Salma harus kembali menelan pil pahit dalam rumah tangganya. Ia mengira pernikahan keduanya akan baik-baik saja. Namun, hal mengejutkan tiba-tiba muncul, ketika Azzura, istri Askara yang sudah tujuh tahun menghilang kembali datang.
Salma tidak yakin dengan nasib pernikahannya, tetapi Askara tetap menahan Salma untuk tidak pergi. Salma tidak mau ada kejadian seperti pernikahan pertamanya terulang lagi. Ia terluka, suaminya berkhianat, menikahi teman masa kecilnya.
Salma memutuskan untuk pergi, karena Salma tahu siapa Azzura, dia mengenal Azzura sebelum bertemu Askara.
"Jangan pergi, Sal. Aku bisa adil dengan semua ini, aku mohon, demi Azzura." ~Askara.
"Tidak, Mas. Aku harus pergi, jika aku tetap di sini, akan ada hati yang tersakiti. Aku, kamu, atau Azzura." ~ Salma.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti Dihipnotis
Askara sampai rumah pukul tiga dini hari. Ia sama sekali tidak mengaktfkan ponselnya hingga sampai rumah, dan itu menyulut kemarahan Azzura. Askara seharian menjadi penguntit Dimas dan Salma. Ke mana pun mereka pergi, Askara mengikutinya. Yang membuat Askara kesal, mereka semakin akrab, dan Salma juga tak segan-segan sering bergelayut manja pada Dimas. Sampai Dimas menggendong Salma saat di pantai, saat mereka akan pulang, Dimas menggendong Salma ke mobil, mungkin karena Salma lelah atau memang ingin digendong Dimas saja. Lebih jengkelnya Dimas sering menyerobot mencium pipi Salma seperti saat di bioskop dan saat di pantai tadi.
“Sedekat itu mereka? Saat bersamaku kalau aku menyinggung Dimas, Salma selalu marah besar, karena tidak mau mengingatnya lagi, tapi sekarang dia malah akrab? Pakai mau-maunya dicium lagi? Digendong juga, terus sok-sok’an Si Dimas perhatian, menyuapi Salma lah, ini lah, itulah! Kok bisa-bisanya mereka seperti itu?” Umpat Askara dalam hati dengan kesal, padahal Azzura dari tadi masih ngomel sebetulnya Askara dari mana.
“Mas! Kamu dengar tidak aku bicara? Kamu sebenarnya dari mana?!” erang Azzura.
“Aku kerja! Aku pamit sama kamu kan kerjar, Ra! Kamu posesif banget sih sekarang!” bentak Askara.
“Kamu membentakku, Mas?” ucap Zura dengan mata berkaca-kaca.
“Aku gak bentak kamu, hanya kesal saja! Suami baru pulang bukannya sambut dengan senyuman manis, dengan pelukan hangat atau apa, malah langsung dicecar pertanyaan yang gak jelas! Sudah tahu kan aku ini pergi kerja?” jawab Askara.
“Yakin kamu pergi karena urusan kerja? Adikmu bilang kamu hari ini free, gak ada menemui klien atau pekerjaan di luar! Kamu bohong? Kamu menemui Salma lagi? Iya menemui Salma?!”
“Kamu sudah berani ya mencampuri urusanku? Mau aku ke mana bukan urusan kamu, Ra! Kalau aku menemui Salma memangnya kenapa? Salah? Ingat, Ra! Aku dan dia belum selesai! Meski aku sudah bukan suami dia!” erang Askara dengan penuh amarah.
Azzura terdiam, sebesar itu ternyata cinta Askara pada Salma. Azzura menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Kakinya tidak bisa lagi menopang tubuhnya. Ia tidak menyangka Askara menemui Salma dan membentak dirinya karena Salma. Saat awal dirinya kembali ke rumah Askara, mengusik rumah tangga Askara dan Salma, dirinya bahagia melihat Askara membentak Salma, sekarang dirinya merasakan bentakan Askara, dan itu karena Salma.
