Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebohongan yang ingin aku dengar
Ekor mata Kairos tertuju pada pintu apartemen yang baru dibuka oleh manajernya. Helaan napas panjang jelas terdengar di telingan. Pria itu menyudahi aktivitasnya yang tengah memainkan lego di atas meja.
"Sudah aku katakan tunggu di parkiran saja. Aku hampir selesai," ujar Kairos.
"Tidak perlu, semua jadwal di batalkan," jawab manajer Park dan duduk di kursi samping meja di mana lego Kairos tersusun rapi.
Kening Kairos mengerut, menunggu lanjutan dari ucapan manajernya. Tadi pagi ia bangun lebih awal sebab omelan perawan tua itu, tapi sekarang tiba-tiba mengatakan semua jadwal di batalkan.
"Karena kematian nona Sena, drama yang kamu ambil di pending untuk waktu yang tidak bisa ditentukan."
"Tapi jadwalku bukan hanya syuting."
"Semuanya di batalkan. Brand yang sedang bekerjasama dengan kita, ingin mengakhiri kontrak dan meminta konpensasi atas kerugian yang telah terjadi."
"Padahal aku tidak ada hubungannya dengan kematian Sena."
"Resiko menjadi publik figure." Manajer Park tampak sibuk dengan tab di tangannya. Begitu pun dengan Kairos yang kembali fokus merakit lego terbaru miliknya.
"Sekarang kamu mempunyai banyak waktu untuk istirahat. Tidak ada jadwal pasti untukmu."
"Manajer Park,"
"Ya?"
"Bekerja seadanya saja, aku yang akan menyelesaikan," ucap Kairos dengan suara yang terdengar dingin.
"Apa maksudmu?"
"Jika ada yang ingin mengakhiri kontrak, maka akhiri tanpa memohon. Ganti semua kerugiannya dan catat. Akan aku pastikan semuanya kembali seperti semula." Kali ini aura Kairos tampak berbeda, bahkan manajer park yang biasanya cerewet hanya bisa menganggukkan kepala.
"Oppa!"
"Hanna?" gumam Kairos ketika mendengar suara yang sangat dia rindukan. Ia mengangguk, memberikan kode pada manajernya agar segera meninggalkan apartemen.
Ketika akan berbalik, tubuhnya sudah dipeluk lebih dulu dari belakang sehinga hilang keseimbangan dan menghancurkan lego yang setengah mati Kairos susun.
"Oppa merindukanmu. Oppa mengira tidak akan bisa bertemu dengamu lagi."
"Hanna juga merindukan Oppa." Hanna semakin erat melingkarkan kakinya di pinggang Kairos, begitu pun tangan di leher sang kekasih.
Perempuan itu bersembunyi di leher Kairos yang terasa sangat hangat. "Aku percaya pada oppa," bisiknya.
"Terimakasih, Sayang. Oppa tidak akan membuatmu kecewa." Kairos tersenyum sembari mengelus rambut Hanna yang tergerai.
Dia sudah mendapatkan kabar dari Minho bahwa Hanna sudah pulang. Namun, Hanna yang berkunjung ke rumahnya tidak pernah ada dalam bayangan Kairos saat ini.
"Sena tidak hamil karena oppa kan?" Hanna menangkup kedua rahang Kairos, kini ia berada di pangkuan sang kekasih yang memilih duduk di kursi santai tanpa peduli pada legonya yang berjatuhan di ruangan lain.
"Itu tidak mungkin."
"Tapi Oppa dan Sena pernah melakukannya kan?"
"Sayang pertanyaan kamu dan jawaban oppa hanya membuat luka di hati mungilmu."
"Kalau begitu berbohong padaku Oppa!"
Kairos tertawa. "Aku tidak pernah melakukannya dengan Sena. Begitu Sayang?"
Hanna mengangguk. "Setidaknya itu yang ingin aku dengar."
Hanna kembali menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Kairos, kali ini embun yang menganak di matanya berjatuhan tanpa di minta.
Kairos mendongak, mencoba untuk kuat sembari memeremas pelan rambut indah Hanna.
Bohong jika ia tidak stres di situasi seperti ini. Ia hanya pura-pura kuat agar tidak diremehkan oleh siapapun.
"Untuk pertama kalinya aku tidak melihat poster oppa di seluruh kota saat lewat."
"Sudah bukan masanya Sayang. Jangan memikirkan hal yang akan membuatmu sakit. Badainya akan segera berlalu."
"Love you oppa."
"Love you more Sayang."
Lama keduanya dalam posisi seperti itu. Sama-sama menenangkan diri hingga akhirnya menguasai pikiran masing-masing. Seolah tidak ada kekacauan, keduanya merayakan anniversary yang sempat tertunda dengan ayam goreng dan beberap botol soju. Terlalu mabuk, Hanna sampai bermalam di apartemen Kairos.
***
Kelopak mata Hanna perlahan bergerak ketika merasakan cahaya langit dan sinar lampu menyapanya secara bersamaan.
"Aku masih mengantuk Unnie," gumam Hanna enggang membuka matanya.
"Bangun Sayang, sudah waktunya untuk sarapan," ujar Kairos membelai pipi Hanna penuh kelembutan. Pria itu hanya memakai kimono sebab baru keluar dari kamar mandi.
"Oppa? Jadi yang semalam bukan mimpi?" Hanna membuka matanya pelan.
"Apakah terlihat seperti mimpi, hm?" Kairos menunjuk lehernya yang memerah, jelas itu bukan ruam apalagi bekas cakaran seseorang.
"Bohong." Pipi Hanna bersemu merah. "Aku lupa apa yang terjadi semalam."
"Lupa tapi kok malu."
"Oppa!"
"Aduh sakit Sayang." Keluh Kairos kala pukulan bertubi-tubi mendarat di pundaknya, terlebih saat akan mengendong sang kekasih menuju kamar.
Ini bukan pertama kali mereka melakukannya sejak pacaran, tetapi Hanna selalu malu-malu jika membahas hal tersebut. Semalam, keduanya melampiaskan rasa sakit pada kenikmatan yang hanya mereka berdua bisa merasakannya.
Appa tahu kamu ada di apartemen Kai.
Pulang sekarang atau appa akan menyuruh orang untuk menyeretmu!
Akhiri hubungan kalian secepat mungkin sebelum media mengetahuinya.
Senyum di wajah Kairos memudar ketika melihat pesan yang terus masuk ke ponsel kekasihnya.
Kai tidak pantas untukmu, dia akan ditangkap karena melakukan pelecahan pada Han Sena. Dia hanya laki-laki brengsek yang memanfaatkan ketenaran untuk memberi makan nafsunya.
Hanna, appa sangat menyayangimu Sayang. Appa takut kamu kenapa-napa. Pulanglah, tidak perlu memperdulikan Kai. Namamu mulai di bawa-bawa oleh media.
"Oppa aku lapar," rengek Hanna yang langsung memeluk tubuh kekar Kairos dari belakang.
"Bersiaplah, dan susul oppa di meja makan." Kairos mengecup kening Hanna sebelum meninggalkan kamar.