"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"
Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.
Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 04 Aku Mau Putus
Nayla, Dafa, Tania, Alika, Rion, dan Arel serempak menoleh. Pandangan mereka tertuju pada seseorang yang kini berdiri di samping meja mereka. Nayla, Tania, dan Alika menelan ludah dengan sulit di saat bersamaan. "P-pak Rayyan," gumam Tania dan Alika hampir bersamaan.
Dafa melirik dua sahabat Nayla. "Jadi ini guru baru yang kalian maksud tadi?" ucap Dafa dengan gaya angkuhnya. Ia memandang Rayyan dengan sorot mata tanpa gentar.
"Bisa ulangi apa yang baru saja kamu katakan tadi?" ucap Rayyan dengan nada dingin, tatapannya menusuk tajam ke arah Dafa.
"Bukankah Anda sudah dengar tadi? Sudah jelas 'kan apa yang saya ucapkan? Saya tidak mau Anda menghukum pacar saya," sahut Dafa sambil melingkarkan lengannya di bahu Nayla.
Tatapan Rayyan makin tajam ke arah Dafa, terutama saat melihat tangan Dafa memeluk bahu Nayla. "Memangnya kenapa kalau saya menegur murid saya? Terlebih jika murid itu gagal menyelesaikan tugas dari saya? Itu tanggung jawab yang harus dia hadapi," jawab Rayyan sambil menatap Nayla dengan tajam.
"Tapi, saya kira saya tau alasan kenapa dia tidak mengerjakan tugas itu." Rayyan menghentikan ucapannya sejenak.
"Itu karena dia terlalu sibuk pacaran. Jika kamu tidak ingin pacarmu bermasalah, sebaiknya kalian berhenti berpacaran terus-menerus. Apa sih yang kalian dapat dari pacaran? Dosa, dan mungkin saja kalian tidak lulus. Jangan lupa, kalian sudah di kelas 3!" ucap Rayyan memberi peringatan, meski di dalam hatinya bergemuruh karena melihat istrinya disentuh pria lain.
"Apa urusan Anda! Saya bisa bayar urusan kelulusan saya nanti. Jadi, jangan campuri urusan saya! Lagi pula, Anda ini cuma guru Matematika, bukan ustaz! Ha ha ha ha! Iya kan teman-teman?" kata Dafa sambil melirik Rion dan Arel.
Dafa memang anak donatur sekolah, sombongnya bukan main.
"Kalau saya tetap mau menghukum pacarmu, kamu mau apa?" tantang Rayyan dengan tatapan tajam.
"Saya akan pastikan Anda dipecat dari sekolah ini!" jawab Dafa, balas menatap tajam Rayyan.
Sementara itu, Nayla hanya bisa menunduk, menelan ludah dengan berat. Ia terjebak di antara dua lelaki penting di hidupnya: pacarnya dan suaminya. Meski belum mencintai Rayyan, status suami tetaplah suami.
Rayyan tak mengalihkan pandangannya dari Dafa. "Silakan coba. Kalau kamu berhasil memecat saya, saya janji tidak akan menghukum dia lagi," ucap Rayyan menantang.
"Oke! Kita lihat besok, Anda pasti sudah tidak ada di sekolah ini!" seru Dafa penuh percaya diri.
"Saya tunggu," balas Rayyan santai.
Rayyan berbalik, hendak pergi. Namun, ia berhenti dan kembali memandang Nayla. "Dan kamu! Ikut saya sekarang! Bu Ike sedang menunggu di kantor," ucapnya tegas.
"Memangnya ada urusan apa Pak?" tanya Nayla heran karena merasa tidak ada masalah dengan guru BK itu.
"Tanya sendiri nanti," jawab Rayyan singkat sambil berjalan lebih dulu.
"Ada apa sih, Nay?" tanya Tania cemas. Nayla menggeleng pelan.
"Kamu ada masalah biaya sekolah?" tanya Dafa dengan nada lembut.
Nayla hanya menggeleng lagi. "Gue ke Bu Ike dulu, ya, guys," pamit Nayla, bangkit dari duduknya, meninggalkan siomay yang belum disentuh, dan membawa buku catatan Rayyan.
