NovelToon NovelToon
Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Mendengar pengakuan Tasya yang membenarkan kejujuran Mehmet, api amarah Stela tidak lagi tertahankan.

Kekecewaan, rasa sakit karena dipukuli, dan terutama, risiko yang ia hadapi karena syok emosional tadi malam, semuanya meledak.

Stela bangkit dari tempat persembunyiannya dengan langkah cepat.

Wajahnya pucat, tetapi matanya berkilat penuh amarah yang menakutkan.

"Pembohong!" teriak Stela.

Stela bangkit dan menjambak rambut Tasya dengan kedua tangan sekuat tenaga.

Ia menarik kepala Tasya ke belakang, menyebabkan Tasya berteriak kesakitan.

Tasya terkejut ketika melihat Stela ada di sana. Ia tidak menyangka Stela ada di kafe dan menyaksikan seluruh pengakuan itu.

"Stela! Lepaskan aku!" teriak Tasya sambil berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Stela.

Keributan pun tak terhindarkan. Para pengunjung kafe menoleh, beberapa mulai berbisik, dan pelayan berlari mendekat.

Mehmet, yang sudah menduga Stela akan bereaksi, segera berdiri.

Ia tidak berusaha menghentikan Stela, ia hanya memastikan Stela tidak melukai dirinya sendiri dalam amarah itu.

"Cukup, Sayang! Dia tidak pantas mendapat amarahmu!" seru Mehmet, menyadari kondisi istrinya.

Mehmet segera menarik Stela menjauh dari Tasya. Ia tidak menunggu pertengkaran itu mereda.

Mehmet membopong tubuh istrinya keluar dari kafe, mengabaikan tatapan semua orang dan jeritan Tasya yang masih berteriak-teriak marah.

Ia membawa Stela masuk ke mobil dan mendudukkannya di kursi penumpang.

Stela masih gemetar, napasnya memburu, tetapi amarahnya perlahan mereda.

"Dia yang harus dihukum, Met! Dia membuatku percaya dia hamil anakmu!" isak Stela, meninju sandaran kursi mobil.

Mehmet meraih tangan Stela dan menciumnya lembut.

"Aku tahu, Sayang. Aku tahu. Sekarang sudah selesai. Kebohongan sudah terbongkar. Kamu sudah lihat sendiri. Dia tidak punya apa-apa lagi. Fokus kita sekarang adalah kamu dan bayi kita."

Ia menoleh ke arah kafe. Wajahnya berubah gelap.

Ia tidak perlu lagi bicara dengan Tasya; dia akan berurusan dengan pengacaranya.

"Hukumanmu adalah kamu harus segera melupakan hal ini dan fokus pada kesehatan kita. Dan saat kamu sudah sembuh total, kita akan bicara tentang hukuman yang kujanjikan tadi," bisik Mehmet sambil tersenyum meyakinkan.

Mereka pun meninggalkan kafe, meninggalkan Tasya yang dipermalukan dan rencananya yang hancur, menuju rumah mereka untuk kembali menemukan kedamaian yang sempat terenggut.

Dalam perjalanan pulang, setelah meninggalkan kafe yang penuh kekacauan, Stela mulai merasa lemas lagi.

Amarah yang meledak tadi pagi dan stres selama dua hari berturut-turut kini menuntut bayarannya.

"Met, aku lapar," lirih Stela, suaranya kembali lemah. "Semua emosiku terkuras habis. Aku butuh karbohidrat."

Mehmet, yang tadinya tegang, kini tersenyum lega mendengar permintaan istrinya. Itu adalah tanda bahwa Stela baik-baik saja.

"Tentu saja, Sayang. Apapun untukmu," jawab Mehmet.

Ia berbelok, mencari tempat makan sederhana yang buka hingga larut malam.

Tak lama, mereka menemukan warung nasi goreng dan mie goreng lesehan di pinggir jalan yang tampak ramai.

Aroma masakan yang kuat dan asap yang mengepul segera menghapus sisa-sisa aroma kafe dan rumah sakit dari pikiran mereka.

Mereka duduk di tikar lesehan, Stela memesan nasi goreng seafood dan mie goreng biasa, sementara Mehmet memesan nasi goreng kambing.

