Soal keturunan memang kerap menjadi perdebatan dalam rumah tangga. Seperti yang terjadi dalam rumah tangga Hana.
Hubungan yang sudah dibangun selama 10 tahun, tiba-tiba hancur lebur dalam satu malam, saat suaminya mengatakan dia sudah menikahi wanita lain dengan alasan keinginan sang mertua yang terus mendesaknya untuk memiliki keturunan.
"Jangan pilih antara aku dan dia. Karena aku bukan pilihan." -Hana Rahmania.
"Kalau begitu mulai detik ini, aku Heri Hermawan, telah menjatuhkan talak kepadamu, Hana Rahmania, jadi mulai detik ini kamu bukan istriku lagi." -Heri Hermawan.
Namun, bagaimana jika setelah kata talak itu jatuh, ternyata Hana mendapati dirinya sedang berbadan dua? Akankah dia jujur pada Heri dan memohon untuk kembali demi anak yang dikandung atau justru sebaliknya?
Jangan lupa follow akun sosmed ngothor
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
salam anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Dibanding-bandingkan
Pulang dari toko kue Hana memutuskan untuk beristirahat sejenak di kamarnya. Hingga menjelang siang, Hana mendengar gedoran pintu yang cukup kuat. Dia yang sedang tidur lantas terbangun, karena terkejut.
"Hana, buka pintunya!" teriak Mamah Saras karena pintu kamar itu terkunci. Kalau tidak, wanita paruh baya itu pasti sudah masuk tanpa izin.
Mendengar itu Hana langsung berjalan dengan tergesa. Dia membuka benda persegi panjang itu dan langsung disuguhi wajah ibu mertuanya.
"Teman-teman Mamah sebentar lagi mau datang, kamu malah enak-enakan tidur. Bantu Mamah menyiapkan semuanya!" cetus Mamah Saras dengan tatapan yang selalu tajam.
"Maaf, Mah, tadi aku—"
"Mamah tunggu di dapur!" potong Mamah Saras tak ingin mendengar alasan apapun.
Hana yang masih setengah sadar, merasa sedikit pusing. Dia menggeleng-gelengkan kepala seraya mengambil kuncir rambut.
Tiba di dapur dia langsung menata kue ke dalam piring-piring cantik. Dia juga membuatkan minum, karena nyatanya Mamah Saras tidak mengerjakan apa-apa. Sedari tadi wanita paruh baya itu hanya mengatur agar Hana melakukan ini dan itu.
"Sepertinya teman Mamah sudah ada di depan. Nanti langsung bawa ke ruang tamu saja ya," ujarnya setelah mencuci tangan.
"Apakah aku perlu mengeluarkan buah?" tanya Hana.
"Boleh, jangan lupa dikupas dulu!"
"Iya, Mah. Nanti Hana bawakan semuanya."
"Bagus."
Lantas Mamah Saras berjalan ke depan dan menyambut teman-teman sosialitanya. Para wanita kaya raya itu langsung memenuhi sofa, dan Hana datang untuk menyuguhkan makanan dan minuman.
"Jeng, ini istri Heri atau bukan sih?" tanya salah satu teman Mamah Saras sambil menatap Hana dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Eum iya, Jeng. Memangnya kenapa?" tanya Mamah Saras bermuka manis.
"Oh aku kira istrinya Heri masih bekerja. Ternyata cuma jadi ibu rumah tangga ya, padahal kan belum punya anak, kenapa mesti berhenti? Menantu saya saja bekerja terus walaupun sudah menikah dan punya anak. Ya setidaknya kan kalau sudah menikah berinvestasi untuk masa depan, apalagi kalau sudah ada buntut," jelasnya mulai mengeluarkan perbandingan. Seolah yang paling hebat adalah orang yang paling kaya.
Sepertinya Hana harus menebalkan telinganya agar tidak perlu mendengar hinaan-hinaan yang akan segera keluar dari mulut-mulut sampah itu.
Sudah cukup ibu mertuanya menginjak-injak harga dirinya.
"Iya, Jeng, kasihan kan Heri harus mencari uang sendiri. Lagi pula sudah lima tahun kok belum hamil-hamil, aneh ya," timpal yang lain. Membuat Mamah Saras merasa malu.
"Eum iya, Jeng. Memang maunya Hana seperti itu, jadi ya sudah Heri hanya bisa mengiyakan saja permintaan istrinya," jawab Mamah Saras, membuat Hana semakin merasa jengkel.
Padahal itu adalah kesepakatan bersama. Heri yang memintanya tidak bekerja.
"Aduh-aduh, memang enak sih di rumah, cuma tinggal ongkang-ongkang kaki saja sudah dapat uang."
Hana menahan nafasnya, sekuat tenaga dia berusaha untuk tidak terlihat lemah. Bertahan dengan Heri adalah pilihannya, jadi dia harus terima konsekuensinya.
