Pernikahan yang begitu sempurna dan seharusnya berakhir bahagia, seketika hancur, karena kehadiran sosok wanita lain di kehidupan mereka.
Perasaan Gibran Bara Alkhafi awalnya hanya untuk Almeera, kini terbagi dua, dengan wanita dari masa lalunya. Pesona Narumi, mampu membuat hasrat terlarang di dalam diri Gibran Bara Alkahfi, keluar tanpa terkendali.
Bagaimana nasib rumah tangga Gibran dan Almeera? Apakah pernikahan mereka akan bertahan atau berpisah?
Jadwal Update : Pukul 09.00 dan 14.00
Follow instagram Author : @myname_jblack
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JBlack, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Bercerai
...Sesuatu yang kutakutkan selama ini bukan karena kehilanganmu. Melainkan ketika melihat kedua anakku harus sakit dengan keadaan yang kamu ciptakan sendiri....
...~Almeera Azzelia Shanum...
...🌴🌴🌴...
"Papa...Papa."
"Bia."
Ya tuhan.
Apa yang ditakutkan akhirnya benar-benar terjadi. Disana, di seberang jalan atau lebih tepatnya di rumah yang terdapat dua buah mobil. Ada tiga orang yang begitu Bara cintai sedang menatap ke arahnya.
Tubuh pria itu benar-benar mematung di samping istri keduanya. Bahkan tanpa sadar air matanya mengalir deras saat melihat Bia menangis begitu kencang. Ada sesuatu yang sakit di hati Bara saat melihat putrinya dan Abraham digiring masuk ke dalam mobil oleh Almeera.
Tunggu!
"Bia, Abraham, Meera! Tunggu, Sayang!" teriaknya dengan kencang.
Bara melihat mobil yang membawa kedua anaknya sudah melaju meninggalkan pelataran rumah itu. Dengan cepat, Bara berlari mengejar. Namun, semakin kencang kakinya bergerak, mobil yang membawa tubuh istri dan anak-anak Bara semakin melaju dengan cepat.
Bara tidak menyerah. Pria itu masih berlari dengan memanggil nama istri dan kedua anaknya. Air matanya terus mengalir deras. Bahkan Bara tak peduli jika ada orang yang melihatnya seperti ini.
"Bia...Abraham!"
Ayah dari dua anak itu benar-benar merasakan sakit yang luar biasa. Apalagi ketika melihat putrinya sedang menempelkan wajahnya di kaca belakang dan menatap ke arahnya sambil menangis. Seakan Bara merasa telah menorehkan seribu luka di hati putrinya.
"Bia…"
"Abraham…"
"Jangan tinggalin Papa, Nak!"
"Maaf...maafin Papa!"
Bara jatuh terduduk di jalanan. Kepalanya menunduk dengan hati yang hancur begitu luar biasa. Tangannya terkepal dan dia memukul dadanya yang terasa sesak.
Jujur dia belum siap. Dia belum siap dengan kejadian yang terjadi saat ini. Dirinya belum memiliki kekuatan untuk mengatakan pada kedua anaknya. Namun, ternyata Tuhan memiliki takdir berbeda yang direncanakan oleh-Nya.
Narumi, perempuan itu tentu tak tinggal diam. Dia mengikuti tubuh suaminya yang berlari begitu kencang. Senyuman miring tentu tercetak jelas di sana. Namun, ini bukan waktu untuknya bahagia. Dia harus berusaha menjadi istri yang baik dan membuatnya berakting sebagus mungkin.
Suamiku betapa malangnya nasibmu, gumam Rumi dalam hati.
Narumi berjalan mendekati suaminya. Dia bisa melihat bahu Bara bergetar kuat dengan suara isakan yang terdengar jelas. Siapapun yang mendengar pasti tahu jika pria itu sedang merasakan kesakitan yang begitu dalam.
"Mas," panggilnya pelan dengan mensejajarkan tubuhnya dengan sang suami.
Saat-saat seperti ini, aku harus menunjukkan bahwa aku selalu ada untuk Mas Bara.
Saat mendengar namanya dipanggil. Bara mulai mengangkat wajahnya. Dia menatap sosok wanita yang menempati sebagian hatinya dengan wajah begitu lemah.
"Anak-anakku…"
"Aku tau, Mas," kata Narumi lalu meraih tubuh sang suami.
Dia memeluk Bara dengan erat dan tak mempedulikan dimana saat ini keduanya berada. Yang terpenting, dia berusaha menjadi sandaran suaminya disaat pria itu dalam keadaan lemah.
Bara merasa tak ada lagi pengampunan untuknya. Kali ini mungkin kesalahan terfatal yang dilihat langsung oleh mata anak-anaknya. Namun, bagaimanapun dia menutupinya. Inilah fakta yang terjadi. Ayah mereka sudah menikah lagi dan menikahi sosok wanita yang mencintainya begitu dalam.
"Ayo pulang, Mas."
"Tapi anak-anakku, bagaimana, Rumi?"
"Nanti kita akan menemui mereka, Mas," kata Narumi membantu suaminya berdiri.
Dari peristiwa ini, Bara merasa menyesal. Dia berulang kali mencaci maki dirinya karena tak memiliki keberanian mengatakan pada putrinya. Hingga akhirnya dengan takdir Tuhan, kebohongan yang selama ini ditutupinya akhirnya terbongkar dengan sendirinya.
