NovelToon NovelToon
Celestial Chef's Rebirth

Celestial Chef's Rebirth

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Sistem
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Jasuna28

Huang Yu, seorang juru masak terampil di dunia fana, tiba-tiba terbangun di tubuh anak petani miskin di Sekte Langit Suci—tempat di mana hanya yang bertubuh suci kuno bisa menyentuh elemen. Dari panci usang, ia memetik Qi memasak yang memanifestasi sebagai elemen rasa: manis (air), pedas (api), asam (bumi), pahit (logam), dan asin (kayu). Dengan resep rahasia “Gourmet Celestial”, Huang Yu menantang ketatnya kultivasi suci, meracik ramuan, dan membangun aliansi dari rasa hingga ras dewa. Namun, kegelapan lama mengancam: iblis selera lapar yang memakan kebahagiaan orang, hanya bisa ditaklukkan lewat masakan terlezat di alam baka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasuna28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4: Layar Rempah Surgawi

Cahaya fajar masih malu-malu saat Nian dan Master Cang melangkah keluar dari gerbang berkilau yang tersembunyi di balik air terjun kecil di punggung Gunung Rasa Kayu. Dalam hitungan napas, mereka tiba di lorong panjang penuh kios—atapnya dihiasi lampion berwarna mahoni, dinding batu marmer rempah, dan lantai ubin kristal serbuk kunyit yang memantulkan cahaya keemasan. Setiap kios menampilkan butiran-butiran rempah yang menakjubkan: serbuk perak “Metallic Frost”, butiran kristal “Es Asam Mañana”, dan bubuk hitam “Asap Neraka”.

Suasana lereng terjal dan pepohonan rimbun digantikan oleh hiruk-pikuk pedagang dari berbagai alam: sesosok peri hijau memamerkan biji bunga “Jantung Kayu”, sementara makhluk berbentuk bayangan menawar “Serpih Bayangan”—rempah yang dipercaya dapat membungkam suaramu dalam lima napas. Deru tawar-menawar dalam puluhan bahasa bersatu padu, menciptakan simfoni rempah yang menggetarkan indera. Aroma manis, pedas, asam, pahit, dan asin berbaur dalam udara, setiap tarikan napas mengundang sensasi baru.

Master Cang berhenti di depan sebuah kios berornamen naga perunggu bercakar tiga. “Kios Mak Nyan,” bisiknya. “Pedagang bayangan yang hanya menerima barter—bukan uang.” Di atas meja, terhampar biji-biji hitam mengkilap: “Biji Neraka” versi varian kuno, “Serat Pahit Tua”, dan gulungan rempah terurai beralur. Lampu minyak di samping kios berpendar ungu, menandakan ranah gelap dan uji keberanian.

“Mak Nyan,” sapa Master Cang dengan nada ramah. “Aku membawa tamuku—Ka Nian—untuk menelusuri varian ‘Biji Neraka’. Ia membutuhkan sumber yang tepat untuk mengungkap dalang Qi pahit.”

Penjual bayangan itu menoleh perlahan. Di balik topeng setengah wajah berbahan gading, dua mata hitamnya menyala tajam. “Kau detektif rasa yang dicari petugas Klan Rempah,” gumamnya, suaranya berat seperti bubuk logam. “Baik. Tapi untuk mendapat varietas kuno, kau harus membuktikan nilai rasa”. Ia mengeluarkan tiga kantong kecil berlabel: A (“Serat Pahit Kromatik”), B (“Butir Asam-Bumi Terkristal”), dan C (“Biji Neraka Orugalon”). “Kau hanya boleh memilih satu dan membuat hidangan yang menonjolkan essensi rasa itu. Jika gagal, langkahmu terhenti di sini.”

Nian menelan ludah. Ia memerhatikan butir-butir hitam di kantong C—kilau merah lembut di permukaannya memancarkan daya tarik gelap. Ia teringat pertarungan mini-arc kemarin, saat naga api mini muncul. Jika berhasil mengolah biji ini, ia bisa mendapatkan petunjuk kuat sumber Qi pahit.

Dengan hati-hati, Nian memilih kantong C. Mak Nyan hanya mengangguk, lalu menyerahkan butir itu beserta sebuah mangkuk batu hitam dan alat-alat dapur kecil: sendok perunggu, panci tembaga mini, dan sebotol air “Rembesan Awan”. “Kau punya waktu satu jam,” ucap Mak Nyan, lalu sirna dalam keheningan lorong.

