Pulang Ke Indonesia. Arcilla Armahira harus mendapatkan tugas dari Kakeknya seorang Pengusaha kaya raya yang dikenal sangat dermawan dan selalu membantu orang kecil. Tetapi siapa sangka pria 70 tahun itu sering mendapatkan ancaman.
Sampai pada akhirnya terjadi insiden besar yang membuat Mizwar diserang oleh musuh saat mengadakan konferensi pers. Kericuhan terjadi membuat banyak pertumpahan darah.
Mizwar dilarikan ke rumah sakit. Arcilla mendapat amanah untuk menjalankan tugas sang Kakek.
Keamanan Arcilla terancam karena banyak orang yang tidak menyukainya seperti kakeknya yang ingin menyingkirkannya. Pengawal pribadi Mizwar yang selalu menemaninya dan mengajarinya membuat Arcilla merasa risih karena pria itu bukan mahramnya.
Sampai akhirnya Arcilla meminta kakeknya untuk menikahkannya dengan pengawalnya dengan alasan menghindari dosa.
Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka ditengah persaingan bisnis?
Apakah keduanya profesional meski sudah menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Sama-Sama Canggung
Cilla duduk dengan memeluk kedua lututnya melihat Rasyid yang masih sibuk dengan api unggun, hujan tidak terlalu deras tetapi cuaca sangat dingin di malam hari. Penerangan merek hanya menggunakan bulan yang terang dan juga api sebagai penghangat.
"Kamu sudah mendapatkan informasi berapa banyak korban atas kejadian tadi?" tanya Cilla.
"Jangan terlalu memikirkan berapa nyawa yang pergi. Semua orang yang bekerja dengan Pak Mizwar sebelumnya sudah diberitahu resiko seperti apa yang dihadapi. Bukan hanya dengan Pak Mizwar dengan pejabat atau orang-orang yang harus dilindungi juga memiliki resiko yang sama," jawab Rasyid.
"Apa termasuk harus mengorbankan nyawa?" tanya Cilla.
"Benar," jawab Rasyid.
"Tetapi tetap saja kasihan mereka dan bagaimana dengan keluarga mereka yang menunggu, tiba-tiba saja sudah mendapat kabar berita buruk," ucap Cilla.
"Saya sudah mengatakan sebelumnya itu adalah resiko dalam pekerjaan, mereka mengambil pekerjaan itu bukan hanya asal mengambil tetapi dengan pertimbangan dan risiko untuk tidak bertemu dengan keluarga," jawab Rasyid.
"Lalu bagaimana dengan kamu? Bagaimana keluarga kamu?" tanya Cilla.
Rasyid menoleh ke belakang melihat serius istrinya.
"Aku tidak menemukan apapun tentang keluarga kamu?" Kakek juga tidak memberitahu apapun tentang kamu," ucap Cilla.
"Kerena memang tidak perlu untuk memberitahu apapun dan ada gunanya menceritakan," jawab Rasyid singkat.
"Se private itu sampai tidak ingin memberitahu apa-apa, padahal aku istrinya," batin Cilla dengan wajah cemberut.
Rasyid duduk di hadapan Cilla dan membuka tas ransel. Rasyid ternyata masih sempat membawa makanan.
"Makan hanya 1, kita tidak tahu berapa lama berada di hutan ini," ucap Rasyid membuat Cilla menghela nafas.
"Bisa-bisanya. Aku hanya di jatah satu potong roti," keluh Cilla, tetapi mau tidak mau dengan terpaksa mengambil roti tersebut. Karena perutnya juga keroncongan.
"Kamu tidak makan?" tanya Cilla.
"Saya tidak lapar, dalam keadaan darurat jika tidak lapar maka tidak makan, karena jika lapar makanan belum tentu ada," jawab Rasyid.
"Terserah kamu saja," sahut Cilla menghela nafas dan memakan roti tersebut.
Semakin malam hujan semakin deras. Rasyid mematikan api unggun mereka, karena itu bisa menjadi petunjuk untuk orang yang mengejar mereka.
Cilla masih berada di dalam tenda dan terlihat kedinginan. Rasyid memasuki tenda dan kemudian menutup tenda persegi itu.
Cilla tiba-tiba saja gugup dengan kesulitan menelan ludah, bagaimana tidak jika tempat itu sangat kecil dan mereka berdua harus berada di dalamnya.
Rasyid tiba-tiba saja membuka jasnya dan bahkan kancing bagian atas kemejanya.
"Kamu mau apa?" tanya Cilla panik dengan mata melotot.
Rasyid mengerutkan dahi dengan kebingungan reaksi istrinya itu dan ternyata dia hanya memberikan jasnya.
"Kamu pikir aku akan berbuat aneh-aneh?" Rasyid menimpali kembali pertanyaan itu.
Cilla salah tingkah dan mengambil jas itu dengan cepat.
"Jangan berpikiran buruk, saya juga tidak tertarik untuk melakukan hal itu jika tidak diminta," ucapnya dengan mengendus nafas membuat Cilla mengerutkan dahi.
"Nggak usah macam-macam!" tegas Cilla memberi peringatan.
Rasyid justru tersenyum miring melihat kepanikan istrinya itu.
Cilla semakin kesal melihat tingkah suaminya itu seolah mengejek dirinya yang salah tingkah sejak tadi dan apalagi sudah terlalu percaya diri.
"Tidurlah!" Rasyid meletakkan ransel sebagai bantal Cilla.
Cilla dengan cepat membaringkan tubuhnya dan menggunakan selimut sebagai jas Rasyid. Cilla melihat suaminya masih senyum-senyum tidak jelas membuatnya kesal dengan memiringkan tubuh membelakangi Rasyid.
