Dilarang memplagiat karya!
"Pernikahan kontrak yang akan kita jalani mencakup batasan dan durasi. Nggak ada cinta, nggak ada tuntutan di luar kontrak yang nanti kita sepakati. Lo setuju, Aluna?"
"Ya. Aku setuju, Kak Ryu."
"Bersiaplah menjadi Nyonya Mahesa. Besok pagi, Lo siapin semua dokumen. Satu minggu lagi kita menikah."
Aluna merasa teramat hancur ketika mendapati pria yang dicinta berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Tak hanya meninggalkan luka, pengkhianatan itu juga menjatuhkan harga diri Aluna di mata keluarga besarnya.
Tepat di puncak keterpurukannya, tawaran gila datang dari sosok yang disegani di kampus, Ryuga Mahesa--Sang Presiden Mahasiswa.
Ryuga menawarkan pernikahan mendadak--perjanjian kontrak dengan tujuan yang tidak diketahui pasti oleh Aluna.
Aluna yang terdesak untuk menyelamatkan harga diri serta kehormatan keluarganya, terpaksa menerima tawaran itu dan bersedia memainkan sandiwara cinta bersama Ryuga dengan menyandang gelar Istri Presiden Mahasiswa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 4 Tawa Khas Sang Presma
Happy reading
"Di mana adik gue?" Suara Xavier terdengar rendah, tapi menusuk. Kedua tangannya mencengkram kuat kerah kemeja Baskara. Dan tatapan sepasang matanya seperti elang yang siap memangsa.
"A-aku nggak tau, Kak. Ta-tadi Luna memang ke sini, ta-tapi dia langsung pergi." Terbata, Baskara menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Xavier.
"Are you fucking kidding me?"
Baskara menggeleng lemah. Tubuhnya bergetar hebat. Rasa takut mendominasi, mengalahkan rasa perih akibat pukulan yang dihadiahkan oleh Xavier tadi.
"Shit!" Xavier melepas cengkraman tangannya dan menghempas tubuh Baskara hingga terjerembab ke lantai. Meluapkan kemurkaan seorang kakak yang sangat mengasihi adiknya.
Darah kembali mengalir. Tapi bukan dari hidung ataupun bibir Baskara. Melainkan dari pelipisnya karena hantaman yang cukup keras.
Tak ada rasa empati. Apalagi keinginan untuk mengobati.
"Kalau malam ini Aluna nggak ketemu, lo berdua bakal gue habisin dan gue buang ke penakaran buaya!"
Bungkam.
Tak ada yang berani mengeluarkan suara. Apalagi membalas kalimat ancaman yang dilontarkan oleh Xavier--Ketua Geng Bima Sakti yang dikenal kejam.
Ngeri.
Kata itu hanya tercetus di dalam hati dan tak kuasa terucap oleh bibir.
.
.
Jarum mesin waktu sudah menunjuk pukul sembilan malam. Namun Aluna masih enggan beranjak dari posisi duduk. Ia merasa betah dan nyaman berada di dekat Ayu, rekan announcer di Cakrawala Media yang sudah dianggapnya sebagai kakak.
Bukan hanya mendengar segala keluh kesah dan kepahitan yang diutarakan, Ayu juga memberi wejangan dengan gaya bicaranya yang khas.
Aluna berharap, wanita bergelar 'mama muda' itu pun bisa memberi solusi atas kesulitan yang tengah dihadapi.
"Aku nggak mau menikah sama Baskara, Kak. Tapi, aku juga nggak siap menanggung hinaan dan cacian dari keluarga besar mama. Mereka pasti berpikir, kegagalan yang aku alami adalah karma--karena kesalahan di masa lalu yang pernah papa lakuin," ucap Aluna--melanjutkan obrolan yang sejenak terjeda.
Entah, kesalahan 'besar' apa yang pernah dilakukan oleh Raditya Aditama di masa lalu. Biarkan waktu yang akan mengungkap.
Ayu mengulas senyum dan menggenggam jemari tangan Aluna yang bertumpu di paha, beri afeksi dan kunci atensi.
"Menurutku, kegagalan yang kamu alami saat ini bukan karma ataupun balasan, tapi ujian hidup sekaligus ungkapan cinta dari Allah. Mestinya kamu bersyukur, Luna. Karena Allah berkenan nunjukin keburukan Baskara sebelum kalian mengikat janji suci. Sakit yang kamu rasa saat ini, nggak seberapa dibanding rasa sakit yang mungkin 'akan' kamu rasa, jika terlambat mengetahui keburukan calon suami-mu," tutur Ayu bijak.
"Jangan masukin ke dalam hati segala hinaan dan cacian yang mungkin 'akan' kamu dengar. Fokus perbaiki diri dan mendekat pada Sang Maha Cinta. Yakin, setelah badai pasti bakal ada pelangi yang menaungi hidupmu," lanjutnya.
Aluna menghela napas dan sejenak terdiam. Menelaah dan meresapi rangkaian kata yang dituturkan oleh Ayu.
"Seandainya, papa tetap memaksa aku menikah sama Baskara gimana, Kak? Karena ... undangan pernikahan kami sudah tersebar," cicitnya--lalu menggigit bibir.
"Beri beliau pengertian. Ceritain semua kejadian yang tadi kamu liat. Bicarain baik-baik dan libatin Allah --"
"Never forget to pray to Allah. Kita punya kendala, tapi Allah punya kendali. Allah pasti bantu kamu." Ayu menyambung ucapannya dan menepuk pelan pipi Aluna. Sayang--itu yang tersirat dari tatap mata Ayu.
