NovelToon NovelToon
Candu Istri Klienku

Candu Istri Klienku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:10.1k
Nilai: 5
Nama Author: N_dafa

"Jangan, Mas! aku sudah bersuami."
"Suami macam apa yang kamu pertahankan itu? suami yang selalu menyakitimu, hem?"
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Akan menjadi urusanku, karena kamu milikku."
"akh!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N_dafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

*

“Kita ke tempat siapa, Mbak?”

Monik takjub menatap tower tinggi di depannya. Sebuah gedung apartemen yang bisa dikatakan paling mewah di sekitar mereka.

“Ketemu temenku, Mon. Kan aku udah bilang. Syukur-syukur, notaris sama pengacaranya bener-bener dateng.”

“Wah, enak ya jadi artis sosmed. Kenalannya banyak orang kaya-kaya.”

Ajeng hanya tersenyum saja. “Ayo!”

Monik menurut. Dia mensejajari langkah Ajeng yang memimpinnya. Hingga setelah menempuh perjalanan menggunakan lift, Ajeng berhenti di unit 528 yang Biantara katakan.

Ting tong.

Ajeng menekan bel yang tak terdengar dari tempatnya saat ini. Tak butuh waktu lama, seseorang membukakan pintu untuk mereka.

“Baby!”

Ajeng langsung melotot kepada Biantara yang hampir memeluknya.

Sayangnya, Biantara masa bodoh, dan tetap bergerak. Hingga akhirnya, dia ditahan oleh Ajeng dengan tangannya.

“Ish, Mas… lepas!”

“Mbak Ajeng?” Lirih Monik dengan wajah bengong saking terkejutnya.

“Lupakan yang kamu lihat, Monik! Dia cuma bercanda.” Ajeng langsung mengklarifikasi.

Monik, langsung menunjukkan sikap paham meskipun dia masih curiga.

“Masuklah… kami sudah menunggumu.”

Ajeng dan Monik masuk dengan sopan. Mereka menyapa empat orang disana, selain Biantara. Salah satunya Wisnu, kemudian seorang pengacara, dan seorang notaris beserta asistennya.

Tanpa basa-basi, mereka membahas semuanya. Awalnya, Biantara menyarankan memecah usaha mereka agar Ajeng masih bisa produktif dengan bidang usaha itu. Lelaki itu menyarankan ganti merek saja, tapi masih menggunakan standar lama perusahaan private label milik Ajeng dan suaminya.

Tapi, berhubung yang seperti itu memakan lama dan Ajeng kesulitan bergerak sendiri, akhirnya mereka sepakat menghitung semua nilai harta milik Ajeng dan Rendy, lalu membaginya menjadi dua dalam berbagai versi.

Versi-versi itu nanti yang akan Ajeng ajukan saat gugatan cerai nanti.

Ajeng juga memberikan semua bukti secara lisan dan tertulis kepada pengacara yang Biantara pilih agar mudah memproses gugatan cerainya.

“Jadi, anda benar-benar siap untuk berpisah dengan suami anda, Bu Ajeng?” tanya Pak Halim, pengacara yang menangani perceraian Ajeng.

“Siap, Pak. Saya siap sekali. Tolong usahakan apa hak saya benar-benar kembali kepada saya. Saya nggak rela kalau madu saya yang nggak ikut berjuang, menikmati hasil keringat saya.”

“Kami sudah melakukan perjanjian pembagian harta sebelumnya dan itu diluar bidang usaha, rumah dan kendaraan. Hanya itu yang belum dibagi, yang catatannya sudah saya berikan tadi kepada Bapak-bapak. Hanya saja, kemungkinan Mas Rendy cukup sulit untuk bercerai.”

“Baiklah… saya akan usahakan yang terbaik. Yang penting, saat mediasi nanti anda tidak goyah, saya rasa semua bukti anda sudah cukup memberatkan Pak Rendy.”

“Terima kasih, Pak. Semoga kerjasama kita membuahkan hasil yang paling baik.”

