Nama ku adalah Chandra Felix Lance, seorang siswa SMA biasa, setidaknya itu lah ku pikirkan selama 16 tahun aku hidup. Hingga saat umurku menjelang 17 tahun tiba-tiba saja aku terkena penyakit misterius dan kebenaran pun terungkap saat pacarku (mantan) mengatakan bahwa aku adalah manusia setengah vampir, sekaligus salah satu kandidat putera dari salah satu pemimpin Mesovania The Great Four Majesty yaitu Valter Blau Haar von Diedrich si pemimpin ras vampir yang menghilang 750 tahun yang lalu saat pemberontakan di negeri itu sedang berada pada puncaknya.
Dimulai dari sini kehidupan normal ku sebagai siswa SMA biasa berubah menjadi kehidupan siswa SMA tidak biasa.
Apakah aku memang putera dari si pemimpin ras vampir itu? Jika iya, apa yang harus ku lakukan? Bagaimana cara kami semua dapat kembali ke negeri Mesovania? Dan yang terpenting bagaimana kehidupan remaja SMA tidak biasa ku itu akan berlangsung?
Untuk mengetahui hal itu, maka ku saran kan kau membaca kisah ku sampai habis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Brille23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31 Masalah Sandra
Beberapa jam yang lalu.
CKIITT....!!!!
Sebuah mobil besar berwarna hitam berhenti tepat di depan Theodore yang tengah duduk di atas kap mobilnya yang terparkir ditengah jalan yang berada di tepi sebuah hutan.
Seseorang keluar dari mobil itu dan tampaklah seorang pria tinggi tegap sepantaran dengan Theodore mengenakan setelan rapi serba berwarna abu, berwajah maskulin dengan bekas luka cakar yang dalam di pipinya yang membuatnya terlihat sangar. Sorot mata abunya yang tajam dan waspada, serta penampilannya dengan rambut jingga sebahu yang kusut memberikan kesan pria ini sangat liar dan tidak bisa didekati
Ia berdiri di samping mobilnya dan menatap tajam Theodore yang juga balik menatap tajam pria itu. Untuk beberapa saat mereka hanya terdiam, mempelajari satu sama lain, namun keheningan pecah saat pria itu mulai angkat bicara,
"Cih, ternyata hanya seekor anjing"
"Haha apakah kau sedang menghinaku? sayang sekali itu tidak berhasil. Apa kau tahu serigala dan anjing itu satu spesies? hmm...sebaiknya kau belajar lagi, Morgan Celestian" Ucap Theodore dengan memasang wajah tenang.
Pria yang bernama Morgan Celestian terlihat tidak terpengaruh dengan ucapan yang baru saja dilontarkan Theodore. Wajahnya malah menunjukkan bahwa ia tidak peduli dengan hal itu.
"Mana si tuan putri?" Ucap Morgan datar.
"Hmm...maksudmu calon istri ku?" Jawab Theodore.
"Bukan, yang ku maksud adalah Sandra Patricia Parham" Ucap Morgan dengan wajah dinginnya.
"Iya, dia calon istri ku dan sekarang ia sudah aman di suatu tempat" Jawab Theodore yang masih terlihat tenang.
"Tidak, mana mungkin dia sudi menjadikan orang macam kau sebagai suaminya" Ucap Morgan datar.
"Terserah kau mau bilang apa, yang jelas aku tidak akan membiarkanmu mengganggu nona SPP !" Ucap Theodore yang sudah mulai tersinggung.
"Theodore Hudson, tenang saja aku tidak akan mengganggu si tuan putri itu, aku hanya akan menghabisinya -"
SET...!!!
Dalam sekejap wajah tanpa senyum ramah Theodore sudah berada tepat di depan wajah Morgan dengan kukunya yang sudah memanjang dan tajam itu sudah berada tepat di leher Morgan, siap untuk mencabik nya.
"Kenapa kau berhenti? apakah kau tidak berani mencabik leherku ini hm, tuan Theodore si Sweet Gentelman?" Ucap Morgan.
"Aku tidak bisa membunuhmu jika aku dibunuh duluan oleh mu !" Ucap Theodore melirik ke arah tangan kanan Morgan yang memegang sebuah jarum yang cukup panjang dan sudah berada beberapa cm dari dada kirinya.
"Heh, aku mencium bau racun dari jarum itu. Kau berencana membunuhku dengan itu? maaf saja aku tidak sebodoh itu !" Sambung Theodore menatap tajam pria yang ada di depannya itu dengan kukunya yang masih bersiap di leher Morgan.
