Hidup melarat dengan kebutuhan rumah tangga yang serba mahal serta kebutuhan anak juga sangat lah besar, mau bagai mana pun Hani mengatur uang maka tetap saja tidak akan cukup bila satu Minggu hanya tiga ratus ribuan saja.
Namun tak lama hidup nya berubah menjadi lebih baik, rumah pondok juga berganti dengan rumah megah yang luar biasa bagus nya.
apa yang sudah Hani lakukan?
Mungkin Hani melakukan pesugihan agar dia bisa kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novita jungkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Penolakan dan hinaan
Imran mengetuk pintu rumah adik nya yang sangat bagus ini, mereka memang bisa di bilang kaya karena usaha kebun sawit sudah sangat maju, awal awal dulu menggunakan modal dari Ambar yang anak kaya selama di kota dan maka nya Ambar berkuasa penuh karena dia lah yang sudah mengangkat derajat nya Fatan menjadi orang kaya.
Namun walau kaya dan satu bulan saja bisa sepuluh juta atau bahkan lebih, namun Ambar orang nya sangat pelit dan juga kikir, oleh sebab itu dia tidak mau membantu mengurus mertua nya yaitu Mak Tini. jadi walau Imran miskin, Mak Tini pun terpaksa tinggal di sana dan kadang kala Fatan menyelipkan ung agar Emak nya bisa makan enak.
Sakit nya lagi kalau Mak Tini sudah di beri uang oleh anak bungsu nya, maka orang tua ini akan bertingkah, membeli makanan enak dan sama sekali tidak mau membagi pada cucu atau pun menantu nya yang di rumah itu.
Semua nya di makan dengan Imran seperti nasi bungkus dan juga makanan lain, Imran rasa nya juga sangat kurang ajar, ketika di belikan makanan seperti itu malah di makan tanpa melihat keadaan anak dan istri. pernah Imran mengajak Hani satu bungkus berdua, namun di tolak mentah mentah oleh istri nya.
Itu lah kadang otak laki laki yang tidak bisa menjaga perasaan istri, Hani biar pun makanan itu sedikit dan dia juga belum makan, tahan di bawa pulang agar anak anak bisa makan juga. ini Imran dengan lahap nya memakan nasi yang di belikan oleh sang Emak, entah di mana otak nya pria ini.
"Assalamualaikum, Tan!" Imran masih mengetuk pintu berharap di buka kan.
"Walaikum sallam, ada apa ya?" Ambar yang keluar dengan wajah bengis serta tidak suka.
"Fatan nya ada, Bar?" tanya Imran hati hati karena dia ingin minta tolong pada sang adik.
"Dia lagi ke kota, mungkin satu jam yang lalu lah dia pergi." jawab Ambar.
"Ya Allah!" Imran meremas tangan nya sendiri karena gelisah.
Ambar masih memperhatikan Abang ipar nya yang nampak gelisah di depan pintu, sebab Ambar memang sama sekali tidak menyuruh Imran untuk masuk kedalam rumah. jangan kan masuk karena mungkin saja sungkan, ini menyuruh duduk saja tidak Ambar lakukan, dia hanya membuka pintu sedikit dan berdiri di sana.
"Ada perlu apa sama Bang Fatan, Mas?" Ambar akhir nya bertanya.
"Begini, aku mau minta tolong karena Ari masuk rumah sakit dan butuh biaya besar." jelas Imran.
"Hahhh!" Ambar menarik nafas sambil membuang muka karena dia sudah tau apa yang Imran minta.
"Tolong lah kami, Ambar! bila nanti aku ada kerja dan rezeki ku ada maka akan ku ganti uang mu." janji Imran.
"Untuk makan saja kalian tidak punya uang, lah kok malah mau pinjam uang segala!" sinis Ambar sama sekali tidak punya iba pada saudara nya.
"Kasihani lah kami, Ambar! Ari sedang berjuang untuk hidup dan mati, tolong kasihani keponakan mu." hiba Imran agar di beri pinjaman oleh sang adik.