Rasyid ternyata tidak tidur dan cukup bersandar pada pohon yang memang dijadikan penguat dari tenda itu.
Rasyid membuka laptop yang masih sempat dia bawa.
"Apa ada sinyal?" batin Cilla mengangkat kepalanya sedikit untuk mengintip apa yang dilakukan suaminya.
"Kamu membutuhkan sesuatu?" tanya Rasyid ternyata menyadari pergerakan Cilla membuat Cilla panik dan kembali meletakkan posisi tubuhnya dan berpura-pura tidak melihat Rasyid dan lagi-lagi Rasyid hanya tersenyum miring.
Dratt-drattt-drattt.
Ponsel Rasyid berdering membuatnya menoleh ke arah ponsel tersebut dengan nomor panggilan tanpa nama. Sepertinya dugaan Cilla benar, bahwa sinyal mungkin sudah ada.
Rasyid tidak mengangkat telepon itu dan melihat ke arah Cilla yang tidak bergerak sama sekali dan kemungkinan sudah tidur. Rasyid mengetik pesan dengan jarinya yang sangat cepat dan kemudian menyimpan ponselnya kembali.
****
Malam sudah terlewatkan dengan mentari pagi yang kembali tiba. Tanpa mereka sadari ternyata tadi malam Rasyid tidak mampu tidur dengan posisi terduduk yang membuatnya juga berbaring di samping Cilla.
Siapa sangka posisi mereka berdua sedekat itu dengan keduanya saling berhadapan satu sama lain tanpa Cilla sadari jika Rasyid memegang tangan Cilla yang berada di depan wajahnya.
Perlahan mata keduanya sama-sama terbuka, suami istri itu memang sama-sama kompak terbangun.
Tidak sama-sama kaget, justru betah saling melihat satu sama lain dengan kesulitan menelan saliva.
Tetapi dengan cepat Cilla tersadar dalam situasi itu dan membuatnya dengan cepat duduk melepaskan tangannya dari Rasyid.
"Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan!" tegas Cilla.
Rasyid membuang nafas perlahan ke depan.
"Saya minta maaf," ucap Rasyid kemudian juga langsung duduk.
"Saya juga tidak menyadari bahwa akan tertidur di samping kamu, sungguh itu bukan disengaja," ucap Rasyid menjelaskan.
Cilla tidak merespon dan hanya menghela nafas saja.
Terjadi kecanggungan di antara mereka, untuk mengalihkan situasi canggung itu membuat Rasyid berdiri dan kemudian membuka tenda dan terlihatlah matahari yang begitu terik dan tanah yang masih basah karena bekas hujan.
Rasyid langsung keluar dari tenda tersebut.
"Bagaimana kabar yang lainnya? Apa mereka sudah sampai Jakarta?" tanya Cilla.
"Aku sudah mendapat kabar dari Metta, mereka sudah sampai Jakarta. orang yang ada di dalam truk tewas dan berapa orang luka-luka. Tidak terjadi hal besar karena incaran mereka tidak ada di sana," jawab Rasyid.
"Syukurlah jika mereka sudah sampai Jakarta," sahut Cilla dengan menghela nafas. Tetapi tetap saja dia sedih karena mendengar ada yang menjadi korban akibat insiden itu.
"Lalu bagaimana dengan kita?"
"Apa musuh masih mengejar kita sampai sini?" tanya Cilla.
"Sampai saat ini kita berdua masih aman. Itu artinya mereka belum menemukan kita. Tetapi kita tidak boleh lengah," jawab Rasyid.
"Tubuhku terasa lengket, aku ingin mandi," ucap Cilla.
Rasyid melihat di sekitarnya, dia harus mencari tempat dan juga aliran sungai agar istrinya bisa mandi.
"Baiklah," sahut Rasyid dan entahlah bagaimana caranya dia menemukan aliran sungai.
Suara aliran air sungai terdengar begitu indah dengan Cilla dan Rasyid sudah berada di sana. Cilla mengerutkan dahinya dengan melihat kearah Rasyid.
"Kamu menyuruhku mandi di tempat terbuka seperti ini?" tanya Cilla tidak yakin.
"Tidak ada kamar mandi. Jadi mau tidak mau kamu harus mandi di sini," jawab Rasyid singkat.
"Jangan aneh-aneh, bagaimana jika ada yang datang dan melihatku. Untuk memperlihatkan rambutku saja itu sudah dosa besar dan apa lagi harus...."
Cilla tidak aku berkata-kata dengan apa yang diucapkan. Karena menurutnya memang tidak masuk akal.
"Cilla tidak akan ada orang yang datang, aku yang ada dan aku suamimu. Aku juga tidak akan menonton kamu saat kamu mandi, kamu juga tidak bertelanjang saat mandi di tempat ini. Gunakan tempat yang ada dan aku akan melihat di sekitarku!" tegas Rasyid berbicara apa adanya.
"Tapi...."
"Jika tidak ingin maka tidak perlu berdebat," Rasyid memotong kalimat istrinya yang sejak tadi protes.
"Mau apa tidak?" tanya Rasyid memberikan kain selendang untuk Cilla sebagai penutup sebagian tubuhnya saat ini.
Cilla terlihat ragu dan masih melihat di sekitarnya, ternyata malah tidak mau dia harus mandi dengan cara seperti itu dan lagi pula Rasyid pasti menjaganya dan dengan terpaksa dia mengambil selendang tersebut.
Bersambung....
penuh rahasia