"Iya, Kak. Aku akan ngelibatin Allah."
"Sip. Tapi maaf, aku hanya bisa bantu doa karena bukan ranah-ku buat ikut campur, Lun."
"Nggak pa-pa, aku ngerti."
"Semangat! Innallaha ma ana. Yakin, Allah lagi nyiapin skenario terbaik buat kamu."
Aluna mengangguk samar dan memaksa bibirnya untuk tersenyum.
"Lebih baik ... segera hubungi papa, mama, atau kakakmu. Pasti mereka khawatir." Ayu kembali bertutur--memecah hening yang sejenak menyapa.
"Ponselku mati, Kak. Tadi, aku lupa ngecas."
"Kalau gitu, hubungi mereka pake ponselku."
"Boleh?"
"Tentu."
Ayu mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu memberikannya pada Aluna.
"Aku telepon Kak Vier ya, Kak?" tanya yang tercetus dari bibir Aluna setelah menerima ponsel itu.
"Silahkan, Lun."
Jemari lentik Aluna mulai bergerak di atas layar ponsel--mengetik nomer Xavier.
Ragu sekaligus takut. Itu yang dirasa Aluna saat ini.
"Hallo, Kak Vier. Ini aku--Luna," ucap Aluna pelan begitu Xavier menerima telepon darinya.
"Astaga, Luna! Lo di mana? Dari tadi gue muter-muter nyariin lo." Nada suara Xavier sedikit tinggi dan menyiratkan kekhawatiran.
"A-aku di rumah Kak Ayu, Kak --"
"Napa lo nggak ngasih tau dari tadi? Dan lagi, napa hp-lo nggak bisa dihubungi?"
"Maaf, baterai hp-ku habis, Kak."
"Ck. Ya udah. Lo share loc aja! Gue jemput sekarang!"
"Iya, Kak."
Sambungan telepon berakhir. Aluna menggeser layar benda pipih yang masih berada dalam genggaman tangan dan segera mengirim lokasinya saat ini melalui aplikasi berlogo hijau ke nomor Xavier.
Send.
Aluna mengembalikan ponsel Ayu tanpa terlupa mengucap kata 'terimakasih'.
Usai menyimpan ponselnya di saku celana, Ayu menarik pelan lengan Aluna dan memintanya untuk beranjak dari posisi duduk.
Tak ada penolakan.
Kedua wanita itu lantas berjalan beriringan menuju kamar Aruna yang berada tidak jauh dari balkon. Tentu saja untuk menemui si bocah kecil, Arjuna, dan Ryuga yang masih asik bermain puzzle.
"Mama, mama." Aruna berteriak girang begitu melihat Ayu.
Sepasang mata indah bocah kecil itu berbinar ketika Ayu merengkuh dan menggendongnya.
"Mama, Una mau main lagi sama Om Liu."
"Sudah malam, Sayang. Runa bobok ya. Om Ryu-nya mau pulang."
Aruna menggeleng. "Om Liu nggak boleh pulang. Halus bobok sama Una."
"No, Sayang. Om Ryu nggak boleh bobok sama Runa."
"Kenapa?"
"Karena, Om Ryu bobok-nya seperti kuda. Nanti dia merem sambil menendang-nendang. Runa mau ditendang sama Om Ryu?"
Aruna menggeleng. "No, Mama."
"Pftftt. Bukannya yang tidur seperti kuda itu kamu, Ay?" Arjuna menyahut dan tertawa kecil, membuat Ayu kesal bin sebal.
"Ck, kamu sengaja buka aib ku di depan Ryu dan Aluna ya, Bie?"
"Maaf, Ay. Tadi aku keceplosan dan nggak bermaksud untuk membuka aib istriku."
"Hilih, alasan!" Ayu mencebik dan memutar bola mata malas.
"Ternyata kebiasaan gue sama mama mertua nggak jauh beda. Cuma, sekarang gue udah insyaf. Tidurnya nggak kaya' kuda. Nendang sana, nendang sini. Jadi, bisa dong bobok sama Aruna. Lagian, Aruna kan calon istri gue. Nggak masalah kita berdua bobok bareng." Ryuga turut menimpali dan niatnya hanya bercanda. Tapi celotehannya sukses membuat Ayu kian kesal.
"No! Aruna nggak boleh bobok bareng sama cowo. Dan inget, aku nggak rela anakku punya calon suami sepuh."
Ryuga mengudarakan tawa. Tawanya sangat khas. Tidak jauh beda dengan Arjuna.
Tawa khas Ryuga Mahesa membuat Aluna terpana, karena baru kali ini Aluna melihat Sang Presiden Mahasiswa yang dikenal galak dan minim senyum ... tertawa lepas.
🍁🍁🍁
Bersambung
kreatif. Tapi nilai kreatifnya akan bermakna jika digunakan ke arah hal yg lbh positif. ngritik boleh. Tapi lbh baik jika energinya dibuat utk ikut membangun aja kan... membangun bukan yg berarti harus ini dan itu, terjun di politik atau apalah..berpikiran kayak anak muda di kisah ini, itu udah bagian dari membangun. membangun mental bangsa yang udah terlalu banyak dicekoki parodi---yang sementara dianggap lucu, tapi justru tanpa sadar menanamkan nilai tidak mrncintai negeri ini....
ah..kok ngomongnya jadi kemana2 ya..
aku nyimak ya..sambil goleran
kalau di lingkup personal gak. Tapi itu emang udah sesuai porsi. kan judulnya sandiwara cinta Presma...😍😍
nyonya kaya raya ketipu arisan bodong bisa darting juga ya😄😄
ada sesuatu nih dgn nama ini