...🌴🌴🌴...
Di dalam kendaraan yang sedang melaju dengan pelan, tak ada siapapun yang berbicara. Telinga Almeera terus menangkap suara tangisan putrinya yang memanggil nama sang Papa. Dalam keadaan seperti ini, tentu dirinya tak kuasa menahan air matanya untuk menetes.
Kelemahan seorang ibu adalah anak-anaknya. Ketika dia mendengar putra dan putrinya menangis, hati Almeera yang paling hancur. Air matanya terus mengalir deras dan membuatnya harus berhenti untuk keselamatan ketiganya.
Dia menepikan kendaraannya lalu menjatuhkan kepalanya di setir kemudi. Bahunya bergetar dengan kuat yang menandakan bahwa hatinya benar-benar sakit.
Jujur aku menangis bukan karena melihatnya bersama maduku. Melainkan hatiku sakit melihat putriku harus mengetahui kenyataan tentang papanya.
Ya, itulah yang dirasakan Almeera saat ini. Sebuah kenyataan yang ditutupi untuk kebaikan putrinya ternyata harus terbongkar sekarang juga. Dia benar-benar tak sanggup melihat anaknya menangis seperti ini.
Hingga tak lama, Almeera merasakan sebuah elusan di punggungnya. Dia mengangkat wajahnya dan menoleh. Disana, putranya sedang menatapnya dengan sendu. Almeera hampir melupakan jika anak pertamanya sudah sebesar ini dan pasti paham akan apa yang terjadi.
"Abang…"
"Jangan katakan apapun, Mama. Abang baik-baik saja," ucap Abraham memaksakan senyumnya.
"Maafin, Mama."
"Mama gak salah." Abraham menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Mama adalah sosok ibu di dunia yang terbaik buat Abra dan Bia."
"Tapi Mama gagal jagain Papa buat kalian."
"Itu bukan kesalahan, Mama," kata Abra dengan tegas. "Mama sudah melakukan yang terbaik."
Almeera menatap anaknya penuh kagum. Namun, di sudut hatinya yang terdalam, dia bisa merasakan kesakitan yang dirasakan putranya saat ini.
Tak ada yang paling menyakitkan ketika seorang anak tahu bagaimana keadaan orang tuanya. Berada dalam lingkup keluarga broken home, tak semudah apa yang kita lihat.
"Mama," cicit Bia pelan yang membuat Almeera lekas meraih tubuhnya.
Dia membawa anaknya di pangkuan dan memeluknya dengan erat. Inilah yang paling membuatnya takut. Ketika putri yang sangat dekat dengan sosok ayahnya, harus melihat hal menyakitkan.
"Bia gak mau punya mama baru, Ma," lirihnya dalam pelukan Almeera. "Mama Bia cuma Mama Meera."
Air mata Almeera menetes kembali. Dadanya terasa sesak setiap mendengar perkataan yang keluar dari bibir mungil Bia. Dia lebih sakit ketika menyadari jika apa yang diucapkan anaknya waktu itu harus terjadi hari ini.
"Iya, Sayang. Mama tau," lirihnya tak tahu harus mengatakan apa-apa lagi.
"Papa jahat, Ma. Papa jahat!" serunya semakin keras. "Wanita tadi pasti mama baru Bia dan Abang."
Bahkan putriku sudah mengerti jika perempuan itu mama barunya.
Almeera berusaha menenangkan dirinya. Dia melepaskan pelukannya dengan Bia. Lalu menangkup wajah anaknya agar menatap matanya dengan lekat.
"Liat Mama, Nak," pinta Meera dengan suara seraknya. "Bia percaya sama Mama, 'kan?"
Kepala mungil itu mengangguk dengan cepat.
"Apa yang kamu lihat sekarang, apa yang terjadi sama Mama dan Papa, Bia tetap putri Mama. Bia tetap punya Mama Meera," kata Almeera dengan tegas. "Bia yakin, 'kan? Bia percaya, 'kan?"
"Bia percaya, Mama. Hanya Mama yang menjadi Mamaku selamanya," kata Bia lalu memeluk tubuh Almeera kembali.
Dia mengangguk hingga pandangannya bertemu dengan mata putranya. Almeera bisa melihat jika ada sesuatu yang ingin disampaikan Abraham kepadanya.
"Ada apa, Bang?" tanya Almeera dengan memaksakan tersenyum.
"Jangan menangisi Papa lagi, Mama. Papa gak berhak ditangisi oleh wanita sebaik, Mama," kata Abraham dengan tegas.
"Iya," sahut Almeera dengan pelan.
"Boleh Abraham minta sesuatu sama, Mama?"
"Apa, Nak?"
"Jika Mama sudah tak kuat bersama Papa. Abraham minta jangan bertahan sendirian, Ma. Mama punya Abang dan Adik. Lebih baik Mama bercerai dan mencari kebahagiaan bersama kami."
~Bersambung
Rasanya aku gak kuat ngetik bab ini. Sakit banget pagi-pagi harus baca ini naskah.
Jangan lupa klik like, komen dan vote yah. Biar author semangat ngetiknya.
bagus .. bagus .. karyanya
pertama baca novel anaknya