"Tidak, aku tidak akan membunuhmu dengan cara membosankan seperti itu" Ucap Morgan yang kemudian membuang jarum beracunnya itu.
"Ayo kita bertarung antar sesama manusia serigala, aku ingin tahu seberapa lemahnya Theodore si Sweet Gentelman ini" Sambung Morgan yang menatap tajam balik Theodore.
"Kau tahu? itu ide bagus, saat ini aku sangat kesal sekali, aku butuh seseorang sebagai samsak tinjuku" Jawab Theodore memasang senyum mengerikannya.
Theodore melepaskan sasarannya dan mulai berjalan mundur secara perlahan.
"Ayo kita mu-"
JLEB....!!!
Sebilah pisau lipat sudah menacap di perut bagian kanan Theodore.
"Rrgghh...A...apa?!" Erang Theodore.
Morgan yang berdiri di depannya itu tersenyum melihat hal itu.
"Haha kau terlalu naif, Theodore"
"Tapi asal kau tahu, aku tidak ada dendam pribadi padamu, aku hanya ingin menghabisi si tuan putri, tapi jika kau menghalangiku, yaa aku tidak punya pilihan lain selain menghabisi mu juga" Ucap Morgan.
"RRGGHH....KA...KAU BA****AN LICIK, AKU TIDAK AKAN MELEPASMU !!!" Ucap Theodore yang menahan sakitnya dan sudah mulai kehilangan keseimbangannya.
"Melepasku? lebih baik kau lepaskan dirimu dulu dari pisau beracun itu hehehe" Ucap Morgan yang terlihat menikmati suara erangan Theodore.
BRUG...!!
Theodore terjatuh dan terkapar di tanah.
"AARRGGHH..."
Dengan santai Morgan berjongkok di depan Theodore dengan senyum mengerikannya. Ia mengeluarkan sebatang rokok dari saku jasnya dan kemudian menyematkannya di mulutnya yang tengah tersenyum itu.
Ia menyalakan rokoknya itu dan menghisapnya secara perlahan kemudian menghembuskan asapnya tepat ke wajah Theodore yang tengah mengerang kesakitan.
"Huh~ Si penyihir gila itu bilang kau akan mati sekitar 5 menit setelah tubuhmu menerima racun itu. Hem, dia terlalu baik, 5 menit itu terlalu cepat menurutku" Ucap Morgan yang kemudian menghisap rokoknya lagi.
"Hah~ kau tidak akan merasa tersiksa jika waktunya secepat itu hehehehe" Tawanya.
"Sebenarnya aku sangat ingin sekali melihat kau menderita sampai mati, tapi aku harus pergi mengganggu si tuan putri itu" Sambungnya yang terlihat sangat menikmati tiap detik penderitaan Theodore.
"Rrgghh...Sialan...Morgan...sialan...!!!" Hanya itu kata yang bisa keluar dari mulut Theodore yang sudah tidak berdaya karena racun itu. Meskipun begitu, sorot matanya memancarkan kebencian pada pria yang saat ini berjongkok di depan wajahnya.
Sebelum berdiri, untuk beberapa saat Morgan memandangi wajah kesakitan Theodore. Ia mendekatkan wajahnya pada Theodore agar ia bisa melihat pemandangan itu lebih baik.
"Hei kau tahu? wajahmu saat ini terlihat lebih tampan dari wajah sok gentelman menjijikan yang selama ini kau pasang hehehe"
Morgan kemudian bangkit dari jongkoknya dan berbalik membelakangi Theodore. Sebelum ia melangkah untuk pergi, ia mengucapkan kata-kata terakhirnya.
"Saat kau bertemu dengan Arnold Balderic Waetchter di akhirat sana, sampaikan salam ku padanya dan sampaikan juga bahwa ia akan segera bertemu dengan cucu tercintanya"
Setelah mengatakan itu, Morgan Celestian menghilang dari pandangan Theodore.
Melihat Morgan yang telah pergi entah kemana meninggalkan mobil besarnya itu, Theodore hanya bisa menahan rasa sakit yang sangat luar biasa. Dengan susah payah ia berusaha mencabut pisau beracun yang menancap di perut bagian kanannya dan saat pisau itu tercabut, ia langsung menekan lukanya dengan tangan kanannya untuk meminimalisir pendarahan. Setelah itu dengan tangan kirinya yang gemetaran ia merogoh saku jasnya untuk mengambil sesuatu. Dan dari sakunya ia mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi cairan berwarna biru, ia membukanya dan langsung meneguk habis cairan itu.
"AAAARRGGGHHHH.......!!!!!"