“Kau tahu, Ra? Aku tidak bisa gini, Ra. Aku merindukan Salma, aku ingin dia kembali, aku tidak rela dia menceraikan aku, Ra. Tolong mengerti aku, Ra. Aku masih mencintainya. Aku menerima kamu juga karena dia mengizinkan, kalau dia tidak mengizinkan, aku tidak akan menikahimu, kamu tidak akan bersamaku lagi. Kurang apa sih, Ra? Kamu minta semuanya dari Salma, dia berikan, dia mengalah, dia yang pergi, sekarang mau apa lagi, Ra? Aku hanya ingin tahu kabar dia, aku hanya ingin melihat dia. Aku diceraikan dia pun aku tidak datang ke pengadilan untuk sidang, itu semua karena kamu. Sekarang izinkan aku, aku ingin menemuinya, Ra. Aku ingin meminta maaf dengannya, hanya itu saja. Karena aku tidak akan kembali dengannya, dia sudah bahagia sekarang, tidak mungkin aku kembali lagi padanya,” ungkap Askara.
“Iya dia sudah memiliki orang lain, dan itu membuatku cemburu, karena aku masih sangat mencintai Salma, aku masih mencintainya, Ra. Aku ingin dia kembali, tapi itu tidak mungkin terjadi.” Askara menangis, dia merasakan sakit di dadanya. Mengingat Salma terlihat begitu bahagia dengan Dimas.
“Lalu kamu ingin apa, Mas? Menikahinya lagi? Aku tidak mau, aku tidak mau kamu menikahi perempuan lagi, meski aku sudah tiada nantinya,” ucap Azzura.
“Egois kamu, Ra! Kamu mementingkan dirimu sendiri, kamu tidak mau tahu aku bagaimana, aku ini laki-laki normal, Ra. Kamu sudah lama tidak memberikan kewajibanmu padaku sebagai seorang istri, apa kamu tidak paham rasanya seperti apa?”
“Iya aku sakit, aku tidak bisa memberikan hal seperti itu, tapi aku tidak ingin kamu membagi dirimu dengan perempuan lagi, aku tidak mau, Mas!”
“Kamu keterlaluan, Ra. Kamu gak mengerti aku!” pekik Askara. “Apa kamu ingin aku beli jasa perempuan? Pilih mana aku menikah lagi, atau aku beli perempuan di luar sana? Kalau wanita yang tahu soal kebutuhan batin, pasti kamu paham, Ra. Dari dulu, kamu memang gak tahu soal kebutuhan batinku, kamu hanya sesuka hatimu saja melayaniku, kalau kamu ingin saja. Kalau tidak ingin, berbulan-bulan kamu melupakannya!”
“Kenapa kamu malah membahas kebutuhan batin, Mas? Kamu paham aku sekarang sedang sakit, Mas!”
“Harusnya kamu juga paham, harusnya kamu jangan paksa aku untuk pisah dengan Salma, Ra!”
“Aku minta kamu pisah dengan Salma, karena aku mau hanya aku milikmu satu-satunya!”
“Kalau kamu mau menjadi milikku satu-satunya, harusnya kamu tahu kebutuhanku, Ra. Paling penting adalah kebutuhan batinku. Satu tahun aku tidak merasakannya, kamu sudah seperti ini saja, selalu menolak kalau aku minta. Kamu harusnya tahu keadaan aku, Ra.”
“Sampai kapan pun aku tidak akan mengizinkan kamu kembali dengan Salma, atau menikah lagi, dengan siapa pun perempuannya. Meski aku sudah tiada.”
“Kau egois, Ra!” Askara pergi meninggalkan Azzura ke kamarnya. Dia tidak mau tahu Azzura marah atau apa, tetap dalam Askara ingin menemui Salma lagi.
Azzura menangis, melihat Askara yang sekarang berani membantah dirinya. Setelah kepergian Salam, Askara semakin tidak mau diatur oleh dirinya. Askara sudah seenaknya sendiri, bahkan dia menemui Salma saja dengan alasan ada pekerjaan di luar kota.
Azzura masuk ke dalam kamar menyusul Askara. Askara terlihat baru saja selesai membersihkan badannya. Lalu merebahkan dirinya di tempat tidur. Azzura mendekati Askara, dan merebahkan tubuhnya di sebelah Askara.
“Aku minta maaf, mungkin aku sudah terlalu egois mas, tapi inilah aku, aku yang tidak ingin berbagi suami dengan wanita lain,” ucap Azzura.
“Tidur, Ra. Aku capek. Aku gak mau membahasnya lagi,” jawab Askara.
“Apa kamu akan tetap menemui Salma lagi, Mas?” tanya Azzura.
“Aku bilang jangan bahas, sudah tidur. Besok kamu harus check-up. Rujukan kamu dari Singapura sudah ada, jadi besok bisa mulai check-up di sini dengan Dokter Andreas,” jawab Askara.
