Karena sering dibuli teman kampus hanya karena kutu buku dan berkaca mata tebal, Shindy memilih menyendiri dan menjalin cinta Online dengan seorang pria yang bernama Ivan di Facebook.
Karena sudah saling cinta, Ivan mengajak Shindy menikah. Tentu saja Shindy menerima lamaran Ivan. Namun, tidak Shindy sangka bahwa Ivan adalah Arkana Ivander teman satu kelas yang paling sering membuli. Pria tampan teman Shindy itu putra pengusaha kaya raya yang ditakuti di kampus swasta ternama itu.
"Jadi pria itu kamu?!"
"Iya, karena orang tua saya sudah terlanjur setuju, kamu harus tetap menjadi istri saya!"
Padahal tanpa Shindy tahu, dosen yang merangkap sebagai Ceo di salah satu perusahaan terkenal yang bernama Arya Wiguna pun mencintainya.
"Apakah Shindy akan membatalkan pernikahannya dengan Ivan? Atau memilih Arya sang dosen? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Shindy hendak membatalkan lamaran, begitu tahu yang melamar adalah musuh. Ia tidak mau menjadi istri Arkan, karena bayangkan perjalanannya ke depan akan semakin terjal. Cukup sudah Shindy hidup menderita bersama bude yang sudah ia lalui hingga puluhan tahun. Shindy juga membayangkan bahwa rumah tangganya dengan Arkan kelak akan seperti kucing dengan Anjing. Namun, belum sampai berucap, Arkan berkata yang mengejutkan Shindy.
"Mama... Papa... calon istriku cantik kan..." Arkan menoleh ke arah kedua orang tuanya.
Alexander menatap putranya datar, sementara Adisty tersenyum memandangi Shindy "Kamu kerja atau kuliah Nak?" Tanyanya kemudian.
"Saya masih kuliah satu kelas dengan Arkan Tante..." jujur Shindy.
Adisty mengangguk-angguk, dari ekpresi wajahnya langsung jatuh cinta kepada Shindy. Ia tidak tahu jika Shindy menahan tangis, dan berharap Arkan akan membatalkan pernikahan ini.
"Boleh kami keluar sebentar Tante... ada yang ingin kami bicarakan dengan Alta" Arkan rupanya tahu apa yang Shindy pikirkan.
"Oh, silakan" bude yang masih bengong tidak percaya jika keponakannya akan dinikahi konglomerat, menjawab cepat.
Sementara mata Shindy memerah, mengapa Arkan bukan cepat menolak pernikahan itu justru sok akrab ingin mengajaknya bicara. Tetapi Shindy terpaksa mengalah ketika Arkan mengait jemarinya mengajaknya ke taman depan rumah bude.
"Jadi kamu, pria yang bernama Ivan? Saya tidak sudi menikah dengan kamu!" Semprot Shindy. Sungguh kisahnya seperti di film saja. Ia sama sekali tidak menyangka jika orang yang setiap hari menabur kata-kata romantis hingga membuatnya meleleh, dan mampu menghiburnya dari kesedihan ternyata pria yang selama ini membuatnya kesal setiap hari di kampus.
"Saya tidak akan membatalkan pernikahan ini Shindy, karena bukan hal yang mudah untuk membujuk kedua orang tua saya. Masa, setelah beliu menyetujui dengan seenaknya saya membatalkan. Apa lagi Mama saya sudah setuju, saya tidak mau mengecewakan beliu. Tapi, jika kamu tetap menolak, saya tidak tanggung jawab jika Papa saya akan memaksamu" ujar Arkan panjang lebar, yang terakhir setengah mengancam.
"Apa rencana kamu sebenarnya?!" Shindy merasa jika Ivan mempunyai niat buruk kepadanya, dan apa yang Arkan katakan tentang orang tuanya hanya alasan saja.
"Pakai tanya lagi, rencana saya ya, menikahi kamulah" jawab Arkan, sudut bibirnya terangkat ke atas dengan gestur yang tidak selaras dengan ucapan.
Shindy yang memang cerdas, bisa membaca karekter Arkan secara psikologis.
"Kamu itu pria menyebalkan tahu tidak!" Tandas Shindy mendorong dada Arkan dengan telunjuk kemudian meninggalkan Arkan.
Arkan menatap Shindy penuh rencana, lalu mengejar Shindy hingga masuk bersama-sama.
Tiba di dalam rumah, mereka tinggal menerima keputusan kedua orang tua Arkan dan bude kapan pernikahan akan dilaksanakan.
"Maaf Tante... saya ingin pernikahan ini ditunda hingga kami lulus kuliah" Shindy beralasan. Jika bisa, ia ingin mundur dari pernikahan ini perlahan-lahan.
"Pernikahan ini tidak akan mengganggu kuliah kamu Shindy" bude menjawab cepat. Ia tidak mau Shindy membatalkan pernikahan ini.
"Tapi saya kuliah karena beasiswa bude, jika saya cepat menikah khawatir tidak bisa mempertahankan nilai saya" Shindy tidak habis alasan.
"Nak Alta, bukankah pernikahan ini sudah kalian sepakati berdua? Lalu kenapa kamu tiba-tiba ingin membatalkan?" Adisty merasa ada yang tidak beres.
"Maaf Tante... saya memang salah, tidak memikirkan matang-matang ketika Arkan memutuskan untuk mengajak saya menikah." Shindy mencari jawaban yang masuk akal.
"Jika masalahnya hanya karena kamu takut tidak bisa membayar kuliah, jangan khawatir Nak... Arkan yang akan tanggung jawab. Lagi pula kalian tinggal setahun lagi" Adisty bingung dengan Shindy, kenapa berubah pikiran.
