bercanda. Jadi salah 'kan? Ingat, ucapan adalah doa, semoga ucapan si Fazril benar-benar menjadi doa, hehehe! Saya pulang dulu," celetuk Alvin membuat Alena tidak mampu lagi untuk berkata-kata.
Wanita itu menatap kepergian Dosen yang menurutnya paling menyebalkan di kampus, tapi tiba-tiba saja bersikap so manis di hadapannya kini. Alvin yang sudah berada di dalam mobil seketika menurunkan kaca jendela mobilnya lalu menatap wajahnya lagi.
"Sampai jumpa besok di kampus, Alena. Ingat, jangan sampai terlambat sedetik pun," ujarnya kemudian penuh penekanan.
"Ya ampun bapak Alvin yang terhormat, besok itu hari minggu untuk apa aku ke kampus?"
"O iya, saya sampai lupa. Ya sudah, sampai jumpa besok kalau begitu, besok saya kembali lagi ke sini."
"Mau ngapain bapak kembali ke sini?" Alena mengerutkan kening.
"Mau ketemu Abang kamu 'lah. Masa ketemu kamu? Apa jangan-jangan, kamu mengira bahwa saya datang kemari untuk menemui kamu?"
"Hah? Nggak ko, siapa bilang?" Wajah Alena memerah merasa salah tingkah.
"Yakin?"
"Tentu saja, untuk apa aku mau ketemu sama Dosen Killer seperti bapak?" ketus Alena membuat Alvin seketika membulatkan bola matanya merasa terkejut tentu saja.
"Apa Dosen killer?"
Alena tersenyum cengengesan lalu berbalik dan masuk ke dalam rumah menahan rasa malu tentunya. Alvin menatap punggung wanita itu lekat, seuntas senyuman itu pun dia perlihatkan. Kenapa Alena terlihat begitu menggemaskan sekarang? Padahal wanita itu sempat membuatnya merasa kesal di awal pertemuan mereka di kampus. Datang terlambat, tidur di kelasnya. Jujur, dia sempat emosi dengan kelakukan adik dari sahabatnya itu.
"Alena, Alena, kamu benar-benar menggemaskan, Len. Saya suka sama kamu," gumamnya tanpa sadar.
Mesin mobil pun di nyalakan lalu berjalan pelan meninggalkan halaman parkiran dan melesat di jalanan.
* * *
Alena berjalan dengan kedua kaki yang di hentakan layaknya seorang anak kecil yang sedang merajuk. Bibirnya pun dia kerucutkan sedemikian rupa menghampiri sang kakak yang saat ini sedang duduk di kursi meja makan bersama sang ibu. Mulut Fazril nampak sedang mengunyah makanan ringan, dia tersenyum cengengesan menatap kedatangan adiknya.
"Abang apaan sih? Kenapa bilang sama Mas Vian kalau Dosen Killer itu calon suami aku? Gak lucu tau," ketus Alena meletakkan kedua tangannya di pinggang, menatap tajam wajah Fazril.
"Kenapa memangnya? Abang 'kan udah bilang tadi, tinggal di aminin aja kenapa? Alvin juga laki-laki baik ko. Abang udah bersahabat dengan dia dari semenjak kita masih SMP," jawab Fazril santai.
"Ya bodo amat, yang bersahabat 'kan Abang, apa urusannya sama aku. Aku juga gak suka sama teman abang itu, dia tuh nyebelin."
"Apa karena namanya hampir mirip sama mantan suami kamu itu, makannya kamu gak suka sama dia?"
"Salah satunya!"
"Dih, dasar aneh. Apalah arti sebuah nama, Lena? Ada banyak nama Alviano di dunia ini. Apalagi nama Alvin, ada ribuan nama Alvin di kota ini."
"Pokoknya aku gak suka, titik!"
"Kalian apaan sih? Udah gede masih saja berantem kayak anak kecil. Apa yang kalian perdebatkan sebenarnya?" sela sang ibu mencoba untuk menengahi.