Nayla mempercepat langkahnya mengejar Rayyan yang sudah berjalan lebih dulu. Namun, saat tiba di lorong sepi dekat ruang Bu Ike, Rayyan tiba-tiba berbalik dan menarik Nayla masuk ke ruangan kosong.
Nayla kaget bukan main. Ia mengerjapkan matanya berulang kali. "Ka-kakak mau ngapain?" tanya Nayla cemas.
"Sudah kubilang, jaga sikap kamu! Sekarang terima akibatnya!" ucap Rayyan dingin. Ia menarik tengkuk Nayla dan mengecup bibir gadis itu untuk pertama kalinya.
Mata Nayla membelalak, syok berat dengan tindakan suaminya. Rayyan pernah berjanji tidak akan menyentuhnya sampai lulus. Tapi kini? Pria itu mencium bibirnya dengan kasar.
Nayla merasakan matanya panas. Ia ingin mendorong Rayyan dan berteriak. Tapi bagaimana jika orang-orang mendapati Rayyan menciumnya? Mereka tak akan percaya bahwa Nayla adalah istrinya, malah akan mengira Rayyan melecehkannya.
Rayyan terus mencium Nayla. Perlahan, ciumannya menjadi lebih lembut. Nayla pun mulai hanyut dalam ciuman suaminya itu.
Rayyan menikmati momen itu, apalagi setelah merasakan Nayla mulai larut. Namun, tak lama ia menyadari Nayla mulai kesulitan bernapas. Akhirnya, Rayyan melepaskan ciumannya.
Rayyan menatap Nayla dalam-dalam. "Itu hukuman buat kamu yang membiarkan pria lain menyentuh tubuhmu!" ucap Rayyan tegas.
"Kalau saya lihat lagi ada pria lain menyentuhmu, jangan salahkan saya kalau hukumannya akan lebih dari ini," lanjut Rayyan.
"Apa maksudnya?" tanya Nayla polos.
"Saya akan buat kamu hamil sebelum kamu lulus sekolah. Jadi lebih baik kamu segera putuskan dia, kalau kamu masih mau sekolah!" ucap Rayyan penuh tekanan.
Nayla membelalak, terkejut. "Ka-kakak jangan bercanda!"
"Saya tidak sedang bercanda! Jadi, lakukan apa yang saya bilang. Sekarang pergi, jam pelajaran sudah mulai," ucap Rayyan, lalu membalikkan badannya.
Nayla tetap berdiri diam memikirkan ancaman suaminya. Namun, perlahan ia melangkah keluar dari ruangan itu, menuju kelasnya dengan pikiran kacau.
Nayla menggigit bibirnya yang masih terasa bergetar akibat ciuman tadi. Ia terus memikirkan kejadian itu hingga tanpa sadar sudah sampai di depan kelas.
"Kamu kenapa masih di luar Nayla? Kenapa tidak masuk kelas?" tanya Bu Nita, guru Bahasa Indonesia.
Nayla terkejut, lalu memandang Bu Nita. "Maaf, Bu. Saya tadi dari toilet," jawab Nayla dengan gugup.
"Apa kamu sedang kurang sehat?" tanya Bu Nita lagi.
Nayla cepat-cepat menggeleng. "Kalau begitu, segera masuk, pelajaran akan dimulai," perintah Bu Nita.
"Baik Bu."
Nayla melangkah masuk ke kelas diiringi Bu Nita. Tania dan Alika yang melihat Nayla langsung bingung, bagaimana bisa sahabatnya masuk bersamaan dengan guru. Namun, rasa penasaran mereka terhenti saat melihat wajah Nayla yang terlihat muram dan pucat.
"Lo kenapa Nay?" tanya Alika dengan cemas.
Nayla hanya menggeleng. "Gue gak kenapa-kenapa."
"Apa lo habis dimarahin Bu Ike?" tebak Tania penasaran.
Nayla hendak menjawab, namun urung karena Bu Nita menegur mereka untuk fokus pada pelajaran.
KRIIINNGGG!!
Bel pulang sekolah berbunyi, menandakan pelajaran selesai. Siswa-siswi segera berhamburan keluar, termasuk Nayla dan kedua sahabatnya.
"Lo kenapa sih Nay?" tanya Alika yang terus memperhatikan Nayla yang tampak aneh.
