Bagaimana jika sahabatmu meminta mu untuk menikah dengan suaminya dalam bentuk wasiat?
Dara dan Yanti adalah sahabat karib sejak SMA sampai kuliah hingga keduanya bekerja sebagai pendidik di sekolah yang berbeda di kota Solo.
Keduanya berpisah ketika Yanti menikah dengan Abimanyu Giandra seorang Presdir perusahaan otomotif dan tinggal di Jakarta, Dara tetap tinggal di Solo.
Hingga Yanti menitipkan suaminya ke Dara dalam bentuk wasiat yang membuat Dara dilema karena dia tidak mencintai Abi pria kaku dan dingin yang membuat Yanti sendiri meragukan cinta suaminya.
Abi pun bersikukuh untuk tetap melaksanakan wasiat Yanti untuk menikahi Dara.
Bagaimana kehidupan rumah tangga Dara dan Abi kedepannya?
Follow Ig ku @hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyentuhmu
Dara sedang membaca aplikasi novel online menemani Abi yang sedang tidur. Tadinya Dara memilih di sofa agar tidak mengganggu Abi namun suaminya memintanya tetap di tempat tidur.
"Tetaplah di tempat tidur bersamaku Adara. Selama kamu tidak berisik, tidak masalah buatku" ucap Abi tadi sebelum melepas cardigan dan melepas celana jeans-nya yang digantinya dengan celana pendek.
Kini Dara merasa bosan dan matanya pedih setelah hampir setengah jam memandangi ponselnya. Merasa aji sirep mulai menyebar di kamar itu, Dara pun membaringkan tubuhnya setelah tadi posisi bersandar di kepala tempat tidur. Tak lama Dara pun menyusul ke alam mimpi.
***
Abi terbangun ketika merasa ada sebuah tangan berada diatas tangannya. Posisi keduanya memang tidur terlentang dengan, dan tangan kiri Abi kini ditimpa tangan kanan Dara.
Diliriknya Dara yang berada di sebelahnya yang ternyata sedang tidur nyenyak. Abi melihat wajah Dara yang polos tanpa make up tampak seperti mahasiswi daripada seorang guru konseling.
Tetiba Dara pun berbalik posisi tidurnya dan menghadap Abi. Sontak nafas Abi tercekat melihat wajah Dara secara dekat dan nafas teratur yang didengarnya lebih mirip *******.
Astaga aku kok jadi mesum begini! Ingat Abi, dia masih halangan dan jangan bebuat macam-macam!
Abi semakin gelisah melihat wajah cantik itu, apalagi yang dibawah itu mulai berontak. Semakin Abi menolak melihat wajah Dara, semakin dirinya ingin merengkuh tubuh langsing itu.
Ketika tangannya hendak menyentuh pipi Dara, terdengar gumaman dari mulut Dara.
"Firza, jangan lupa laporannya" gumam Dara sambil terlelap.
Abi tertegun.
Bahkan masih terlelap pun dia memikirkan pekerjaan dan orang lain?
Abi rasanya ingin mencium bibir itu sepuasnya namun dia harus menahan diri karena ia mau Dara siap menjadi miliknya bukan karena paksaan.
"Damn it!" Abi pun berdiri dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Sesuatu di bawah harus segera dijinakkan.
***
Dara mengerjap-kerjapkan matanya dan diliriknya jam tangan yang ada dip pergelangan tangannya. Betapa terkejutnya dia ketika waktu menunjukkan pukul 12 siang.
"Astaghfirullah!" segera dia terduduk dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar namun tidak nampak Abi disana.
Kemana mas Abi? Aku tidur lama banget sih!
Dara pun bangun dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Keluar dari kamar mandi, Dara pun mencari Abi yang tidak ditemuinya dimana-mana. Merasa bingung atas menghilangnya sang suami, Dara pun mengambil ponselnya untuk menelpon Abi karena dia tidak melihat dompet dan ponselnya.
Baru saja dia hendak menelpon, suara pintu terbuka mengalihkan pandangannya. Tampak Abi membawa dua buah kantong plastik yang terlihat kotak makanan di dalamnya.
"Buat makan siang Adara." Abi menjawab sebelum Dara bertanya.
"Tadi waktu kamu tidur, ayah memberitahukan kalau dia mau pulang dengan ibu. Jadi aku tadi mengurusnya" sambung Abi sambil menata kotak-kotak makanan diatas meja kopi depan sofa. "Sekalian saja aku membeli bento."
"Mas, naik apa membeli bento ini?"
Abi menatap Dara aneh. "Apa gunanya aplikasi online buat pesan makanan Adara" senyumnya.
Dara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Bloon ih Dara! Mana mungkin sultan membeli sendiri kesana.
"Yuk kita makan, aku sudah lapar" ajak Abi yang sudah duduk di sofa.
