Dhea mencintai Vean, tapi Vean menjalin kasih dengan Fio—sahabat Dhea.
Mencintai seseorang sejak masih SMP, membuat Dhea terus saja berharap kalau cintanya akan bersambut. Sampai akhirnya gadis itu menyerah dan memilih pergi saat pria yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 Aku Memang Kuat (Revisi)
Dhea menghela nafas, dan tidak ada yang menyadari kalau Juna masuk ke dalam ruangan itu. Juna merasakan keheningan dan kekakuan yang terjadi, membuatnya merasa tidak nyaman.
"Kenapa kamu selalu mengaitkan masa lalu dan malah melibatkan Clara dan Arya? Ini sama sekali tidak ada hubungannya."
"Lalu kenapa sekarang kamu seperti ini kepada kami?"
"Memangnya aku harus seperti apa? Bergelayut manja pada kalian berdua? Mengintili ke mana saja kalian pergi? Kita ini bukan ABG labil lagi, Fio. Aku juga punya kesibukan sendiri, punya kehidupan sendiri. Apa kamu mau aku menjadi dayangmu? Yang sudah berlalu, biarlah berlalu, kenapa harus diungkit lagi?"
Vean, Juna dan Fio tertegun mendengar perkataan Dhea. Apa benar ini Dhea yang mereka kenal dulu?
Suasana semakin canggung. Clara mengusap tengkuknya. Ini benar-benar tidak baik, dia melirik Arya yang diam saja. Mau keluar, tapi juga tidak enak meninggalkan Dhea dengan orang-orang di masa lalunya ini.
Kenapa aku harus berada di tengah-tengah mereka seperti ini? Tapi kalau aku jadi Dhea, pasti juga segan bertemu dengan mereka lagi. Bukan masalah sudah move on atau belum.
"Hai Dhea, bagaimana keadaan kamu?" tanya Juna.
"Baik, Kak."
"Kamu sakit apa?"
"Oh, hanya kelelahan saja."
Cara lalu menyiapkan makanan untuk Dhea.
"Makan dulu, Dhe, setelah itu minum obat."
Dhea makan dengan cepat, karena ingin segera pulang dari rumah sakit ini. Melihat kamar ini, pasti harganya sangat mahal walau bukan ruangan VIP.
Arya lalu mengupaskan buah untuk Dhea, tapi dengan cueknya, Clara yang memakannya lebih dulu. Arya mendengus, sedangkan Dhea tertawa kecil. Merasa benar-benar tidak dipedulikan, akhirnya Fio menarik tangan Vean untuk pulang.
Dhea menghela nafas saat melihat pintu yang tertutup.
Maafkan aku, tetapi ini memang harus aku lakukan, demi kebaikan kita semua.
"Clara, ayo kita pulang."
"Pulang? Kamu masih harus dirawat beberapa hari lagi, Dhe."
"Ck, aku ini hanya kelelahan saja, tidak perlu sampai berlebihan seperti itu."
"Tapi ...."
"Ck, daripada kita di sini. Bosan, gak bisa ngapa-ngapain."
"Kita harus tanya dokter dulu, Dhe," ucap Arya.
"Ya pokoknya aku mau pulang saja."
Tidak ada yang bisa menghalangi keputusan Dhea, gadis itu benar-benar keras kepala.
Siangnya, Dhea memaksa pulang.
"Kamu belum boleh pulang," ucap dokter.
"Tapi, Dok ...."
"Saya dengar dari dokter Juna, kalau kamu ini calon dokter. Seharusnya kamu bisa mengerti, kan? Dia bahkan meminta penanganan yang terbaik untuk kamu. Apa kamu mau tidak bisa menghargai kebaikannya?"
"Baiklah," ucap Dhea pasrah.
Dhea merasa bosan. Di sini dia hanya makan tidur makan tidur saja. Kalau di kosan, dia kan bisa membaca buku.
"Clara, kalau kamu mau kembali duluan, kamu bisa pulang lebih dulu."
"Tidak, kita akan pulang sama-sama."
"Tapi ...."
"Hey, kita ini pergi sama-sama, jadi pulang sama-sama juga."
Malam harinya, Dhea membangunkan Clara.
"Clara, bangun."
"Hm, kenapa Dhe? Kamu butuh sesuatu?"
"Ayo kita pulang. Stt, jangan berisik."
"Emang kenapa?" tanya Clara yang juga jadi ikutan berbisik.
"Kita pergi diam-diam dari sini."
"Biaya rumah sakit sudah dibayar belum, ya?"
"Sudah, sama Arya."
"Ayo cepat pergi."
Mereka pergi ke kosan dengan menggunakan taksi. Sesampainya di kosan, mereka langsung berkemas.
"Kita pergi sekarang saja. Kalau tidak, besok pagi pasti sudah ada yang ke sini."
"Ya ampun, Dhe. Kita ini kaya maling tahu, enggak. Keluar dari rumah sakit diam-diam, pergi dari kosan juga diam-diam."
"Yang penting sudah dibayar semua, kan. Jadi enggak ada yang rugi, ini."
Clara menghela nafas. Apa Dhea sampai harus melakukan semua ini demi menghindari mereka semua?
Mereka akhirnya pergi menggunakan taksi yang tadi mengantar mereka, karena diminta oleh Dhea untuk menunggu. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka merapihkan barang-barang, karena memang tidak banyak yang mereka bawa saat ke sini.
Sekali lagi aku pergi, dan kali ini aku harap untuk yang terakhir kalinya. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi.
Lampu kota menemani perjalanan mereka. Clara sudah memesan tiket melalu aplikasi, dan jam keberangkatan mereka pukul enam pagi. Sekarang masih jam dua, jadi mereka hanya duduk-saja.
Mereka membeli makanan dan minuman hangat. Melihat para calon penumpang yang tidak terlalu banyak, mungkin karena sekarang masih malam.
"Kamu baik-baik saja?"
"Iya."
"Tidak masalah meninggalkan mereka seperti ini?"
"Tidak. Ini juga bukan yang pertama kalinya aku pergi. Aku kan bukan seorang ibu yang pergi meninggalkan anak-anaknya begitu saja tanpa pamit."
Clara terkekeh mendengar perkataan Dhea.
"Sahabatku gadis yang kuat."
Ya, aku memang kuat dan harus semakin kuat. Nyatanya, sampai sekarang aku masih bertahan di tengah kesakitan yang aku rasakan seorang diri.
sy mencari2 cerita yg berbeda..kebanyakan sama....hy beda nama tokok dan sedikit alur..trus klaim mrk yg awal membuat cerita..muak saya.
terima kasih thor,membuat cerita yg bagus..ah,knp baru nemu sy cerita bagus gini
cintanya dipupuk hingga subur
dimana nih rasa malunya
aku juga pernah lho namnya cinta dalam diam sama pacarnya sahabat sendiri tapi gk kyk Dhea terang²an dengan mengejar seseorang yang tak pasti!!
sakit hati kan rasanya ditolakk !!,,
udah baca 3 kali, udah tau Endingnya kek mana, tapi kenapa gk bisa nahan air mata