Nayla menggeleng pelan. "Gue gak apa-apa, kok," jawab Nayla lemas.
Alika dan Tania saling pandang, kemudian menghela napas bersamaan. "Nay, kalau ada masalah jangan dipendam sendirian," ucap Alika dengan lirih.
"Iya Nay. Kita udah temenan lama, lo pasti tau kita gak bakal nyebarin masalah lo," sambung Tania.
Nayla menarik napas panjang. "Bukan gue gak percaya sama kalian, tapi masalah ini berat banget buat gue ceritain."
"Ini pasti tentang nyokap tiri lo ya?" tebak Alika.
Nayla mengembuskan napas dan menggeleng. "Kalau bukan nyokap tiri, lalu masalah apa Nay?"
"Itu ...gue... sebenarnya..."
"Nayla!" suara Dafa memotong ucapan Nayla, membuat Tania dan Alika mendengus kesal.
Nayla menatap Dafa yang kini sudah berdiri di depannya. "Jalan yuk!" ajak Dafa santai.
"Maaf Daf aku gak bisa. Aku harus belajar materi Pak Rayyan."
"Udah, lupakan tugas dari Pak Rayyan . Besok dia pasti gak ngajar lagi," ucap Dafa yakin.
"Jangan terlalu percaya diri Daf. Masih ada kemungkinan Pak Rayyan tetap ngajar," balas Alika ketus.
"Percaya deh, besok dia pasti out."
Tania dan Alika hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Yuk lah, Nay. Udah lama kita gak jalan, masa kamu nolak terus?" rayu Dafa.
"Maaf Daf. Aku beneran gak bisa."
Dafa mendengus kesal. "Ya udah deh."
"Maaf ya Daf."
Dafa berpura-pura marah dan berbalik pergi. Ia yakin Nayla pasti akan memanggilnya.
"Dafa!"
"Tuh kan?" batin Dafa sambil tersenyum. Ia berbalik menatap Nayla.
"Ada apa?" tanyanya.
"Aku mau bicara," ucap Nayla serius.
"Bicara aja," balas Dafa lembut.
Nayla melihat sekeliling. "Jangan di sini, yuk ke taman," ajaknya.
Dafa mengangguk. Mereka berjalan menuju taman.
"Kalian tunggu di sini dulu ya, gue mau bicara sama Dafa," pesan Nayla pada Tania dan Alika.
Tania dan Alika mengangguk, lalu menatap kepergian mereka. "Kira-kira mau bicara apa ya?" tanya Tania penasaran.
"Mana gue tau, harusnya tadi lo nanya langsung ke Nayla," jawab Alika datar.
"Lo nih!" dengus Tania kesal.
Berpindah ke Nayla dan Dafa, kini mereka berdiri di bawah pohon rindang di taman sekolah.
"Mau ngomong apa, Nay?" tanya Dafa.
Nayla menarik napas dalam, lalu menghembuskannya. "Aku mau kita putus."
Jleder!
Bagai disambar petir, hati Dafa remuk. "Apa? Kamu bilang apa Nay?" tanya Dafa tak percaya.
"Aku mau putus."
Dafa menggeleng cepat. "Kenapa? Selama ini hubungan kita baik-baik saja, kenapa tiba-tiba kamu minta putus?"
"Maaf Daf. Ini yang terbaik buat kita. Kita beda Daf. Aku gak mau kamu menyesal nanti."
Dafa menggeleng kuat-kuat. "Gak! Aku sayang kamu Nay. Aku gak mau putus!"
"Tapi aku tetap mau kita putus Daf. Kita ini seperti air dan minyak, gak akan bisa bersatu."
Dafa menggenggam tangan Nayla erat. "Apa ini gara-gara bokap kamu yang gak suka sama aku?"
Nayla diam, menunduk. Saat hendak menjawab, matanya bertemu dengan tatapan tajam Rayyan dari kejauhan. Ia panik, buru-buru melepas genggaman tangan Dafa.
"Maaf Daf. Aku gak bisa bilang alasannya. Tapi kalau kamu benar-benar sayang aku, kamu harus ngerti. Maaf."
Nayla langsung berlari pergi, meninggalkan Dafa yang mengepalkan tangan dan menatap punggung Nayla yang makin menjauh.