Malam itu Rifanza baru saja menutup bagasi mobilnya sehabis berbelanja di sebuah minimarket. Dia dikejutlan oleh seseorang yang masuk ke dalam mobilnya.
Bersamaan dengan itu tampak banyak laki laki kekar yang berlari ke arahnya. Yang membuat Rifanza kaget mereka membawa pistol.
"Dia tidak ada di sini!" ucap salah seorang diantaranya dengan bahasa asing yang cukup Rifanza pahami. Dia memang aedang berada di negara orang.
Dengan tubuh gemetar, Rifanza memasuki mobil. Di sampingnya, seorang laki laki yang wajahnya tertutup rambut berbaring di jok kursinya. Tangannya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
"Antar aku ke apartemen xxx. Cepat!" perintahnya sambil menahan sakit.
Dia bukan orang asing? batin Rifanza kaget.
"Kenapa kita ngga ke rumah sakit aja?" Rifanza panik, takut laki laki itu mati di dalam mobilnya. Akan panjang urusannya.
"Ikuti saja apa kata kataku," ucapnya sambil berpaling pada Rifanza. Mereka saling bertatapan. Wajahnya sangat tampan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih berdua di unit Rifanza
Malik yang sedang meeting, terpaksa menghentikannya sejenak.
Om Eriel menelpon.
Ada apa, ya?
Dia menatap Haykal setelah meminta maaf pada peserta mesting yang untung saja usianya rata rata sama dengannya. Jadi dia ngga merasa terlalu segan.
"Bang Haykal, tolong teruskan sebentar, ya. Om Eriel menelpon, sepertinya penting."
"Oke."
Sepupunya langsung mengambil alih. Para peserta meeting fine fine aja.
Malik segera keluar sambil menerima telpon. Om.Eriel jarang menelponnya, karena itu dia menganggapnya pasti sangat penting.
"Ada apa, om?"
"Kamu kenapa mengkhianati, om?"
DEG
Jantung Malik berdebar keras.
Dia sudah ketahuan?
"Om sudah tau?" tanyanya sambil melonggarkan simpul dasi yang terasa mencekik lehernya.
"Hemm...."
Gara gara si jomblo matangi, batinnya jadi merasa bersalah juga.
"Kamu tau, kan, kalo Shaka mau om jodohkan?" Sementara Edna menutup mulutnya menahan tawa yang siap tersembur. Eriel mengedipkan sebelah matanya pada istrinya.
Eriel hanya pura pura saja marahnya.
"Tau, om. Tapi aku menduga gadis itu memang yang akan dijodohkan dengan bang Shaka. Begitu, kan, om?" tembak Malik langsung. Suaranya tetap tenang.
Kampret! Dia mirip sekali dengan Fazza, umpat Eriel dalam hati.
Sempat hening sebelum akhirnya terpecahkan oleh tawa Edna.
Malik lega karena dugaannya ngga salah.
Kamu beruntung, bang, ngga pake drama drama jodoh lo, batin Malik lega.
"Kamu juga tau kalo sekarang abangmu itu di kamar kekasihnya?"
Malik ngga mengiyakan, tapi dia hanya memperdengarkan tawa lepasnya. Dia yakin, Cito pasti sudah mengatakan semuanya.
"Rahasiakan, ya. Om dan tante mau ngegerebek dia," tegas Eriel.
"Siap, om."
Semoga kamu tetap selamat, bang, batin Malik dalam tawanya.
*
*
*
Shaka membuka matanya ketika dilihatnya langit di luar jendela apartemen nampak gelap.
Dia tersenyum melihat Rifanza masih terlelap. Perlahan dia bangkit dan membenarkan posisi tidur Rifanza.
Gadis itu tampak lelah.
Dia kemudian meraih laptopnya. Kemudian duduk bersandar di samping gadis itu.
Banyak kerjaan yang harus dia bereskan.
Rifanza membuka mata dan tatapannya bertautan dengan Shaka.
"Sudah malam," ucapnya perlahan, kemudian memiringkan tubuhnya menatap laptop Shaka.
"Kamu kerja?" tanya Rifanza lagi.
"Iya. Kamu terganggu, ya?"
Rifanza menggeleng. Dia pun duduk di samping laki laki itu.
Rifanza memegang kening Shaka. Hatinya merasa lega karena panasnya sudah normal.
Tapi jantungnya berdegup kencang ketika Shaka meraih. tangan itu dan mengecup punggung tangannya sangat lembut.
Rifanza sampai merinding.
Dia menarik tangannya di bawah tatapan lembut Shaka.
"Emm.... Kamu mau aku masakin apa? Atau mau makan pempeknya? Akan aku hangatin," tanyanya gugup.
"Pengen makan nasi, sih."
"Oke. Kamu pernah makan tongseng?" tawar Rifanza memberi alternatif.
"Pernah. Kamu bisa masaknya?" Shaka malah balik bertanya.
"Bisa. Aku em.... ke dapur dulu, ya."
Lebih baik menghindar, batin Rifanza sambil menjauh dari Shaka yang masih terus menatapnya.
Rifanza memegang dadanya begitu dia tiba di luar kamar tidurnya. Debarnya msih sangat cepat.
Dia pun menghembuskan nafas berkali kali sebelum pergi ke dapur.
Setelah setengah jam berlalu Rifanza merasa sangat lega karena Shaka tidak datang mengganggunya. Jadi dia bisa masak dengan tenang.