Pembicaraan selesai. Rencananya, beberapa hari lagi, Ajeng akan mengajukan gugatan cerai langsung, didampingi oleh pengacara ke pengadilan agama yang menaungi pernikahan Ajeng dan Rendy.

Karena pembahasan sudah selesai, notaris dan pengacara itu meninggalkan apartemen Biantara, menyisakan empat orang yang masih disana.

“Apa kalian bisa pergi juga?” Ucap Biantara tiba-tiba.

Monik yang sejak tadi tegang, mencolek lengan Ajeng di sampingnya. Pasalnya, dari pembicaraan mereka Monik baru paham jika Biantara adalah pemilik maklon parfum usaha mereka. Terlebih, wajah orang-orang penting itu tak ada yang menye-menye atau bahkan berselera humor sepertinya.

“Mbak, ayo pulang! Kita diusir.” bisik gadis itu.

“Bukan Ajeng, tapi kamu dan dia.” Rupanya, Biantara langsung yang menjawab sampai Monik gelagapan.

Gadis itu sontak menunduk dengan tangan gemetar.

“Ngapain sih, Mas? Aku juga mau pulang? Jangan galak-galak! Kasihan Monik.”

“Aku cuma mau berduaan sama kamu, Baby.”

“Hah?!” Monik terkejut lagi secara spontan mendengar ucapan Biantara.

Namun, karena dia menyadari kesalahannya, Monik menunduk lagi.

“Baiklah… gue balik.” Tiba-tiba Wisnu bangkit dari duduknya.

“Loh, Pak Wisnu nggak tinggal disini juga?” Ajeng bertanya sopan.

“Kami berbeda selera.” Sahut Wisnu sekenanya.

“Aku males kalau dia bawa cewek-cewek nggak jelas kesini, sayang. Jadi, aku suruh dia tinggal sendiri di sebelah.”

“Oh….” Ajeng mengangguk paham.

Pembicaraan ketiga orang itu nampak normal. Tapi, sayangnya mereka tak tahu jika ada satu makhluk polos yang sedang takjub sekaligus terkejut dengan obrolan mereka.

“Nggak usah buka aib gue, kalian berdua juga menyembunyikan aib. Dahlah, gue balik. Ngapain juga disini? Paling, sebentar lagi cuma jadi obat nyamuk aja.” Wisnu memutar bola matanya malas.

“Ya udah, pergi sono! Gue juga nggak niat pamer ke lo.”

Setelah Wisnu benar-benar keluar dari unit Biantara, lelaki itu masih berdiri di depan pintu yang terbuka entah untuk apa.

“Apa kamu juga nggak berusaha mengerti keadaan?”

Ditanya seperti itu, Monik kembali dibuat gelagapan. Gadis itu tahu Biantara berbicara dengannya karena tatapan tajamnya menghunus Monik.

“E—em, Mbak. Aku…”

“Aku juga pulang kalau Monik pulang, Mas.” Ajeng menyela. Dia merasa kasihan kepada gadis itu.

“Kamu sengaja bawa dia untuk menghindariku, Baby?”

“Sudah kubilang tadi alasannya. Tapi, ya terserah kamu anggepnya gimana. Aku yang ajak Monik, jadi kami pulang juga sama-sama.”

“Baiklah… aku mengalah.”

Karena tak mau memaksa Ajeng, Biantara lantas duduk di samping Ajeng, dekat sekali. Satu sofa untuk bertiga, membuat Monik semakin canggung.

“Mbak, aku pulang aja ya.” Monik memelas.

“Katanya mau makan ke restoran Jepang kayak kemarin?” Ajeng mengingatkan.

“Tapi….” Gadis itu tak bisa melanjutkan ucapannya. Namun, dia menatap Biantara canggung dan takut.

“Aku pesankan makanan Jepang, Baby. Tapi, kita ke kamar sebentar.”

“Apa sih, Mas. Bisa nggak sih sekali aja jangan mesum? Ini ada Monik loh.”