"Haa... menguras emosi ku," desah Stela sambil menyandarkan punggungnya ke dinding, menatap lalu lintas yang padat.

"Aku lapar sekali."

Mehmet tertawa kecil, memandang wajah istrinya yang masih pucat tetapi kini dipenuhi semangat makan yang baru.

"Wajar, Sayang. Kamu sudah bertarung, memenangkan pertarungan, dan sekarang kamu harus memberi makan jagoan kecil kita."

Saat mereka sedang menunggu pesanan, Stela melihat ke tangan Mehmet yang ia gunakan untuk memegang tangan Stela.

Kemudian, ia melihat ke tangannya sendiri. Mehmet tertawa terbahak-bahak ketika menyadari sesuatu yang lucu.

"Sayang, coba lihat tanganmu," kata Mehmet sambil tertawa tanpa suara.

Stela mengerutkan kening, lalu ia melihat. Selang infus yang tadi pagi masih menancap di punggung tangannya, kini sudah tidak ada. Yang ada hanyalah plester kecil bekas tusukan.

"Ya ampun! Selang infusku!" seru Stela, lalu ia ikut tertawa.

"Entah jatuh di mana selang infus itu. Sepertinya di kafe, saat kamu menjambak Tasya," tebak Mehmet, terpingkal-pingkal.

Mereka berdua membayangkan bagaimana selang infus yang masih menempel itu terlepas saat Stela menyerang Tasya.

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, tawa yang jujur dan tulus, menghilangkan semua beban di hati mereka.

Drama, pemalsuan, ancaman, dan ketegangan di kantor semuanya terasa konyol dan kecil di tengah tawa mereka dan aroma nasi goreng yang baru saja disajikan.

"Ayo makan, Sayang," kata Mehmet, menyeka air mata tawanya. "Aku tidak mau anak kita kelaparan karena ibunya sibuk berkelahi dan melarikan diri."

Mereka pun menikmati hidangan lesehan itu, mengakhiri hari yang penuh roller coaster emosi dengan tawa, cinta, dan janji akan masa depan yang bahagia.

Setelah menghabiskan nasi goreng seafood dan mie goreng pertamanya, Stela masih merasa belum cukup.

"Met," panggil Stela, menunjuk ke arah gerobak.

"Tolong pesankan mie goreng lima bungkus lagi."

Mehmet, yang sudah selesai makan dan menyeka mulutnya, terkejut. "Lima? Sayang, kamu yakin? Itu untuk berapa kali makan?"

"Yakin! Tadi pagi aku muntah, siang aku lapar luar biasa. Ini aku bawa pulang, untuk stok ngidam malam-malam.

Mehmet melihat istrinya yang lahap membungkus lima mie goreng dengan santai, seolah lima bungkus itu adalah camilan kecil.

Mehmet hanya bisa tersenyum pasrah, membayar semua pesanan, termasuk biaya selang infus yang entah terdampar di mana.

Setelah itu, mereka pulang ke rumah. Rumah terasa hangat dan nyaman setelah hari yang panjang.

Sesampainya di kamar, Stela merasa badannya lengket karena keringat dan sisa-sisa amarah.

Stela mandi air hangat dengan cepat, membiarkan uap meredakan sisa ketegangan di otot-ototnya.

Ia keluar dari kamar mandi, mengenakan pakaian tidur katun lembut. Wajahnya terlihat jauh lebih segar.

Ia menghampiri Mehmet yang sudah duduk di tepi tempat tidur, fokus pada ponselnya, kemungkinan sedang mengurus masalah Tasya dan Uwais melalui pengacaranya.

Stela duduk di samping Mehmet, menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.

"Sayang," bisik Stela, suaranya manja. "Malam Jumat."

Mehmet menoleh, mengangkat alisnya. "Iya, lalu?" tanyanya, pura-pura tidak mengerti, meskipun ia merasakan tangan Stela mulai bermain-main di lengan kemejanya.

"Sayang," ulang Stela, mendesak, matanya memancarkan godaan lembut.

Mehmet tertawa kecil.

Ia menutup ponselnya dan meletakkannya di meja.

