Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.
Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.
Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.
Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 30: Bahaya
"Andra!" Andra dan Alvaro, ponakan dan pamannya itu menengok ke sumber suara, Irma, gadis itu memiringkan tubuhnya, melihaf dari sudut pintu, ia memeluk kotak p3k.
Mata Irma membulat, melihat keadaan Andra dan Alvaro, mereka tidak mengenakan bajunya, memperlihatkan lebam menghiasi tubuh kekar itu, beberapa bagian di wajah yang bengkak, benar-benar mengagetkan.
Irma berlari menghampiri mereka. "Dra, kok badan kamu sampe kayak gini?" ia mengecek kepala Andra. "Kepala belakang kamu aman kan? Nggak di tonjok."
Andra terkekeh. "Aman kak, mas Varo nggak bakal nyerang titik vital kok."
Irma menengok kearah Alvaro, kaget tentunya. "Jadi mas Varo yang buat kamu gini?!"
"Hei," Alvaro menginterupsi. "Dia juga bikin saya babak belur, kita seri, jangan seakan-akan saya penjahatnya disini."
Irma membuka kotak p3k, ia segera mengobati Alvaro terlebih dahulu, ketika selesai, Alvaro langsung berdiri, membuat Irma dan Andra mengerutkan dahi, bingung.
"Mau kemana mas?" tanya Andra.
"Keluar sebentar," ia melirik kearah Irma dan Andra yang sudah menempel seperti sudah dilem super. "Daripada jadi nyamuk."
Alvaro berjalan keluar dari pabrik, meninggalkan kecanggungan diantara Andra dan Irma. "Ekhem," Andra memecah keheningan yang sempat terjadi. "Gak mau ngobatin nih?"
Irma terlihat salah tingkah, ia mengambil kapas dan menuangkan betadin diatasnya, gadis itu secara perlahan menempelkannya ke luka Andra dan juga mengikatkan perban.
“Dah, sekarang balik ke rumah kamu, buat obatin lebamnya,” Irma membantu Andra berdiri dan berjalan sembari membopongnya.
“Kamu kok tau aku kesini?” tanya Andra.
“Aku tadi ke rumah kamu, tapi kata tante Rachel, kamu lagi jalan-jalan sama mas Varo, terus dia kasih lokasinya ke aku,” jawab Irma. “Awalnya aku ragu sih, ngapain kalian ke pabrik terbengkalai, taunya berantem.”
“Kamu lagian ngapain berantem mas Varo sih?” tanya balik Irma.
Andra terdiam sejenak, ia mengulum bibirnya bingung mau jujur atau tidak. “Waktu aku liat kamu yang lebam-lebam, aku ngerasa lemah, jadinya aku mau latihan supaya Andrew, Alex atau siapapun itu nyentuh kamu, mama, atau sahabat-sahabat aku lagi.”
Irma terdiam, tanpa sadar ia mengeluarkan air mata haru. Andra membulatkan matanya, ketika bibir Irma menyentuh bibirnya selama beberapa detik. Irma menjauhkan dirinya, ia terkekeh pelan melihat Andra yang masih terdiam, speechless.
“Kakak kenapa… cium aku?” tanya Andra.
Irma terkekeh. “Itu hukuman karena udah ngeremehin aku!”
…….
Langkah kaki Andrew terdengar terburu-buru melewati ruang tamu, membuat Alex yang berada di ruang tamu merasa terganggu. “Mau kemana kamu?” suara Alex terdengar tenang, nyaris datar, namun mampu membuat Andrew menghentikan langkahnya.
“Ke Irma,” Andrew membalikkan badannya. “Aku pasang pelacak, dia sekarang ada di pabrik,” ia hendak melanjutkan langkahnya.
Alex mengambil gelas berisi alkohol, meminum sedikit lalu menaruhnya kembali. “Silahkan pergi,” suara Alex terdengar datar, kembali menghentikan langkah Andrew. “Papa anggap kamu sudah mulai dewasa dalam membuat keputusan.”
Sorot mata Alex yang dingin membuat Andrew bergidik ngeri. “Tapi sebagai orang dewasa,” ujarnya. “Kamu nggak akan mendapat bantuan.”
Andrew menggertakkan giginya, ia mengepal tangannya kuat-kuat, ia berjalan menghampiri Alex, tatapannya penuh emosi dan dendam. “Kalau aku nurut, apa papa punya rencana untuk membalas?”
Alex mengambil gelasnya, meminumnya perlahan sembari mengeluarkan ponselnya, terlihat ia sedang mengirim pesan ke seseorang, kemudian ia menaruh ponselnya diatas meja.
“Sekarang, kamu cukup diam,” titah Alex. “Tunggu sampai papa yang beri perintah.”
Andrew kembali mengepalkan tangannya, matanya tertuju pada layar ponsel Alex, terpampang notifikasi pesan dari kontak bernama ‘Boris’ pesannya: Oke Boss, kami akan siap-siap.
To be Continue