Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Aluna terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas kepedulian yang ditunjukkan oleh Zayyan dengan senyumnya yang masih menyimpan rasa sakit. Aluna merasa kalau dengan menangis dan marah, tidak akan bisa menyembuhkan rasa kecewa dan juga sakit hati yang ia rasakan saat ini.
Toh tunangannya itu juga tidak akan mau untuk kembali padanya. Aluna sadar kalau di dunia ini, tidak akan seorang pun yang akan mau mencintai gadis yatim piatu yang diadopsi dari panti asuhan.
Kedua orang tua angkatnya sudah berulang kali mengatakan hal itu kepada Aluna dan sekarang, Aluna merasa kalau semua perkataan yang dikatakan oleh kedua orang tua angkatnya itu benar. Ia hanyalah seorang anak yang tidak pernah benar benar diinginkan.
"Tidak, aku tidak akan marah ataupun bersedih lagi. Semua itu sudah tidak ada artinya lagi untukku. Dunia ini, terlalu sempurna untuk ditinggali oleh seorang gadis yang tak diinginkan seperti ku. Terima kasih tuan, kau sudah mau menyelamatkan aku. Aku pamit pulang dulu." ucap Aluna yang kemudian beranjak pergi dari taman dengan langkahnya yang pelan dan gontai.
Zayyan yang masih khawatir dengan kondisi gadis itu, tanpa berpikir panjang langsung berlari menghampiri Aluna, menarik tangannya dan menuntunnya masuk ke dalam mobil kebakaran.
"Setelah apa yang barusaja kau lakukan hari ini di jembatan, aku tidak mungkin bisa membiarkanmu pulang dalam keadaanmu yang seperti itu. Biar ku antar kau pulang ke rumahmu untuk memastikan bahwa kau tidak akan lagi melakukan tindakan bodoh itu." ucap Zayyan yang kemudian menutup pintu mobil dan berlari ke sisi mobil untuk masuk dan bergegas menuju ke arah rumah Aluna.
Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah gadis itu, Zayyan sesekali mencuri pandang ke arah Aluna. Gadis itu masih diam tak bersuara, sementara tatapan matanya tampak kosong saat melihat ke arah luar jendela mobil.
...----------------...
Mobil pemadam kebakaran itu berhenti dengan pelan di depan sebuah rumah sederhana yang tampak agak redup, berdiri sendiri di pinggiran kota. Pagar kayunya sedikit lapuk, dan cat tembok rumah sudah mulai pudar seakan waktu ikut merenggut warnanya.
Zayyan mematikan mesin, lalu menoleh pada gadis yang duduk diam di sampingnya. Aluna masih menatap kosong ke luar jendela, seolah dunia di sekitarnya sudah tak lagi berarti.
Zayyan menarik napas dalam, mencoba menata kata-kata di benaknya sebelum akhirnya berkata, lembut namun penuh ketegasan,
“Hei… aku tahu kau mungkin berpikir tak ada lagi alasan untuk bertahan. Tapi percayalah, terkadang luka terbesarmu hari ini akan menjadi alasanmu tersenyum suatu hari nanti. Jangan menyerah, Aluna.”
Gadis itu menoleh perlahan, matanya yang bening tampak seperti kaca yang retak—rapuh, namun akan terlihat indah bila gadis itu bahagia. Ia tersenyum tipis, sekilas, sebelum kemudian membuka pintu dan melangkah keluar dengan langkah perlahan.
Zayyan menghela napas berat sambil memperhatikan punggung mungil itu berjalan ke arah pintu rumah. Ia sempat hendak menyalakan kembali mobilnya, namun tiba-tiba tubuhnya menegang saat melihat sesuatu.
Di halaman rumah yang gelap itu, dua sosok lain muncul entah dari mana.
Seorang pria berjas rapi dan seorang gadis muda dengan senyum sinis menunggu di dekat pagar. Aura ketidaknyamanan terasa kuat menguar dari mereka, bahkan dari dalam mobil pun Zayyan bisa merasakannya.
Sesuatu dalam hatinya berteriak—memaksanya untuk tidak pergi.
Dengan gerakan refleks, Zayyan mematikan lampu mobil, lalu turun diam-diam, bersembunyi di balik semak kecil di pinggir jalan, cukup dekat untuk mengamati tapi cukup jauh agar tak ketahuan.
Angin malam yang dingin berdesir pelan di antara mereka.
Zayyan menyipitkan mata, mencoba menangkap percakapan yang terjadi di antara tiga orang itu.
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/