“Aku tidak akan mengizinkan kamu menemui Salma, apalagi samai menikahinya lagi, meski aku sudah tidak ada, Mas,” ucap Azzura.
“Terserah kamu mau bilang apa, Ra!” jawab Askara.
Askara sudah tidak peduli lagi, larangan-larangan gila dari Azzura. Biar saja, terserah Azzura bagaimana. Denag sikap Azzura yang seperti itu, malah menawarkan rasa cinta Askara pada Azzura yang sempat bersemi kembali.
“Kamu egois, Ra! Kamu mementingkan dirimu sendiri. Kamu ini sedang diuji sakit, harusnya hatimu terbuka, harusnya kamu banyak-banyak berbuat baik pada orang lain, harusnya kamu bisa mengerti aku yang juga membutuhkan kontak fisik dengan perempuan. Kamu sudah agak baikan saja tidak mau aku sentuh? Saat aku ingin menyentuh Salma, kau mengganggunya, kau datang ke rumah Salma, kau paksa aku pulang, dan kau minta Salma meninggalkanku. Cukup sudah aku menuruti semua inginmu yang seperti ini, maunya menang sendiri!” batin Askara.
Askara kembali mengingat Salma. Bagi Askara Salma adalah istri yang sempurna. Salma mampu membangkitkan gelora cinta Askara yang terkubur ketika Azzura pergi. Salma membuat hidup Askara lebih berwarna lagi, apalagi Salma adalah istri yang sangat mengerti suami. Mengerti yang suami inginkan khususnya di dalam kamar. Tidak seperti Azzura. Dia kurang dalam hal urusan ranjang dari dulu, dan hingga sekarang. Jangankan sedang sakit, sedang tidak sakit juga Salma susah untuk diajak ritual di ranjang? Selalu Askara paksa baru Azzura mau. Tidak seperti Salma yang tahu akan kebutuhan biologis Askara.
Tapi, sejak kedatangan Azzura kembali, Askara berubah, dia lebih mementingkan Zura dibandingkan Salma. Seperti terhipnotis oleh Zura lagi, Askara melupakan adanya Salma, dan mau-maunya dia menuruti Azzura, untuk meninggalkan Salma.
“Aku ini bodoh sekali! Kenapa aku bisa nurutin semua yang Azzura ucapkan? Membujuk Salma untuk menikahinya, mengusir Salma dari kamar, membiarkan Salma pergi. Dan, menurutinya untuk tidak menghadiri sidang perceraian. Aku ini seperti dihipnotis dia saat itu. Sampai akhirnya aku sadar, dia masih sama, tidak mau melayaniku di atas ranjang, seperti dulu dia sering menolakku saat aku minta. Jangankan sekarang yang sedang sakit? Dulu saja saat dia sehat, dia jarang mau melakukan ritual di atas ranjang dengaku? Tapi, anehnya aku sangat mencintainya, hingga dia kembali, aku melupakan Salma, yang sudah banyak merubah hidupku menjadi lebih baik. Yang bisa mengerti apa mauku. Salma ... aku merindukanmu, merindukan dekapan hangatmu, dan belaian lembut tanganmu dengan penuh kasih dan sayang. Maafkan aku yang sudah membuatmu kecewa, dan benci padaku,” batin Askara.
pola pikir lelaki munafik akan begitu spesial kan wanita lain (pelakor) yang menyukainya dan akan melaknat pria lain (pebinor) yang menyukai istrinya
dan sebaliknya pola pikir wanita munafik akan begitu spesial kan pria lain (pebinor) yang menyukainya dan akan melaknat wanita lain (pelakor) yang menyukai suaminya
fakta lagi pola pikir author bisa dilihat dari novel nya
dan fakta novel ini DIMAS PEBINOR begitu di spesial kan
*ikut andil dalam hancurnya rumah tangga orang, menghasut istri orang dan menjelek2 suami orang
*sok tulus tapi niatnya merebut istri orang licik
*begitu spesial kan dimas pebinor, kesalahan menjijikan dibenarkan, dipuja2 ( oleh reader2 jablay), diperlakukan sangat lembut, bisa merasakan pemeran utama wanita, dan akhir bisa dapat gadis mudah, dimas tua bangkan jauh tanah tapi karena begitu spesial dia diberikan afifah yang masih gadis dan bisa dibodoh bodohi
sedangkan aksara hanya dapat salma bekas dimas