Ia ingat nasihat dokter tentang istirahat total, tetapi ia juga tahu bahwa keintiman adalah cara terbaik untuk menghilangkan stres dan trauma yang Stela alami.

Mehmet memeluk Stela, mencium keningnya lama, lalu mengarahkan tatapannya ke arah pintu ruangan rahasia di balik lemari.

Mehmet memberikan kode dengan senyum penuh arti dan tatapan yang meminta persetujuan.

"Aku rasa ruangan yang di sana lebih kedap suara. Tapi kali ini, kita harus sangat hati-hati, demi jagoan bakso kita."

Stela tersenyum puas dan membalas tatapan Mehmet, mengangguk setuju.

Ia tahu, di balik ancaman dan drama, cinta mereka selalu menemukan cara untuk menang dan menjadi lebih kuat.

Mereka tidak lagi memedulikan urusan kantor, Tasya, atau ancaman.

Di ruangan rahasia yang tersembunyi, Mehmet memastikan bahwa Stela merasa paling dicintai, aman, dan dilindungi.

Ia sangat berhati-hati, mengingat kondisi Stela, memastikan keintiman yang terjadi adalah lembut, penuh kasih, dan berfokus pada kedekatan emosional mereka.

Setelah semua ketegangan hari itu mereda, keduanya merasa sangat lelah.

Mereka melakukannya sampai akhirnya tertidur pulas dalam pelukan hangat, selimut tebal menutupi mereka.

Tengah malam, sekitar pukul dua, Stela tersentak bangun.

Perutnya berbunyi nyaring. Morning sickness memang menyiksa, tetapi nafsu makan yang datang setelahnya jauh lebih kuat.

Ia merasakan dorongan tak tertahankan untuk menghabiskan stok mie goreng yang ia bungkus tadi.

Stela menyelinap keluar dari pelukan Mehmet, hati-hati agar tidak membangunkannya. Ia keluar dari ruangan rahasia dan menuju dapur.

Ia membuka bungkusan, memindahkan mie goreng ke wajan, dan menghangatkan mie yang sudah dingin itu.

Aroma gurih mie goreng segera

memenuhi dapur.

Tak lama kemudian, pintu kamar utama berderit.

Mehmet, yang terbangun karena tidak merasakan kehadiran Stela di sampingnya, turun dari tangga dengan wajah mengantuk.

Ia terkejut melihat istrinya, yang baru saja keluar dari rumah sakit, sedang berdiri di depan kompor pada pukul dua pagi.

"Sayang? Kenapa tidak bangunkan aku?" tanya Mehmet, tersenyum geli.

"Aku tidak mau mengganggu. Tapi baunya enak sekali, Met," jawab Stela sambil menusuk mie goreng di wajan.

Mehmet turun dari tangga dan ikut makan.

Ia mengambil garpu dan berbagi mie goreng hangat itu bersama Stela langsung dari wajan, menganggapnya sebagai kencan tengah malam yang unik.

Mereka berbagi tawa kecil dan kehangatan, menguatkan ikatan mereka di tengah keheningan malam.

Mereka sepakat bahwa mie goreng di tengah malam adalah keharusan baru dalam kehamilan ini.

Keesokan harinya, mereka kembali ke kantor. Mehmet memastikan Stela masuk melalui lift pribadi dan langsung beristirahat di sofa ruangannya.

Ia sendiri menghadapi hari kerja dengan semangat baru, bertekad untuk melindungi keluarganya dari ancaman apa pun.

Sementara itu, Uwais yang penuh dendam setelah dipermalukan dan dipukuli.

Ia berangkat ke kantornya. Otaknya dipenuhi rencana baru untuk membalas Mehmet dan merebut kembali Stela.

Ia mengemudi dengan agresif di jalanan Ibu Kota, pikirannya terganggu oleh rasa marah. Tiba-tiba, ia kehilangan kendali.

Tidak sengaja, ia mengalami kecelakaan. Mobilnya menabrak pembatas jalan dengan keras, meninggalkan Uwais dalam keadaan tidak sadarkan diri di balik kemudi yang hancur, dikelilingi serpihan kaca dan asap.

1
Aether
AWOKWOK NGAKAK CIK
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!