Selesai memilih bahan, Nian berbalik, nyaris menabrak sosok cantik bergaun sutra perak: Putri Lan’er, pewaris klan rasa air. Ia menatap Nian dengan mata biru jernih, terkejut melihat panci dan kantong hitam di tangan Nian. “Kau… menggunakan Biji Neraka Orugalon?” bisiknya. “Itu… sangat berbahaya.”

Lan’er melangkah mendekat. “Aku pernah mencicipi essensi gelap varian ini—rasa pahitnya menusuk jiwa, namun memunculkan pemahaman terdalam.” Ia menatap panci tembaga mini Nian. “Jika kau berhasil, aku mau membantumu menstabilkan equasi rasa. Air kuil suci klanku bisa mengimbangi asam logam tersembunyi.”

Nian memandangnya ragu, namun sekilas menilai kesungguhan mata Lan’er. Ia mengangguk. Bersama, mereka merancang resep: memadukan Biji Neraka Orugalon dengan sari “Es Asam Mañana” untuk menetralkan getaran logam, serta menambahkan setetes “Emulsi Kayu Muda” agar Qi kayu melindungi tubuh juru masak dari efek gelap.

Saat menyiapkan bahan di sebuah meja batu panjang, tangan Nian dan Lan’er tanpa sengaja bersentuhan saat mengambil panci. Kedua pasang mata terbelalak sekejap, napas tertahan. Udara lorong seakan terhenti; satu detik kemudian, Lan’er menunduk pelan, pipinya merona. “Maafkan aku,” ucapnya lirih.

Nian menepuk mangkuk, mencoba tersenyum. “Tidak apa-apa, Siri… eh, Putri Lan’er.” Ia menahan detak jantungnya yang tak beraturan. Saat mereka bekerja, komunikasi melampaui kata—tangan menjalin bahan dengan ritme yang seirama, pandangan sesekali beradu, menyalakan api chemistry pertama.

Mereka menakar Biji Neraka: tiga butir hitam diletakkan di atas piring batu. Lan’er menuangkan sari es asam, sementara Nian memanaskan panci tembaga di atas arang “Kapur Langit”. Saat uap pertama mengepul, gelombang ungu samar menyapu lorong, menyebabkan beberapa pedagang menoleh.

Dengan gerakan bergantian—Lan’er memercikkan setetes emulsi kayu ke dalam panci, Nian mengaduk secara melingkar sambil memfokuskan Qi kayu—mereka menciptakan pusaran ganda: ungu dan hijau. Suara desis halus terdengar, dan bau pahit-asam tercium, namun bukan menyengat melainkan menenangkan.

Ketika waktu habis, Mak Nyan muncul kembali. Tanpa berkata apa-apa, ia mencicipi hidangan dari mangkuk batu. Sekali teguk, wajahnya berubah—rasa kagum yang sulit disembunyikan. Ia meneguk sekali lagi, lalu mengangguk pelan. “Langka. Kau berhasil menaklukkan esensi gelap dan memadukannya dengan Qi kayu. Varian ini konon hanya tumbuh di ladang neraka tertua.”

Baru saja Nian hendak bertanya tentang ladang itu, terdengar dentuman keras dari ujung lorong: pagelaran pedagang tiba-tiba dipadamkan cahaya, dan bayangan humanoid besar menutup jalan keluar. Sorot lampion berpendar ungu, menampakkan sosok bersenjata sendok besar—“Pengawal Neraka Perut”—dengan armor logam hitam timpang di lengannya.

Mak Nyan berbisik getir, “Mereka datang untuk mengklaim resep kita.” Dalam sekejap, puluhan makhluk rempah bersenjata menyerbu, meninggalkan percikan bubuk perak di udara—tanda mereka siap merebut Biji Neraka Orugalon.

Nian menggenggam sendok perunggu, tatapannya membara. Di sampingnya, Lan’er menyiapkan aura air suci. Di lorong Pasar Surgawi yang semula memikat, peperangan rempah baru saja dimulai—dan nasib Sekte, bahkan dunia kuliner surgawi, tergantung di ujung sendok.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!