“Tapi, aku kangen sama kamu, Ajeng.”

“Mas…” Ajeng memperingatkan karena lelaki itu tiba-tiba memeluknya.

“Biarkan saja dia. Aku cuma mau meluk kamu. Lagian, dia juga udah dewasa. Diamlah kalau kamu nggak mau aku melakukan yang lebih dari ini.”

Ajeng merasa risih karena dekapan Biantara disertai hasrat.

“Maaf ya, Mon. Dia emang agak-agak. Nanti, aku ceritakan semuanya sampai di rumah.” Ajeng tersenyum canggung, berharap Monik bisa mengerti.

“Ngapain diceritain nanti pas di rumah? Asal kamu tahu, bocah. Kami ini pacaran.”

“Ish, Awas tangannya…” Ajeng membuang tangan Biantara yang tiba-tiba mengelus pahanya. “Enggak, Mon. Kami cuma berhubungan yang saling menguntungkan aja.” Ajeng membenarkan.

“Baiklah, terserah kamu. Yang jelas, aku kangen sama kamu sekarang, Baby.”

Plak!

“Aku gigit nih tangannya kalau nggak bisa diem. Katanya mau pesenin makanan Jepang. Monik pengen lagi yang kayak kemarin itu.”

“Oh, jadi dia yang kamu sebut anakmu? Nggak pantes sekali. Masa kamu semuda ini punya anak sebesar dia?” Tiba-tiba, Biantara mengecup pipi Ajeng tanpa aba-aba.

“Mas, tolonglah… aku merasa murahan banget kalau kayak gini.”

“Aku nggak menganggapmu begitu, Baby. Setelah kamu cerai sama Rendy, aku akan menikahimu secepatnya.”

“Sudahlah, Mas. Buruan pesenin makanan! Atau aku akan pergi sama Monik.”

“Kamu lucu kalau lagi ngancem, Ajeng. Bukannya bikin aku takut. Tapi, aku malah gemas sama kamu.”

Tiba-tiba, Ajeng berdiri menarik Monik. “Aku pulang aja kalau gitu.”

“Eh, jangan dulu. Iya, aku pesenin makanan dulu. Tapi, kamu harus disini sampai malam.”

“Akh, aku bisa duduk sendiri, Mas!" Biantara menggunakan kesempatan saat Ajeng berdiri.

“Aku mau memangkumu.”

Melihat tingkah kedua manusia yang terus berdebat itu, Monik hanya bisa menutup mata dengan jari-jarinya yang dia regangkan. Malu sendiri, tapi juga penasaran.

“Kenapa mereka kayak remaja puber? Entahlah, baru sekarang aku dukung orang selingkuh."

*

*

“Mon, jangan ilfeel ya sama aku. Aku nggak tahu kenapa malah jadinya seperti ini.” Ajeng berbicara kepada Monik, saat mereka pulang dari apartemen Biantara.

Keduanya masih berada di dalam taksi yang dipesan oleh Biantara.

“Kenapa Mbak Ajeng nggak cerita sama aku? Aku kira Mbak Ajeng kuat selama ini.”

“Aku memang kuat, Mon. Tapi, aku muak sama mereka. Nggak tahu emang udah jalannya kayak gini atau bagaimana, tapi kebetulan sekali malam itu terjadi.”

“Aku tahu yang Mbak Ajeng lakuin salah. Tapi, entah kenapa, aku juga berpikir kalau aku jadi Mbak Ajeng, pasti akan milih melakukan sama Pak Biantara aja. Mas Rendy bener-bener udah gila.”

“Nggak apa-apa, Mon. Mas Rendy nggak tahu aku minum obat perangsang.”

“Ya tapi denger cerita Mbak Ajeng, aku jadi kesal. Si Sobri tuh pura-pura nggak berani, nggak tahunya ngajak ngangkang mulu.”

