NovelToon NovelToon
Cerita Horor (Nyata/Fiksi)

Cerita Horor (Nyata/Fiksi)

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Matabatin / Kutukan / Tumbal
Popularitas:979
Nilai: 5
Nama Author: kriicers

Villa megah itu berdiri di tepi jurang, tersembunyi di balik hutan pinus. Konon, setiap malam Jumat, lampu-lampunya menyala sendiri, dan terdengar lantunan piano dari dalam ruang tamu yang terkunci rapat. Penduduk sekitar menyebutnya "Villa Tak Bertuan" karena siapa pun yang berani menginap semalam di sana, tidak akan pernah kembali dalam keadaan waras—jika kembali sama sekali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kriicers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10•

...Cermin Panggil Arwah:...

Malam itu, hujan turun dengan brutal, menggulirkan amarahnya di atap rumah tua yang seolah menahan napas. Aku, Adam, duduk di depan meja rias usang, menatap pantulan diriku yang memudar di cermin antik. Cermin yang kudapatkan dari seorang kolektor benda-benda aneh itu, konon, memiliki sejarah kelam. Sebuah bisikan dari masa lalu, atau mungkin, sebuah kutukan. Aku mengabaikan peringatan itu, menganggapnya hanya bualan demi menaikkan harga.

Di sampingku, Risa, adikku yang selalu ingin tahu, dengan mata berbinar-binar memegang buku tua lusuh. "Ini katanya bisa memanggil arwah, Bang," bisiknya, suaranya sedikit bergetar, namun antusiasme tak bisa disembunyikan. Aku mendengus geli. Risa memang selalu tergila-gila dengan hal-hal mistis, berbeda denganku yang pragmatis. Aku hanya ingin membuktikan bahwa semua ini omong kosong.

"Percuma saja, Ris. Itu cuma cerita pengantar tidur," kataku, mencoba meremehkan. Namun, tatapanku tak bisa lepas dari cermin itu. Permukaannya yang gelap dan berkilau seolah memanggil, membisikkan janji-janji yang tak bisa kuterjemahkan. Ada sesuatu yang berbeda malam ini. Udara di sekitar kami terasa berat, seolah dipenuhi partikel-partikel tak kasat mata yang menunggu untuk menampakkan diri.

Risa tak menyerah. "Tapi di sini ditulis, harus ada niat dan fokus, Bang. Dan cermin ini... dia punya energi yang kuat." Ia membuka halaman tertentu, menunjuk tulisan kuno yang nyaris tak terbaca. "Kita harus menyebut namanya tiga kali, sambil memandang cermin ini dalam kegelapan total."

Aku terdiam, mempertimbangkan. Ide gila ini, entah kenapa, terasa begitu menggoda. Mungkin karena desakan Risa, atau mungkin karena rasa penasaranku yang terpendam. Listrik rumah memang sering padam saat hujan deras seperti ini, jadi kegelapan total bukanlah hal yang sulit diwujudkan. Lagipula, apa ruginya?

Sesaat kemudian, lampu memang berkedip, lalu padam sama sekali. Kegelapan pekat menyelimuti ruangan, hanya diterangi sebatang lilin yang Risa nyalakan. Cahayanya berkedip-kedip, menari-nari di dinding, menciptakan bayangan-bayangan mengerikan. Udara dingin merayap masuk ke dalam tulang, dan bulu kudukku meremang.

Risa berbisik, "Kita mulai ya, Bang?"

Aku mengangguk ragu. "Baiklah. Tapi kalau tidak ada apa-apa, kamu harus berhenti dengan semua omong kosong ini."

Risa tersenyum tipis, matanya memancarkan kegembiraan aneh. Kami saling berpandangan di cermin. Pantulan kami tampak lebih pucat dan samar di bawah cahaya lilin yang redup. Lalu, dengan suara yang bergetar, Risa memulai mantra, "Ratu Malam, Ratu Malam, Ratu Malam..."

Aku menahan napas. Tidak ada yang terjadi. Keheningan begitu dalam, hanya dipecah oleh deru hujan dan detak jantungku yang menggila. Aku ingin menertawakan semua ini, tapi ada sesuatu yang menahan ku. Perasaan aneh, seolah ada mata yang mengawasi kami dari balik kegelapan.

Tiba-tiba, permukaan cermin mulai beriak, seolah air di dalamnya bergejolak. Pantulan kami memudar, digantikan oleh bayangan hitam yang tak berbentuk, bergerak perlahan, memilin seperti asap. Lalu, dari kegelapan cermin itu, sepasang mata merah menyala muncul. Mata itu begitu tua, begitu dingin, dan dipenuhi kebencian yang mendalam. Jantungku mencelos.

"Lihat, Bang!" Risa berbisik, suaranya dipenuhi campuran ketakutan dan kekaguman.

Aku tidak bisa berkata-kata. Ini nyata. Bukan halusinasi. Bukan trik cahaya. Dari cermin itu, sebuah tangan pucat, dengan jari-jari panjang dan kuku hitam, perlahan terulur. Aroma apak dan basi menyeruak, memenuhi ruangan.

"Ada... ada yang keluar..." gumamku, nyaris tak terdengar.

Tangan itu semakin mendekat, menembus permukaan cermin seolah tidak ada batas. Aku ingin berteriak, ingin lari, tapi kakiku seolah terpaku di lantai. Ketakutan melumpuhkan ku. Namun, Risa justru mendekat, seperti terhipnotis.