Beberapa saat setelah meminum cairan itu ia berteriak kesakitan dan langsung tidak sadarkan diri. Sebelum ia benar-benar tidak sadarkan diri, ia sempat mengigau.
"Aku....benar-benar....akan membunuhmu....penghianat busuk !!!" Setelah mengatakan itu dengan mata yang terpejam, ia akhirnya benar-benar tidak sadarkan diri.
***
Sandra baru saja keluar dari kamar mandi dan tengah bersiap untuk beristirahat di kamar yang telah disiapkan oleh Alex. Ia duduk di depan cermin meja rias sembari bersenandung dan menyisir rambut blondenya yang terurai. Ia terus menatap cermin itu sampai akhirnya ia berhenti bersenandung dan menyisir rambutnya. Melihat bayangan dirinya di cermin membuatnya teringat akan sesuatu. Sorot matanya memancarkan kesedihan, saat ia menyadarinya ia langsung mencubit pipinya sendri dengan kencang sampai ia berteriak cukup keras.
"AWWW!!!!" Teriak Sandra.
Cubitannya itu meninggalkan bekas yang sangat merah di pipi Sandra yang putih dan mulus.
"Aw, sial kelepasan ?!" Gumam Sandra.
Tok...
Tok...
Tok...
Seseorang mengetuk pintu kamar Sandra.
"Ah, ini pasti karena aku berteriak terlalu keras" Gumam Sandra yang kemudian menghampiri pintu kamarnya untuk mengetahui siapa yang datang.
Saat membuka pintu kamarnya ia terkejut mengetahui siapa yang berdiri di depannya. Seorang pria yang dengan gagahnya berdiri dihadapan Sandra tidak lain dan tidak bukan adalah Valter. Sandra mematung melihat sosok indah sekaligus gagah itu berdiri di depan pintu kamarnya untuk menemuinya secara pribadi. Sandra sangat bahagia bukan main, tapi demi menjaga imagenya sebagai seorang pemimpin yang berwibawa, ia menahan rasa bahagianya dan berpura-pura merasa biasa saja.
"Sandra? ada apa?" Tanya Valter sambil melambai-lambaikan tangannya di depan mata Sandra.
"Eh, ma..maafkan saya tuan Valter, saya hanya sedikit melamun tadi haha. Ngomong-ngomong ada yang bisa saya bantu, tuan Valter?" Tanya Sandra yang malah salah tingkah di hadapan Valter.
"Em...aku tadi mendengarmu berteriak, apakah terjadi sesuatu?" Tanya Valter penasaran.
"Ti...tidak tuan, tadi saya hanya terpeleset a...ahahaha" Sandra tertawa garing.
Setelah mendengar jawaban Sandra, Valter terus memandang wajah Sandra yang mulai memerah karena malu.
Tiba-tiba jari-jemari Valter mengusap-usap pipi Sandra yang merah karena cubitan tadi. Karena penasaran dengan bekas luka itu, Valter mendekatkan wajahnya agar ia bisa melihat dengan jelas luka itu. Mendapat perlakuan seperti itu, jantung Sandra berdegup sangat kencang, ia bahkan bisa mendengar dengan jelas detak jantungnya itu.
"Sandra, apa yang terjadi dengan pipi mu? ini tidak mungkin karena terpeleset tadi, apakah kau mencubit pipimu sendiri? apakah kau benar-benar baik-baik saja? aku bisa mendengar detak jantungmu yang sangat keras dan cepat itu, apakah kau sakit?" Tanya Valter yang hanya dengan menyentuh dan melihatnya saja sudah tahu tentang apa yang terjadi.
Mendengar pertanyaan Valter, pipi Sandra makin merah ia benar-benar merasa malu sekaligus bahagia sekali diperhatikan seperti itu olehnya. Tapi mengingat posisinya saat ini, ia langsung menyanggahnya.
"Tidak tuan, saya tidak apa-apa. Pipi saya merah sepertinya karena saya alergi sesuatu disini" Jawab Sandra.
"Hoo...begitu. Kalau begitu, bolehkan aku masuk ke ruangan mu? aku ingin membicarakan sesua-" Tanya Valter.
"Tentu saja tuan, silakan masuk" Jawab Sandra yang memotong pembicaraan Valter.
Mereka pun masuk ke kamar Sandra dan duduk berhadapan disana. Tanpa basa-basi Valter langsung mengatakan maksud dan tujuannya menemui Sandra.
"Sandra, pertemuan yang diselenggarakan tadi malam itu kau yang menyelenggarakannya?" Tanya Valter yang terlihat antusias menunggu jawaban Sandra.