"Alta, bukanya kita sudah sepakat, kenapa kamu berubah pikiran?" Arkan menyela.
Shindy hanya diam, lalu budenya menarik tangan Shindy menjauh dari tamunya ke ruang keluarga.
"Jangan bodoh Shindy! Sudah bagus keluarga Alexander mau melamar gadis miskin seperti kamu, tapi kamu malah sok-sok-an menolak. Kamu mau membuat malu bude? Jika memang belum siap menikah, kenapa menerima saja ketika Ivan mengajak kamu menikah? Sekarang keluarga Alexander sudah datang ke rumah ini, tapi kamu sok jual mahal. Bude tidak mau tahu, siap tidak siap kamu harus menikah dengan Ivan, titik!" Bude kembali ke sifat semula.
Dengan terpaksa, Shindy mengangguk.
Bude mengajak Shindy kembali ke ruang tamu dan menerima lamaran Arkan. Begitu selesai, mereka makan siang yang sudah disediakan bude, tentu saja Shindy yang memasak.
Pagi harinya di kampus. "Bagaimana acara lamaran loe kemarin Ar?" Todong Marsel ketika sedang sarapan di kantin.
"Lancar" Arkan menjawab pendek, lalu meneguk teh tanpa gula. Jika di rumah ia tidak mungkin mau teh seperti itu, tapi begitu di kampus minum bersama teman-teman terasa enak.
"Lebih cantik aslinya, atau di foto Ar?"
"Sama saja" Arkan tidak mau menceritakan jika calon istrinya adalah Shindy. Bisa-bisa Marsel akan mentertawakan dirinya hingga terkencing-kencing.
Di tempat lain, Dila pun menanyakan hal yang sama kepada Shindy, perihal lamaran hari minggu kemarin.
"Lancar Kak, sebulan lagi kami akan menikah."
"Alhamdulillah... bagaimana orangnya Shy? Baik tidak?" Dila khawatir jika calon Shindy ternyata kelakuannya buruk.
"Mudah-mudahan baik, Kak," Shindy tersenyum, tidak mau menceritakan jika jodohnya adalah Arkan, dan juga tidak memperlihatkan rasa kecewanya.
Semenjak saat itu Shindy yang memang sifatnya pendiam kini menjadi semakin diam. Ketika di kampus, ia sengaja menghindari Arkan, dan memilih menyendiri di taman belakang kampus atau di perpustakaan. Tidak jarang, Dila mengajak bicara dan bertanya ada apa? Tapi Shindy hanya menjawab 'tidak ada apa-apa.
"Shindy..." ucap pria mendekati Shindy yang tengah merenung di perpustakaan.
Shindy menoleh cepat, menatap pria jangkung yang sudah berdiri di sebelahnya seketika berdiri. "Saya Pak...."
"Biasanya kalau di perpustakaan kamu selalu membaca, tapi kenapa sekarang melamun?" Pak Wiguna pun bingung dengan perubahan Shindy akhir-akhir ini.
"Bosan Pak, buku-buku ekonomi sudah saya baca semua" Shindy beralasan.
"Baca buku yang lain dong, supaya pengetahuan kamu bertambah," Wiguna duduk di sebelah Shindy, tapi masih menjaga jarak. Ia berpikir jika Shindy murung begini pasti ada masalah dengan keuangan. Ia tidak tahu jika sebenarnya bukan itu yang Shindy pikirkan.
"Kamu mau menjadi asisten dosen?" Tanya Wiguna serius, Shindy sangat cerdas tentu bisa membantu dosen ketika sedang banyak tugas seperti sekarang.
"Mau Pak" Shindy seketika Sumringah, ia kuliah tinggal beberapa SKS saja, sambil menyusun skripsi tentu bisa menjadi asisten.
"Baiklah..." pak Gun senang karena berhasil membuat Shindy tersenyum.
Setelah menjadi asisten dosen, Shindy merasa ada kesibukan dan bisa sambil belajar. Pagi ini kebetulan pak Gun sedang ada kegiatan di luar kampus. Shindy lah yang menggantikan pak Gun mengajar di kelasnya sendiri.
Arkan kaget, mengapa pula Shindy yang mengajar. Begitu juga dengan siswa yang lain.
"Ciee... calon istri mengajar..." Marsel tersenyum ke arah Arkan yang masih bingung.
Seeettt...
Arkan meletakkan jari di bibirnya agar Marsel diam. Ia sebenarnya tidak menceritakan jika ia akan menikahi Shindy kepada siapapun termasuk Marsel sahabatnya sendiri, ia ingin merahasiakan pernikahannya yang tinggal menghitung hari.
...********...
Hari berlalu, selama menjadi asisten dosen Shindy merasa terhibur, walaupun tidak lama. Karena tiba saatnya pernikahan yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat pun berlangsung. Namun, bukan pernikahan yang membahagiakan pengantin wanita pada umumnya.
Shindy menangis tergugu ketika Arkan menjabat tangan hakim sebagai wali nikah. Bukan tangis bahagia selayaknya pengantin yang menikah lantaran saling cinta. Shindy hanya bisa berharap, perjalanan hidupnya yang akan keluar dari sarang Harimau, tidak masuk ke kandang buaya.
Sah.
Sah.
Sah.
Dada Shindy tiba-tiba sesak ketika mendengar kata 'sah' dari para saksi. Nyatanya saat ini Shindy telah menjadi istri Arkana Ivander sekuat apapun ia berusaha untuk menolak.
...~Bersambung~...
laah dia nekaad, kenapa nda di kasih KOid ajaa siiih