"Jangan, Ris! Jangan dekat-dekat!" Aku mencoba meraihnya, tapi terlalu lambat.

Tangan pucat itu kini berada di hadapan Risa, menggapai ke arah wajahnya. Aku bersumpah melihat senyum tipis di bibir Risa, senyum yang bukan miliknya. Lalu, yang terjadi selanjutnya adalah hal yang paling mengerikan. Tangan itu mencengkeram wajah Risa, dan dalam sekejap mata, Risa ambruk. Tubuhnya tergeletak lemas di lantai, tak bergerak.

Aku berteriak histeris, "Risa!" Aku merangkak ke arahnya, mengguncang tubuhnya. Dingin. Pucat. Tak bernapas. Risa sudah tiada.

Air mataku tumpah. Kemarahan membakar dadaku. Aku menatap cermin itu, ke arah mata merah yang masih menyala. "Apa yang kau lakukan?! Kembalikan adikku!" teriakku putus asa.

Bayangan hitam di cermin itu perlahan mulai mengambil bentuk. Sebuah sosok wanita tinggi kurus, dengan rambut panjang terurai dan gaun putih lusuh, muncul dari kedalaman cermin. Wajahnya pucat pasi, matanya cekung, dan senyumnya... senyum itu serupa dengan senyum Risa sesaat sebelum ia ambruk.

"Bodoh sekali kamu, Adam," suara wanita itu berdesir, dingin dan menyeramkan. Suara itu bukan suara Risa, tapi ada kemiripan yang mengerikan. "Sudah kubilang, cermin ini punya energi yang kuat. Energi yang membutuhkan wadah baru."

Aku menatapnya bingung, ketakutan bercampur amarah. "Apa maksudmu?"

Sosok itu tertawa pelan, tawa yang membuat darahku berdesir. "Aku telah menunggu. Menunggu seseorang yang mau membuka pintu ini. Dan adikmu... dia sangat bersemangat."

Kemudian, sosok itu menunjuk ke arah cermin. Aku menoleh. Dan di sana, di balik pantulan diriku, ada bayangan samar seorang wanita yang terperangkap. Wanita itu menatapku dengan tatapan kosong, matanya memancarkan kesedihan dan keputusasaan yang mendalam.

"Lihatlah," ujar sosok di depanku, suaranya berbisik. "Wanita itu... dia juga terperangkap di sana, seperti jiwaku yang lama."

Jantungku berdebar kencang. Aku melihat lebih dekat. Wajah wanita di cermin itu... perlahan, tapi pasti, wajah itu mulai berubah. Rambutnya memanjang, kulitnya memucat, dan matanya menjadi cekung. Dan yang paling mengerikan, wajah itu mulai mirip denganku. Mirip dengan Adam.

"Apa... apa ini?" Gumamku, lututku gemetar.

Sosok wanita di depanku tersenyum licik. "Setiap kali seseorang membuka cermin ini, salah satu dari mereka akan masuk, dan salah satu dari kita akan keluar." Ia mengangkat tangannya yang pucat, menunjuk Risa yang tergeletak di lantai. "Adikmu terlalu naif. Dia pikir dia bisa mengendalikan ini. Padahal, dia hanyalah wadah baruku."

Aku menoleh ke arah Risa yang tergeletak. Seketika, aku melihat secercah cahaya redup keluar dari tubuh Risa, melayang perlahan dan masuk ke dalam cermin. Dan di dalam cermin, bayangan diriku yang perlahan berubah menjadi wanita pucat itu, kini terlihat lebih jelas, seolah terperangkap sepenuhnya.

Sosok wanita yang berdiri di depanku kini sepenuhnya berdiri tegak, memancarkan aura dingin. "Dan sekarang," katanya, suaranya berubah menjadi seringai penuh kemenangan, "giliranmu untuk menjaga cermin ini, Adam."

Aku merasakan sesuatu mencengkeram pergelangan kakiku. Dingin. Lengket. Aku menunduk. Dari bawah meja, sebuah tangan pucat keluar. Bukan, bukan satu tangan. Ada banyak tangan, menjulur dari balik kegelapan di bawah cermin, mencoba menarik ku ke dalamnya.

Panik melandaku. Aku berteriak, meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangan-tangan itu. Tapi mereka terlalu kuat. Aku bisa merasakan diriku ditarik perlahan, semakin dekat ke permukaan cermin.

"Tidak! Lepaskan aku!" teriakku, suaraku serak karena ketakutan.

Sosok wanita yang kini adalah "Risa" itu, menatapku dengan mata merah menyala. "Selamat datang di rumah barumu, Adam."

Cermin itu kini memantulkan diriku yang panik, tubuhku separuh sudah masuk ke dalam kegelapan yang tak terbatas. Aku melihat pantulan "Risa" yang berdiri di luar, tersenyum sinis, sementara aku, perlahan tapi pasti, menjadi bagian dari cermin itu, terperangkap selamanya bersama jiwa-jiwa lain yang terlalu penasaran.

Dan malam itu, hujan masih turun dengan brutal, seolah menangisi takdirku yang kini menyatu dengan kutukan "Cermin Panggil Arwah". Aku menjadi satu lagi bayangan di baliknya, menatap kosong ke dunia luar, menunggu korban berikutnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Kriicers
terimakasih bagi yangg sudahh membaca ya gaes ,apakah enak di gantung?😭🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!