Dara mengangguk lalu dia duduk di sebelah Abi. Keduanya lalu makan dengan diam seperti aturan yang dilakukan di rumah Jakarta.
Setelah selesai makan, Dara pun membersihkan bekas makan mereka memasukkan ke dalam kantong plastik, mengikat dan menaruh nya dalam kotak sampah.
Abi sendiri menyibukkan diri mengecek ponselnya yang banyak notifikasi masuk baik dari Antasena, Jun dan beberapa koleganya.
"Mas Abi, sudah aku siapkan sajadahnya" suara Dara membuat Abi mengalihkan perhatiannya dari ponselnya.
"Terimakasih Adara."
"Sama-sama mas" senyum Dara.
"Adara, kita harus pulang ke Jakarta malam ini!" senyum di wajah Dara memudar.
"Kenapa mas? Bukannya besok kita baru pulang ke Jakarta?" tanyanya heran.
"Seharusnya tapi ini ada kabar dari Anta dan Jun, kalau besok ada rapat pemegang saham. Damn it! Aku lupa!"
"Baik mas. Kita bereskan semua disini, lalu kita check out terus ke rumah ayah ibu berpamitan baru kita ke bandara. Mas sholat dulu, aku segera membereskan semuanya."
Abi pun membiarkan Dara melakukan pekerjaannya.
***
Bapak dan ibu Haryono melepas Dara dengan banyak wejangan walaupun kemarin mereka baru saja ngobrol banyak tapi yang namanya orang tua tetap saja.
Andra pun tidak kalah dari orangtuanya, ikut memberi pesan kepada Abi sebagai 'sesama pria'.
Keduanya tiba di bandara Adi Soemarmo diantar keluarga Haryono lengkap. Abi sudah memesan tiket via online dan mendapatkan penerbangan jam setengah lima sore.
***
Dara baru pertama kalinya naik pesawat Garuda Indonesia di business class. Biasanya dia naik kelas ekonomi jadi dia terkesima melihat beda tempat duduknya.
"Baru pertama kali naik kelas bisnis Adara?" tanya Abi.
"Iya mas. Kemarin waktu ke Jakarta aku memilih kelas ekonomi." senyum Dara.
Kelas bisnis
"Padahal kan kamu kemarin bisa naik kelas bisnis atau first class." Abi menoleh ke Dara yang menatap luar jendela.
"Eman-eman duitnya" kekeh Dara.
Abi melongo.
"Astaga Adara" bisiknya sambil menggelengkan kepalanya.
***
Antasena sudah berada di bandara Soekarno Hatta sejak jam enam sore. Jantungnya sendiri berdebar-debar mengingat Dara mulai tinggal di mansion Abi mulai malam ini.
Tentu saja dia mati-matian menetralisir perasaannya.
Ingat Anta, Rara sudah menjadi kakak iparmu!
Suara petugas bandara Soetta mengumumkan bahwa pesawat Garuda Indonesia asal Solo sudah mendarat, membuat Antasena semakin berdebar-debar.
Apa aku harus memanggil Rara menjadi mbak Dara seperti orang lain agar mas Abi tidak salah paham? Tapi aku biasa memanggilnya Rara sih.
Para penumpang pesawat dari Solo satu persatu mulai keluar namun yang Anta jemput belum keluar. Sampai hampir selesai, keluarlah sepasang suami istri itu dengan posisi Abi di depan mengenakan topi baseball yang dibalik, jaket hitam, kaus putih, celana jeans hitam, sedangkan Dara tampil dengan kaus kuning, celana jeans biru, tas besar dan slipper. Keduanya sama-sama mengenakan kacamata hitam.
Antasena ternganga melihat gaya keduanya yang hampir sama. Baik Abi dan Dara sama-sama menyeret koper besarnya.
"Welcome to Jakarta, mas Abi, mbak Rara" sapa Antasena.
"Gayamu Ta" kekeh Abi.
"Halo dik Sena. Kok aku jadi canggung ya manggil kamu gitu ya Dik" Dara tersenyum melihat Antasena.
"Harus dibiasakan mbak" ucap Antasena.
"Udah yuk kita ke mobil" ajak Abi sambil merangkul pinggang lansing Dara yang langsung membuat tubuh gadis itu membeku. Beruntung dia mengenakan kacamata hitam jadi tidak tampak kalau matanya melotot kearah Abi namun suaminya tahu bagaimana perasaan istrinya. Meskipun wajahnya tetap datar tapi mata Abi tampak tersenyum.
Akhirnya bisa menyentuhmu walaupun baru sebatas ini, Adara.
***
Yuhuuu
Sebelum author ketiduran, Up dulu deh.
Don't forget to support author yaaaa.
kasih like vote n gift jangan lupa.
Tararengkyu ❤️🙂❤️