"Aku yang setiap hari membereskan rumah ini, memasak dan juga melayani suami dan ibu mertuaku, Tante. Jadi aku tidak diam saja," jawab Hana yang tak tahan ingin bicara. Hal tersebut membuat tawa semua orang menghilang, begitu juga dengan Mamah Saras yang langsung menatap tajam.
"Jaga bicaramu, Hana!" cetus Mamah Saras penuh dengan penekanan.
"Eh terus bagaimana dengan anak angkatmu, Jeng? Dengar-dengar dia naik jabatan jadi kepala divisi ya?" Mereka mulai mengalihkan pembicaraan. Karena melihat air muka Hana yang sudah berubah.
"Oh, Mayang? Iya, dia tinggal di apartemen bagus dan karirnya semakin cemerlang. Ya namanya juga gadis pintar, dia bisa memanfaatkan peluang," balas Mamah Saras, membanggakan anak dari saudara jauh yang dia asuh dari kecil. Jadi orang-orang menganggap Mayang sebagai anak angkat Mamah Saras.
Namun, semenjak bekerja Mayang sudah tidak tinggal di rumah.
"Mah, aku pamit ke dapur lagi, kalau ada apa-apa Mamah panggil aku saja," sela Hana, karena dia tidak ingin mendengar lebih jauh lagi. Pasti ujung-ujungnya dia akan dibandingkan terus dengan Mayang atau menantu-menantu yang lainnya.
Setelah kepergian Hana, salah satu teman Mamah Saras menyeletuk.
"Hih, menantumu itu baperan sekali."
****
Jam kerja Heri telah habis. Akan tetapi sebelum pulang dia mendapat telepon dari ibunya. Mungkin wanita itu ingin menitip sesuatu.
"Halo, Mah? Ada apa menelponku, sebentar lagi aku akan pulang," ujar Heri saat pertama kali telepon itu tersambung.
"Her, katanya Mayang ingin mengajakmu makan malam di luar untuk merayakan keberhasilannya. Jemput dia di tempat kerja yah," jawab Mamah Saras, yang sebenarnya dia ingin memuluskan rencana untuk mendekatkan Heri dengan Mayang.
Tidak peduli dengan perasaan Hana, yang Mamah Saras inginkan hanyalah seorang menantu yang bisa dia banggakan dan juga menghasilkan seorang anak.
Dan pilihannya jatuh pada anak angkatnya sendiri. Semalam dia sudah mengatakan itu semua pada Heri, dan pria itu hanya bergeming.
Alhasil Mamah Saras mengartikan bahwa sang putra setuju dengan idenya.
"Tapi, Mah, bagaimana dengan Hana? Aku harus membuat alasan seperti apa kalau dia bertanya?"
"Halah, si Hana biar jadi urusan Mamah. Kamu tinggal bilang lembur, dan yang penting kamu habiskan waktu dengan Mayang malam ini," ujar Mamah Saras.
Heri menghela nafas. Dia tidak tahu apakah ini pilihan yang tepat? Yang jelas dia tidak bisa membantah apa yang sudah dikatakan ibunya. Semua itu seperti sebuah kalimat final.
"Ya sudah aku jemput Mayang sekarang," ujar Heri dengan pasrah. Karena dia memang menurut sekali dengan ibunya.
Mendengar itu senyum di bibir Mamah Saras langsung mengembang. Karena sepertinya rencana dia akan berjalan dengan lancar.
"Nah, begitu dong, hati-hati ya, Sayang dan selamat bersenang-senang. Teleponnya Mamah tutup," balas Mamah Saras dan langsung diiyakan oleh Heri.
Setelah panggilan itu benar-benar terputus, Mamah Saras langsung menyeringai penuh.
"Sebentar lagi Hana akan tersingkirkan, dengan terus membuatnya sakit hati, aku yakin dia akan mundur secara perlahan," gumam wanita paruh baya itu sambil melipat kedua tangannya di depan dada, entah hatinya terbuat dari apa sampai tega memperlakukan Hana sebegitunya.
🤭🤭🤣🤣🤣🤣🤣🤣🏃🏃
liat Hana d'jadikan istri oleh El...
dan kejang² pas tau klo El pemilik perusahaan...
dan saat itu terjadi., Aku akan mentertawaknmu layangan
wah ini berita bagus untuk nya bukan kah dia msh mengharap kan Hana 🤭
selamat hari Raya idul Fitri mohon maaf lahir dan batin untuk semua readers dan othor kesayangan Nita mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰🤗
Bagus han? aku suka gaya eloo...pokoknya siapapun yang berani nyakitin kamu, bls han? lawan..jangan pernah diam saja dan mempersilahkan orang lain menginjak-injak harga dirimu.
makasih ya thor masih nyempatin buat up😁
dan buat nyonya sarah kita tunggu reaksi mu saat tau menantu yg di inginkan tak sebaik menantu yg kau sia"kan 😅😅