"Ini, Bu. Ibu tahu 'kan teman aku yang tadi datang kemari? Nah, si Alena ini suka sama dia."
"Hah? Abaaaaaang!" Alena sontak hendak melayangkan pukulan, seketika itu juga Fazril bangkit dan bersembunyi di belakang ibundanya seraya tersenyum cengengesan setengah mengejek.
"Astaga, kalian! Sudah cukup, bener-bener ya! Alena, duduk. Fazril kamu juga duduk, kalau masih bertengkar kayak gini, Mommy bakalan potong uang saku kalian, paham?" tegas sang ibu penuh penekanan.
"Aku 'kan udah kerja, bu. Gak perlu potong uang saku segala," celetuk Fazril berjalan ke sana ke mari mencoba untuk menghindar dari jangkauan tangan Alena.
"O iya, Ibu lupa."
"Sini kamu, Abang. Aku bejek-bejek kamu," teriak Alena layaknya seorang anak kecil yang sedang kesal kepada temannya.
"Gak kena, weeee!" Fazril menjulurkan lidahnya semakin mengejek.
"Mommy sedang apa?" Tiba-tiba terdengar suara Lian yang baru saja bangun dari tidurnya, berjalan menghampiri sang ibu dengan perasaan heran.
"Eh, ada putra Mommy. Hehehehe!" Alena seketika tersenyum cengengesan, dia pun segera menggendong tubuh sang putra dengan napas yang tersengal-sengal.
"Noh, malu sama anaknya. Kayak anak kecil aja," celetuk Fazril yang juga tersenyum cengengesan.
"Cukup Fazril. Kamu kapan nikah? Usia kamu udah 31 tahun lho. Malah ngurusin adik kamu lagi," celetuk sang ibu membuat Fazril seketika mati kutu.
"Nah lho, Abang. Kapan nikah? Nanti jadi perjaka tua lho," ledek Alena duduk bersama sang putra di dalam pangkuannya.
"Ibu apaan sih? Ko tumben nanyain kapan saya nikah?"
"Kenapa? Emang sudah waktunya kamu untuk menikah. Mau nunggu apa lagi? Pekerjaan oke, kendaraan ada. Nyari wanita yang kayak gimana lagi sih? Apa perlu ibu cariin jodoh buat kamu?"
"Cariin aja, bu. Abang gak laku kayaknya, padahal Abang gak jelek-jelek amat ko." Alena kembali mengejek merasa puas.
"Ish! Kalian apaan sih? Gak lucu, sudah akh ... Saya lelah, saya istirahat dulu."
Fazril pergi begitu saja meninggalkan ibu dan juga sang adik dengan perasaan kesal. Menikah? Dia belum menemukan wanita yang cocok yang akan dia jadikan sebagai pendamping hidup. Apalagi setelah mendengar dan menyaksikan sendiri kegagalan adiknya dalam membina rumah tangga, membuatnya berpikir 2 kali untuk yang namanya menikahi seorang wanita.
'Belum ada wanita yang mampu menggetarkan hati saya sampai saat ini. Saya tidak ingin rumah tangga saya gagal seperti kamu, Lena,' batin Fazril.
BERSAMBUNG
...****************...
mna ad orang tua yg rela anak x diselingkuhi ..
sdh tepat keputusan mm x alena.
untuk menempa ilmu buat msa depan
ak pun akan berbuat sma sesama .
orang tua
dri pd sakit hati berkepanjangan
klo berpisah bsa jd ad yg sanggup ..
mengobati luka mu..
yg bisa buat bahagia dan tenang..
banyak orang sukses ....
sarjana aj banyak nganggur ..
tergantung keberuntungan ..
contoh x ak bisa dibilang gk sekolah ..
bisa dibilang ak sekses dlm ekonomi..
keberuntungan berpihak pd ku...