"Maaf ya aku lagi enggak pegang uang cash, tunggu saja sampai Bang Fatan pulang." sahut Ambar santai saja seolah tidak terlalu penting masalah nya Imran ini.
Padahal sedang berurusan dengan nyawa, mana nyawa keponakan juga dan ini saudara kandung suami nya, kalau pun dia tidak suka maka ya sudah tidak suka dengan orang tua nya saja. ini anak yang sedang kritis pun Ambar abaikan, sungguh dia sama sekali tidak punya iba walau Ari adalah keponakan nya.
"Kapan Fatan akan pulang, Ambar? bisa kah kau hubungi dia." pinta Imran karena dia juga tidak punya ponsel.
"Ya sabar lah tunggu dia pulang, wong sampean yang butuh kok malah tergesa gesa begitu!" sahut Ambar.
"Ari harus sekarang operasi nya, Ambar! kami juga harus ke kota, atau kau bisa hubungi Fatan biar dia datang ke rumah sakit kota." desak Imran.
"Apa sih, Mas! kok maksa sekali, udah lah sana aku tidak ingin bicara dengan mu lagi." Ambar malah mengusir ipar nya dengan wajah kesal.
"Jangan begini pada kami, Ambar! tolong lah kami, tolong pinjami aku uang." Imran berlutut di depan adik ipar nya.
"Maka nya kerja biar enggak jadi orang miskin, udah miskin tolol lagi!" hina Ambar sambil membanting pintu.
"Ambar tolong lah kami, bantu aku dengan pinjaman uang mu!" Imran menggedor pintu rumah adik nya.
"Sekali ini saja tolong bantu lah kami, tolong lah kami." hiba Imran agar di tolong.
Tapi Ambar memang sama sekali tidak peduli akan masalah itu, dia tidak ada niat sedikit pun untuk membantu saudara nya. walau uang dua puluh lima juta adalah nominal kecil untuk nya, tapi memang sudah tidak ada niat jadi ya tidak akan dia keluarkan uang itu untuk membantu saudara sekali pun.
"Untuk apa kamu menatap ku, sampai kapan pun aku tidak akan memberi nya uang! Tegas Ambar menatap suami yang sebenar nya ada di rumah.
"Mereka kan pinjam, siapa tau memang nanti di kembalikan." ujar Fatan pelan.
"Dengan apa mereka mau mengembalikan nya, pakai jembut Hani itu?!" sentak Ambar beringas.
"Jangan begitu, dik. Ari pasti sedang kritis maka nya Mas Imran datang kesini, bantu lah dia ya!" bujuk Fatan agar istri nya ini luluh.
"Kamu jangan banyak tingkah ya, Bang! semua harta ini awal nya dari aku, kalau aku tidak jadi istri kamu maka kamu pun hanya jadi buruh murahan." bentak Ambar sangat menyala.
Terdiam Fatan karena dia memang tidak punya apa apa, di sini dia hanya modal tenaga saja dan alhamdulilah memang usaha mereka maju sehingga kebun sawit sudah semakin lebar dan banyak hasil nya. tapi semua modal uang itu dari Ambar, tidak ada seperak pun dari Fatan.
"Kalau sampai kau nekat memberi nya uang maka aku akan mengamuk di rumah sakit itu!" ancam Ambar.
"Ya Allah." Fatan mengusap wajah nya kasar.
"Itu resiko mereka karena Ari anak mereka, salah siapa punya anak saat hidup kere." sinis Ambar.
"Mungkin ini lah alasan Allah tidak memberi kami anak, sebab Ambar tidak bisa menjaga sikap atau pun tutur kata nya." batin Fatan nelangsa.
Namun Ambar sama sekali tidak peduli akan hal itu, dia tetap happy asal kan ad uang dan bisa beli apa pun, setiap bulan akan beli baju bau dan juga tas baru. makan pun makanan enak setiap saat, tak lupa dia juga sudah punya mobil sendiri untuk jalan jalan.
maaf jika aku yang salah nama