“Wajar, Mon. mereka suami istri. Tapi, aku benar-benar muak sih. Awalnya, aku malas berhubungan sama Mas Bian yang selalu mendesakku. Tapi, lama-lama aku merasa dia nggak sebatas ingin se-ks aja dariku. Apalagi, dia rela melakukan banyak hal juga buat aku.”

Monik menggenggam tangan Ajeng yang terdengar merasa bersalah dan berdosa.

“Aku nggak membenarkan apa yang Mbak Ajeng lakuin. Tapi, kalau menurutku, wajar Mbak Ajeng seperti itu. Secara, di rumah Mbak Ajeng cuma dapat kesedihan doang. Apalagi, Pak Biantara justru kasih banyak hal sama Mbak Ajeng.”

“Pak Biantara kasih kasih Mbak Cincin berlian, kasih handphone mahal, nyewain pengacara dan notaris, rela sewa apartemen mahal demi bisa stay disini, dan yang paling penting, perhatian Pak Biantara nggak cuma kata-kata aja. Semua ada realisasinya termasuk kemesumannya.” Monik terkikik sendiri.

“Kamu tahu, Mon? Di dompetku, ada kartu kredit miliknya yang aku nggak tahu kapan dia masukinnya. Tapi, itu adalah black card yang masih aktif, dengan limit besar. Pas aku tanya kenapa dia masukin itu ke dompetku, katanya karena aku nggak mau dikasih kartu debit setelah kami tidur bersama.”

“Wah, pengertian sekali dia, Mbak. Dia tahu apa yang disukai perempuan tanpa banyak drama.”

“Ya tapi gitu, Mon. Kalau ketemu pasti grepe-grepe sama minta cium. Aku jadi merasa berdosa sama Mas Rendy. Tapi, kalau aku nggak mau pun, kayaknya nggak adil juga sama Mas Bian yang udah berkorban banyak, bahkan lebih segala-galanya dari Mas Rendy.”

“Halah! Ngapain mikirin Mas Rendy? Dia aja nggak peduli sama Mbak Ajeng.”

Kedua wanita itu terus bercerita sampai mereka tiba di rumah Ajeng. Sayangnya, saat keduanya baru saja turun dari taksi, Rendy sudah menyambutnya di depan pintu.

“Dari mana kamu, Dek? Orang suruhanku bilang, kamu ke tower Raflesia. Ngapain kesana?”

Ajeng dan Monik saling berpandangan. Rupanya, dia baru tahu jika Rendy menyuruh seseorang untuk memata-matai mereka.

"Ketemu temen, mau bikin konten bareng." jawab Ajeng secukupnya.

"Konten apa? Kok nggak ngomong sama aku?"

"Kamu kan sibuk." Ajeng melirik Brina yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Rendy.

Seolah selalu sigap dengan istrinya, Rendy langsung menggenggam tangan Sabrina yang bergelayut manja di lengannya secara spontan.

"Mbak, Ajeng sudah pulang?"

Ajeng hanya tersenyum. Tipis dan sinis. Sama sekali tak berselera membalas sapaan Sabrina.

"Wah, Mbak. Mbak punya handphone keluaran terbaru? Kapan belinya?" Sabrina nampak baru menyadari benda yang dipegang Ajeng. "Mas, aku juga mau beli kayak gitu. Please, Mas... Beliin ya..."

Ajeng memutar bola matanya malas, melihat tingkah uget-uget manja yang merebut suaminya itu.

1
Yunita aristya
ren2 nanti Ajeng sudah pergi baru tau rasa kamu. mau liat kamu nyesal dan jatuh miskin gara2 istri muda mu yg suka foya2😁😂
Nana Colen
luar biasa aku suka sekali karyamu 😍😍😍😍😍
Yunita aristya
lanjut kak
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
Nana Colen
benar benar ya rumput tetangga lebih hijau 🤣🤣🤣🤣
Nana Colen
dasar laki tak tau diri 😡😡😡😡
Yunita aristya
lanjut
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤
Fitri Handriayani: lanjut
total 1 replies
Nana Colen
iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡
Keisya Oxcel
penasaran
Yunita aristya
lnjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!