Kedatangan teman lama yang tiba-tiba membuat Aruna sangat terkejut. Rasa iba Aruna terhadap teman lama nya membuka kesempatan hubungan antara suami dan teman lamanya.
Bagaimana kah kisah antara Aruna, suami, dan teman lamanya?
Follow IG @wind.rahma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wind Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Abian
Abian menepikan mobilnya di bahu jalan yang sepi. Ia memukul setir nya dengan sangat keras, berusaha meluapkan penyesalan nya.
"Arrrggghhh ..."
Abian melakukan nya berulang kali sampai tangan nya lebam. Ia memegang kedua sisi kepalanya, mengacak rambutnya merasa frustasi.
"Boddoh, boddoh, boddoh! Kenapa aku bisa se boddoh ini?"
Abian memaki dirinya sendiri. Ia terlena ke dalam nikmat sesaat yang sesat. Yang menciptakan penyesalan besar terbesar nya. Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Aruna pasti tidak akan pernah memaafkan nya. Dan ia harus kehilangan keluarga kecilnya hanya karena Ziva.
"Andai dia tidak hadir dalam keluarga ku. Pasti semuanya tidak akan seperti ini." Abian terus saja merutuki dirinya.
"Salah aku juga, kenapa aku harus tergoda olehnya. Seharusnya aku konsisten pada pendirian ku, setia pada Aruna. Tapi Haidar juga selalu mempengaruhi ku untuk mengikuti jejaknya. Aargghhh ..."
Abian lagi-lagi memukul setir, hingga tangan nya mengeluarkan setitik darah segar. Ia membenamkan wajah nya di setir.
"Aruna, maafkan aku, sayang. Maafkan aku yang tidak bisa menahan diri. Aku sungguh menyesal, Aruna. Jika ada sesuatu yang bisa ku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu, maka aku akan melakukan nya. Apapun itu, meski nyawaku yang menjadi taruhan, asalkan kita bisa kembali bersama."
"Elona, putriku. Maafkan ayah, nak. Maaf ayah tidak bisa menjadi ayah yang baik untukmu, sayang. Ayah benar-benar menyesal, nak."
Abian meneteskan air matanya. Ia sungguh menyesali perbuatan nya.
Seketika Abian mendongakan wajah nya, ia mengingat sesuatu.
"Ya Tuhan, ini adalah hari pernikahan aku dan Aruna yang ke lima tahun. Seharusnya aku sedang merayakan nya dengan dia. Tapi aku sendiri yang menghancurkan nya."
Lagi dan lagi Abian meluapkan kekesalan nya dengan cara memukul setir, sehingga setitik darah segar itu kini mengalir banyak.
"Aruna pasti tidak akan pernah memaafkan aku. Aku menancapkan diri di hatinya terlalu dalam. Aku suami yang boddoh. Menyia-nyiakan berlian demi sampah."
"Aarrrggghhh ...."
Sementara di tempat lain, Ziva berjalan menyusuri bahu jalan tanpa membawa apapun. Tidak ada penyesalan di raut wajahnya. Ia hanya memikirkan setelah ini ia harus pergi kemana.
Hingga sebuah mobil yang ia sangat kenali berhenti tepat di sampingnya. Begitu kaca nya di buka, pengemudi mobil itu tidak lain ternyata Gavin. Pria itu memandang remeh Ziva.
"Sudah ku bilang, Ziva. Jangan banyak tingkah. Stop berulah. Kau tahu sendiri kan apa akibatnya?"
"Kau tertawa di atas penderitaan ku?"
"Kau yang membuat penderitaan mu sendiri. Dan aku sudah muak dengan mu, Ziva. Bertahun-tahun aku hidup dalam sebuah hubungan toxic. Jika ada seseorang yang memberi pertanyaan apa yang paling ku sesali dalam hidup ini? Maka jawaban nya adalah menikah denganmu. Mawar berduri, ulat bulu, sebutan apa lagi yang pantas untuk mu?"
"Stop menghinaku, Gavin!" seru Ziva.
"Kau memang wanita yang amat hina, Ziva. Dulu, aku pikir aku menikahi sebuah berlian. Ternyata aku salah, aku menikahi sampah yang paling busuk. Yaitu kau."
Ziva menendang body mobil Gavin untuk meluapkan amarahnya. Alih-alih mobil Gavin lecet, kaki dia yang kesakitan.
"Sial," umpat wanita itu.
"Itulah contoh kecil nya, Ziva. Apa yang kau tanam, itu yang kau tuai. Selamat menikmati pembalasan Tuhan, Ziva. Hukum alam itu adil, dan semesta pun akan ikut membalas nya."
Ziva semakin kesal saja dengan Gavin.
Kemudian Gavin memberikan sebuah amplop putih berukuran panjang dan terdapat logo pengadilan agama di sana.
"Mulai detik ini, kita resmi berpisah. Sekarang terserah kau, mau merebut pacar orang, suami orang, atau kau jadi wanita bayaran di club, terserah. Aku tidak akan lagi perduli. Bukan lagi urusan ku."
Ziva terkejut begitu Gavin benar-benar menceraikan nya. Ia pikir Gavin akan tetap mempertahankan nya seperti sebelumnya.
"Gavin, ini pasti kau bercanda kan?"
"Aku sudah muak, Ziva. Dan ini adalah keputusan aku."
Gavin menutup kaca pintu mobil nya.
"Gavin, Gavin. Tolong jangan lakukan ini. Aku masih membutuhkan mu, Gavin."
Ziva mengetuk-ngetuk kaca pintu mobil Gavin, namun pria itu tidak perduli dan mengemudikan mobil nya.
"Gavin ... Gaviiiinn ..." teriak Ziva.
Mobil Gavin sudah pergi jauh. Ziva mengacak rambutnya. Ia semakin bingung harus tinggal dimana sekarang. Posisi nya ia sama sekali tidak memegang uang. Apalagi ponsel.
Ziva merobek surat tersebut sampai berkeping-keping. Ia masih tidak terima jika Gavin beneran menceraikan nya.
_Bersambung_