Sekarang dia sedang membuat sambal sambil menunggu tongsengnya matang. Nasi juga sudah dia siapkan.
Rifanza tersenyum ketika mencicipi rasa tongsengnya.
Sudah pas..Semoga dia suka.
Baru saja dia menoffkan kompor listriknya, satu gelungan tangan mampir di perutnya.
'Baunya harum," bisik Shaka sambil menjulurkan tangannya pada sendok yang digunakan Rifanza mencicipinya tadi.
Rifanza sampai menahan nafas.
"Ummh.....rasanya enak sekali," puji Shaka setelah mencicipinya
Rifanza memirngkan tubuhnya hingga dia menghadap Shaka.
"Kamu suka?" Rifanza mengambil sendok di tangan Shaka dan meletakkannya di tempatnya semula.
"Suka banget," senyum Shaka sambil menatap lekat wajah di depannya. Terutama bibirnya.
Tenang Shaka. Tahan, hatinya terus menguatkan.
"Kita makan sekarang?" Rifanza tau apa yang diinginkan Shaka. Mata laki laki itu sudah berkabut.
Dia agak menjauhkan laki laki itu dengan pipi merona.
Shaka mengerti. Dia tau Rifanza belum menginginkannya lagi. Dia tidak akan memaksa perempuannya.
Shaka mengangkat panci kecil yang berisi tongseng itu ke atas meja. Sementara Rifanza menyiapkan piring.
Ketika dia sedang berjinjit, untuk mengambil piring yang letaknya cukup tinggi di atasnya, satu tangan sudah membantunya.
"Minta tolong, dong, nona."
Rifanza membeku sejenak ketika Shaka mengecup sekilas pipinya.
"Kamu buat bakwan jagung juga. Hemm.... Rasanya enak, krenyes," puji Shaka setelah menggigit bakwan jagungnya.
Rifanza baru bisa bergerak, baru sadar dari keterdiaman dia tadi.
Jangan tanya jantungnya. Sudah ngga karuan rasanya.
"Syukurlah."
"Kamu ngga cape?" Shaka memijat lembut pundak Rifanza setelah gadis itu duduk.
"Enggak capek, kok," senyum Rifanza. Tapi dia akui pijatan Shaka lumayan juga.
"Kamu sering pijat siapa aja?" pancingnya dan entah kenapa bayang bayang gadis cantik yang selalu melakukan kontak fisik dengan laki laki ini muncul begitu saja dan membuatnya mendadak.merasa kesal.
"Mami... Beliau sering pegal pegal kalo setelah masak. Katanya maklum saja sudah tua," kekeh Shaka masih terus memijat Rifanza.
"Oooh....," senyum Rifanza mengembang begitu saja dan perasaan cemburunya menguap tanpa sisa.
Mami, ya.
"Kita makan sekarang saja. Aku sudah enakan. Terimakasih, ya."
"Jangan sering berterimakasih. Sudah kewajiban aku membuat kamu baik baik saja."
Desir halus menyelimuti hati Rifanza. Laki laki itu selalu saja bisa membuatnya melayang.
"Besok pagi aku akan ke kantor. Kamu mau jenguk mama kamu?"
"Iya. Papa juga akan mengurus beberapa urusan kerjaannya di sini."
"Oke. Kita bisa berangkat bareng."
Rifanza mengangguk.
Shaka mengambil sehelai tisu dan mengusapkannya di salah satu ujung bibir Rifanza.
"Maunya pake bibir, sih," kerlingnya menggoda ketika melihat kegugupan di wajah Rifanza.
Rifanza berdecak halus umtuk mengusir kegugupannya. Shaka malah tertawa.
"Kamu beneran istri idaman, Rifa," puji Shaka apa adanya.
Cantik, pintar dan jago masak, Shaka merasa sangat beruntung.
Shaka membawa piringnya ke tempat cuci piring untuk membebaskan kegugupan Rifanza.
Dia sendiri pun sedang menenangkan gejolak perasaannya. Juga adik kecilnya.
Saat Rifanza datang dengan piring kotornya, Shaka langsung meraihnya.
"Biarkan aku saja. Kamu jangan di sini, aku khawatir khilaf."
*
*
*
"Eriel dan Edna ke Amsterdam?" tanya Nathan ketika mengunjungi Fazza di perusahaannya.
"Ya. Mau mengatur perjodohan Shaka," sahut Fazza santai.
"Yakin Shaka ngga akan menolak?" Nathan tersenyum mengejek.
"Mungkin berhasil." Tadi Malik sudah bercerita padanya.
"Oh ya? Kamu tau sesuatu, ya?" tebak Nathan yakin.
Fazza menanggapinya dengan tawa halusnya.
"Apa pun yang kamu tau, aku berharap Shaka cepat menikah."
Ya, dia pasti akan segera dinikahkan, batin Fazza yang masih saja tertawa pelan.
jangan terlalu larut dgn masalah Shella..
1 hari untuk meratapi Sheila, 1 hari merenung dan 1 hari ambil keputusan yg tepat.. jadi cukup 3 hari saja..
hempaskan istri toxic.. istri dijalan banyak berjejer tp keluarga saudara , orangtua hanya itu yg kita punya.. semangat Shakti _ Abigai/Heart/l..
Dan sheila terlalu percaya diri kalau masih d harapkan shakti..mungkin dia lupa kalau selama bersama hanya memberi luka pda suaminya.
penyok deh tu pipinya 🤣🤣
moga 3 tamparan itu bs bkin otaknya rada bener