"Be...benar tuan. Memangnya kenapa?" Jawab Sandra heran.
"Em...tuan, sebelumnya maafkan saya tidak memberitahu anda tentang pertemuan itu, karena saya takut anda akan datang kesana dan membuat keberadaan anda diketahui oleh orang-orang jahat itu" Sambung Sandra yang baru menyadari bahwa ia benar-benar tidak mengatakan apapun tentang pertemuan itu pada Valter.
"Tak apa, aku sudah tahu semuanya dari Stella. Ngomong-ngomong aku mau bertanya, apakah Rossaline juga datang ke pertemuan itu?" Tanyanya dengan sorot mata yang penuh harapan.
"Maaf tuan, tapi aku tidak pernah melihat nyonya Rossaline datang ke pertemuan itu. Bahkan kita semua belum ada yang pernah melihatnya di dunia manusia ini" Jawab Sandra.
"Ho, begitu. Tapi apakah kau tahu Dianne Sulvian?" Tanya Valter lebih jauh.
Mendengar pertanyaan itu Sandra kaget bukan main, ia memang mengira bahwa Valter akan bertanya padanya mengenai Dianne, tapi tetap saja mendengarnya langsung dari mulut Valter membuatnya terkejut.
"I-ya saya tahu, di...dia baru ditemukan tahun ini dan ini adalah pertama kalinya ia mengikuti pertemuan itu" Jawab Sandra terbata-bata.
"Ngomong-ngomong dari mana anda tahu Dianne?" Tanya Sandra yang berpura-pura memasang wajah heran.
"Aku bertemu dengannya di jalan" Jawab Valter dengan tenang.
"Tuan, aku tahu anda berbohong" Gumam Sandra dalam hati.
"Em...wajahnya sangat mirip dengan Rossaline, apakah kau yakin kalau Dianne itu bukan Rossaline? " Sambung Valter memastikan.
"Saya sangat yakin tuan, saat ini bahkan dia sudah bertunangan dengan Theodore" Jawab Sandra dengan yakin.
"Oh iya, Theodore orang kepercayaanmu itu ya" Ucap Valter lirih.
"Tuan, Jika dia memang nyonya Rossaline, saya yakin ia tidak akan menikah dengan pria lain, ia pasti akan menunggu anda kembali" Ucap Sandra mantap.
"Ya, kau benar. Dia istriku yang setia, dia tidak mungkin mengkhianati ku" Ucap Valter yang kemudian tersenyum pada Sandra.
Melihat senyum lembut Valter itu, membuat Sandra juga ikut tersenyum.
"Sandra, katakan padaku apa yang terjadi? aku tahu kau menyembunyikan sesuatu" Ucap Valter terlihat khawatir dengan bekas cubitan yang masih membekas di pipi Sandra.
"Tidak ada apa-apa tuan" Sanggah Sandra.
"Kau tau, Arnold kakekmu itu sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri. Saat di Mesovania ia adalah orang sering sekali mengadu padaku, dia benar-benar orang yang sangat berisik. Bahkan ia bisa berbicara sepanjang hari padaku jika tidak ada yang menghentikannya" Ucap Valter yang terlihat bahagia menceritakan saudaranya itu.
"Hahahaha Kakek? dia dari dulu memang sudah seperti itu ya?" Ucap Sandra tertawa mengingat kakeknya itu.
"Ahaha, bahkan setelah menjadi seorang kakek pun dia masih cerewet rupanya" Valter ikut tertawa melihat cucu dari saudaranya itu tertawa.
"Dia bilang dengan berbicara padaku, ia merasa jauh lebih kuat. Karena kau adalah cucunya, mungkin hal itu juga akan bekerja padamu" Sambung Valter.
"Jadi Sandra, karena kau adalah cucunya Arnold maka kau adalah cucuku juga, kau bisa menganggap ku sebagai kakekmu juga dan kau bebas bercerita padaku" Ucap Valter memasang senyum lembut di wajahnya.
"Hahaha tuan, anda terlihat sangat muda untuk dipanggil kakek" Jawab Sandra sambil tertawa.
"Oh ya? kalau begitu kau ingin memanggilku apa?" Tanya Valter.
"Aku ingin memanggilmu sayang ehehe" gumamnya dalam hati.
"Bolehkah aku menganggap anda teman tercintaku, tuan?" Ucap Sandra beda di hati dan beda di mulut.
"Tentu saja, apapun demi cucuku!" Jawab Valter antusias.
"Te...ternyata tuan Valter masih menganggap ku cucunya" Ucap Sandra dalam hati.
^^^Bersambung...^^^